Kegiatan Politik Orang Terpintar di Dunia
Orang terpintar di global hingga saat ini masih dipegang oleh James Sidis. Ia memang tidak begitu populer seperti Albert Enstein, Sir Isaas Newton, Leonardo Davinci, atau orang-orang nan masuk kategori jenius lainnya. Namun pada kenyataannya, Sidis lah orang terpintar di global itu.
IQ-nya mengalahkan mereka-mereka nan masuk orang terpintar di global nan populer, yaitu 250-300. Ketidakpopuleranya ini dikarenakan dia memang mengasingkan diri dari kehidupan luar nan memang menjadi begitu membosankan untuknya.
Begitupun keadaan lingkungannya nan justru tak menerima banyak ide-ide dan pemikirannya nan brilian dan dianggap meresahkan berbagai pihak. Puncaknya orang terpintar di dunia ini pernah dipenjara sebab dianggap sebagai penghasut pada 1918.
Nama lengkap dari orang terpintar di global ialah William James Sidis. Ia lahir di New York pada 1 April 1898. Anak dari Boris Sidis dan Sarah Mandelbaum. Ayah Sidis ialah seorang psikolog lulusan Harvard University nan merupakan salah satu murid dari William James. Hingga akhirnya nama gurunya ini ia jadikan nama anaknya yaitu William James Sidis.
Ayah Sidis ialah salah seorang nan menentang sistem pendidikan konvensional pada saat itu. Menurutnya, sistem pendidikan nan ada ialah sumber dari timbulnya kejahatan, kriminalitas, dan juga penyakit.
Atas pendapatnya ini, maka ia untuk sebuah model pendidikan baru nan ia terapkan pada anaknya sendiri. Sidis dijadikan objek buat percobaan model pendidikan nan ia temukan tersebut. Percobaannya sukses menjadikan Sidis sebagai orang terpintar di dunia. IQ-nya nan mencapai 250 ini membuatnya sudah dapat makan sendiri pada usia 8 bulan.
Pada usia 28 bulan, Sidis sudah dapat membaca New York Times. Sehingga, wajar saja jika pada usia 8 tahun Sidis juga sudah mampu bebicara dalam 8 bahasa. Ia menguasai bahasa Latin, Yunani, Jerman, Perancis, Turki, Armenian, Yahudi, dan Bahasa Inggris tentunya.
Debut Orang Terpintar di Dunia
Tidak hanya itu, Pada usia 8 tahun, Sidis Si orang terpintar di global ini juga sudah menulis buku mengenai anatomi dan astronomi. Banyak orang terpukau dengan keluar biasaan dari James Sidis kecil ini. Kekaguman banyak orang ini membuat para wartawan tertarik buat selalu menjadikannya sebagai head line di berbagai media. Membuatnya cukup populer pada masa itu. Kepopuleran nan nyatanya tak membuatnya merasa nyaman sebab begitu banyak pengharapan dari banyak orang terhadapnya.
Pada usia 9 tahun, Sidis, orang terpintar di global ini sempat didaftarkan oleh ayahnya buat kuliah di Universitas Harvard. Namun, keinginan ayahnya ini ditolak pihak universitas sebab Sidis masih terlalu muda. Hingga akhirnya, saat Sidis berusia 11 tahun, justru pihak Universitas Harvard lah nan memberikan kesempatan buat Sidis menjadi mahasiswa termuda di Harvard.
Ini ialah sebagai bentuk penghargaan terhadap kejeniusan orang terpintar di global ini. Ia sukses memukau pihak universitas dengan ceramahnya tentang Four Dimensional Bodies dalam klab matematika Universitas.
Tidak hanya itu, Sidis juga saat itu sudah dapat menguasai 200 bahasa nan ada di dunia. Kemampuannya di bidang bahasa ini membuatnya sukses menerjemahkan 1 buku atau tulisan nan berbahasa asing dengan lancarnya. Ia juga sukses menguasai sebuah bahasa lain nan baru untuknya hanya dalam waktu 1 hari saja.
Sungguh sebuah prestasi nan luar biasa dari Sidis, orang terpintar di global ini. Satu tahun kemudian, barulah Sidis mengambil perkuliahan secara penuh. Sidis menjadi mahasiswa termuda di Harvard dan sukses mendapat gelar sarjana pada bidang seni ketika ia berumur 16 tahun dengan predikat Cumlaude.
Sepak Terjang Orang Terpintar di Global dalam Pendidikan
Predikat Bachelor of Art didapatnya pada 18 Juni 1914 membuatnya semakin populer pada waktu itu. Kehidupannya tak lepas dari reportase para wartawan nan mewakili banyak orang buat menyelidik segala hal tentang Sidis. Akhirnya, Sidis mengungkapkan keinginannya buat hayati bebas kepada para reporter nan meliput dirinya pada waktu itu.
Saat usianya 16 tahun setelah mendapatkan gelar cumlaude dari Universitas Harvard. Sidis juga mengatakan ada reporter nan diketahui berasal dari Boston Herald ini, bahwa Sidis si orang terpintar di global ini tak ingin menikah sebab baginya wanita bukanlah objek nan menarik hatinya.
Namun ternyata, orang terpintar di global ini akhirnya jatuh cinta kepada Martha Foley. Sidis sempat menjalin kasih dengan wanita muda ini, tapi tak sampai menikah sebab selama hidupnya ia memang tak pernah menikah seperti janjinya nan ia sampaikan kepada reporter Boston Herald tersebut. Sidis melanjutkan pendidikannya di Harvard Graduate School of art and Sience. Kejeniusan dan kepopuleran Sidis kala itu membuat sekelompok mahasiswa jengah, hingga mengancam Sidis.
Mengetahui hal itu, Sidis, orang terpintar di global ini diamankan oleh ayahnya dengan memberi Sidis pekerjaan di Institut William Marsh Rice nan berlokasi di Houston. Pekerjaan ini diberikan sebagai salah satu cara agar Sidis bisa memperdalam keilmuannya dalam bidang Matematika. Sidis menjadi seorang asisten dosen Matematika di forum pendidikan Texas ini.
Pada usia 17 tahun, Sidis, orang terpintar di dunia ini mengajar matematika buat mendapatkan gelar doktornya. Tak taggung, Sidis mengajar 3 kelas pada waktu itu. Bidang nan diajarkannya yaitu Euclidean geometri, non-Euclidean geometri, dan trigonometri. Ia juga sempat menulis tentang Euclidean geometri dalam bahasa Yunani.
Pekerjaannya sebagai pengajar di sana juga tetap membuatnya merasa tak nyaman. Baik dengan peraturan dalam pedagogi nan harus diberikanya ataupun perlakukan kakak kelasnya nan tak menyenangkan terhadapnya.
Akhirnya, Sidis memutuskan buat keluar. Orang terpintar di global ini mengaku bahwa ia hanya ingin pergi dari forum pendidikan itu sebab ia tak mengerti mengapa diberikan pekerjaan tersebut. Menurutnya, ia bukan orang spesial dan tak layak buat menjadi dosen di sana. Jawaban itu terlontar ketika Sidis ditanya oleh salah seorang teman Sidis di Institut William Marsh Rice.
Kegiatan Politik Orang Terpintar di Dunia
Atas keingiannya sendiri pad 1926 Sidis, orang terpintar di global ini masuk lagi ke Universitas Harvard dengan mengambil hukum sebagai bidang keilmuan buat dipelajarinya. Ternyata, ilmu hukum nan didapatnya di Harvard juga tak membuatnya puas, hingga akhirnya ia memutuskan buat keluar pada akhir Maret 1919. Padahal, nilai akademis nan diperolehnya pada waktu itu sangatlah memuaskan.
Pemikirannya dalam bidang politik membawanya buat turut serta dalam parade pada hari Sosialis di Boston. Sebuah kegiatan para sosialis nan akhirnya berubah menjadi brutal. Banyak tindak kekerasan nan terjadi pada waktu itu, hingga membuat Sidis ditangkap dan dipenjara selama 18 bulan.
Sidis mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa ia ialah orang nan mengutuk Perang Global Pertama. Orang terpintar di global ini juga mengaku bahwa selain ia seorang sosialis, ia juga tak percaya akan adanya Tuhan. Ini menjadi sebuah warta primer nan cukup mengundang perhatian banyak orang ketika itu.
Dalam global politik, Sidis megembangkan sebuah faham ciptanya, yaitu “Libertarianism” nan tiada lain ialah kelajutan dari faham sosialis Amerika. Ayahnya tak tinggal diam, ia pun mengeluarkan Sidis dari penjara, lalu dilakukan pemulihan Sidis ke Sanitorium dengan ancaman akan dimasukan ke Rumah Sakit Jiwa.
Kebahagiaan Versi Orang Terpintar di Dunia
Pada 1921, Sidis kembali ke East Coast. Ia memutuskan buat hayati bebas dalam keterasingan nan menurutnya ialah hayati paripurna nan ia ia dambakan sebagai orang terpintar di dunia. Hobinya ialah mengkoleksi karcis trem dan menerbitkan majalah dan berbagi ilmunya kepada sekelompok kecil temanya mengenai sejarah Amerika.
Pada 1944 Sidis meraih penghargaan dari The New Yorker dari artikel tentangnya dengan judul “Where Are They Now?”. Karena dianggap berisi laporan palsu, maka Sidis pun harus berhadapan dengan pengadilan, hingga sampai pada keputusan bahwa ia tak boleh lagi melakukan kegiatan publisitas apa pun atas nama dirinya. Setelah itu, ia menulis kembali dengan nama samaran dengan judul artikel “Hall Bedroom in Boston’s Shabby South end”.
Hidup menjadi orang terpintar di global tak membahagiakan Sidis sama sekali. Kebebasannya terkungkung sebab selalu disorot media. Ia juga selalu dipaksa buat memenuhi harapan-harapan masyarakat dengan kejeniusan nan ia miliki. Jadi, baginya hayati terasinglah kebahagiaan nan paripurna itu.
Pada residu hidupnya, ia hayati miskin, menjadi penganguran, bahkan tak dikenali lagi hingga seorang reporter menemukannya. Sidis meninggal global ketika usianya 46 tahun sebab pendarahan di otaknya. Penyakit nan sama nan juga telah membunuh ayahnya nan sangat berperan menjadikannya orang terpintar di dunia.