Benzena Sebagai Senyawa Aromatik
Suatu senyawa karbon bisa disebut sebagai senyawa aromatik jika struktur molekulnya berbentuk siklik dan datar. Menurut anggaran Huckel, setiap atom siklik harus memiliki orbital p nan tegak lurus bidang cincin.
Sifat Fisika Senyawa Aromatik Benzena
Senyawa hidrokarbon aromatika pada umunya bersifat nonpolar seperti halnya senyawa hidrokarbon alifatik dan alisiklik. Karena bersifat nonpolar, maka kelompok senyawa ini tak bisa larut di dalam air. Sebaliknya, senyawa ini memiliki kelarutan nan cukup baik di dalam pelarut organik seperti heksana, dietil eter, dan karbon tetraklorida. Benzena sendiri nan merupakan molekul aromatik paling sederhana juga sering dijadikan sebagai pelarut organik. Keistimewaan benzena yaitu bisa membentuk azeotrop dengan air.
Senyawa benzena bisa disubstitusi oleh gugus fungsi lain sehingga bisa mengalami isomerisasi pada strukturnya. Hal ini dikarenakan adanya disparitas urutan penempatan substituen pada struktur cincinnya.
Isomer nan bisa terbentuk yaitu isomer ortho (o-), para (p-), dan meta (m-). Isomer para- akan memiliki titik leleh nan lebih tinggi dibandingkan dengan dua isomer lainnya sebab bentuknya lebih simetris. Dengan demikian, maka isomer ini bisa membentuk kisi kristal nan sifatnya lebih teratur dan lebih kuat.
Senyawa benzena ini banyak ditemukan di dalam batu bara yaitu zat nan diketahui merupakan komponen zat penyusun rokok. Di dalam produk rokok ini banyak terkandung benzena dengan empat cincin atau lebih.
Benzena dengan struktur demikian memiliki sifat karsinogenik yaitu bisa menyebabkan kanker. Benzena dengan struktur nan hanya memiliki satu cincin saja sudah memiliki sifat toksik (racun) nan cukup membahayakan jika digunakan dalam jumlah besar. Apalagi jika struktur benzena terdiri atas lebih dari satu cincin, maka sifat ketoksikannya niscaya akan bertambah lagi.
Ikatan Kimia dalam Senyawa Aromatik Benzena
Pada awal ditemukannya, molekul benzena belum dituliskan seperti struktur nan ada saat ini. Walaupun begitu, rumus molekulnya sudah ditetapkan secara niscaya yaitu terdiri atas enam atom karbon dan enam atom hidrogen.
Struktur benzena nan pertama kali diusulkan tak mengandung ikatan rangkap. Hal ini sebab pada hasil uji reaksi identifikasi alkena (ikatan rangkap dua), benzena tak menunjukkan hasil nan positif. Empat puluh tahun kemudian, Kekule mengusulkan struktur benzena nan akhirnya dipakai sampai saat ini yaitu mengandung tiga ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap.
Usulan struktur molekul itu digambarkan berupa struktur cincin nan terdiri atas enam atom karbon nan dihubungkan dengan tiga ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap nan diselang-seling. Walaupun begitu, rumus nan diusulkan oleh Kekule ini dirasa tak bisa menjelaskan kekhasan dari cincin benzena.
Namun di sisi lain, teori resonansi nan terdapat dalam rumus tersebut bisa digunakan buat menghitung jumlah elektron pi secara cepat. Oleh sebab teori tersebut memiliki fungsi nan cukup penting, maka rumus Kekule banyak digunakan buat mempelajari reaksi pada benzena.
Ketika mengamati orbital molekul pi pada benzena, akan diketahui bahwa benzena memiliki enam karbon nan terikat oleh ikatan rangkap dua di dalam struktur cincinnya. Struktur cincin benzena ialah datar dengan setiap atom karbonnya memiliki sebuah orbital p nan tegak lurus bidang cincin. Apabila digambarkan, akan terlihat suatu keadaan nan saling bertumpang tindih antara orbital-orbital p pada benzena. Orbital-orbital tersebut akan berada pada orbital ikatan nan energinya paling rendah.
Keadaan orbital p nan saling bertumpang tindih ini akan menyebabkan terbentuknya orbital molekul pi. Apabila molekulnya diamati, terlihat adanya awan pi aromatik nan bentuknya seperti donat rangkap. Di dalam satu orbital pi, keenam orbital p nan ada pada benzena akan bersifat sefase dan orbitalnya akan saling tumpang tindih dengan cara nan sama. Orbital pi nan pertama akan memiliki energi terendah sebab tak memiliki simpul di antara inti-inti karbonnya.
Benzena Sebagai Senyawa Aromatik
Benzena merupakan salah satu senyawa nan termasuk ke dalam senyawa golongan aromatik. Senyawa ini memiliki keunikan tersendiri yaitu cukup stabil sebab adanya delokalisasi elektron pi. Taraf kestabilan senyawa ini dipengaruhi oleh besarnya energi nan diperlukan buat melakukan resonansi.
Benzena juga dikatagorikan sebagai aromatik sebab memiliki struktur molekul nan bentuknya siklik dan datar. Selain itu, senyawa ini juga memiliki orbital-orbital p nan letaknya tegak lurus terhadap bidang cincin.
Kriteria-kriteria nan terdapat pada senyawa benzena tersebut merupakan syarat nan harus dipenuhi oleh senyawa aromatik. Jika salah satu kriteria tak terpenuhi, tak mungkin akan terjadi delokalisasi elektron pi secara penuh.
Untuk mengetahui apakah suatu senyawa memenuhi kriteria ini maka bisa dilihat dari rumus molekul senyawanya. Rumus ikatan valensi pada suatu senyawa akan menunjukkan adanya suatu cincin nan memiliki ikatan tunggal nan berselang-seling dengan ikatan rangkap.
Ahli kimia Jerman , Huckel mengemukakan bahwa suatu senyawa siklik dengan jumlah elektron pi sebanyak 2, 6, 10, dan 14 akan memiliki sifat aromatik. Akan tetapi, senyawa siklik nan memiliki jumlah elektron pi 8 dan 12 tak bisa disebut sebagai senyawa aromatik. Hal ini sebab Huckel telah mengusulkan suatu rumus buat mengetahui apakah suatu senyawa bisa disebut sebagai senyawa aromatik atau bukan.
Rumusannya ditulis sebagai 4n+2 nan menunjukkan jumlah elektron pi.
Jumlah elektron pi nan diperoleh dari hasil perhitungan rumus Huckel tersebut tentu saja memiliki arti. Hal ini juga ada hubungannya dengan perbandingan antara jumlah elektron pi dan banyaknya orbital pi. Agar suatu senyawa dapat bersifat aromatik, semua elektron pi harus berpasangan dengan orbitalnya. Jika ada nan tak berpasangan, maka tumpang tindih orbital tak akan maksimum sehingga kestabilan tak akan tercapai.
Kestabilan Cincin Senyawa Aromatik Benzena
Besarnya kestabilan cincin benzena memiliki interaksi nan cukup erat dengan jumlah kalor hidrogenasi. Kalor hidrogenasi ini merupakan ukuran banyaknya kalor nan dibebaskan apabila suatu senyawa dihidrogenasi.
Senyawa benzena diketahui memiliki kalor hidrogenasi sebesar 49,8 kkal/mol, sedangkan kalor hidrogenasi buat senyawa sikloheksana ialah 28,6 kkal/mol. Secara perhitungan matematis, benzena akan memiliki kalor hidrogenasi sebesar 85,8 kkal/mol. Hasil ini diperoleh dari perkalian tiga dengan kalor hidrogenasi alkana sebab senyawa benzena mengandung tiga ikatan rangkap dan tunggal.
Perbedaan kalor hidrogenasi terukur dengan perhitungan secara matematis ini sangat jauh yaitu sekitar 36 kkal/mol. Hal ini tentu saja sebab benzena distabilkan oleh delokalisasi elektron-elektron pi-nya sehingga memiliki kalor hidrogenasi nan lebih rendah.
Perbedaan besar energi ini disebut juga sebagai energi resonansi benzena yaitu energi nan hilang sebab adanya delokalisasi penuh. Energi nan hilang ini juga menyatakan nilai kestabilan nan diperoleh suatu senyawa aromatik.
Energi resonansi benzena ini ada hubungannya dengan taraf kereaktifan kimia. Hubungannya yaitu bahwa buat menghilangkan karakter aromatik dari suatu struktur siklik, maka diperlukan energi nan lebih besar lagi. Contohnya bisa diketahui melalui reaksi hidrogenasi alkena dan benzena.
Suatu senyawa alkena bisa dihidrogenasi pada keadaan suhu kamar dan tekanan atmosfer, sedangkan benzena hanya bisa dihidrogenasi pada suhu dan tekanan tinggi. Benzena juga tak sereaktif alkena jika direaksikan dengan senyawa asam halida ataupun dioksidasi oleh larutan kalium permanganat.
Keunikan senyawa benzena merupakan objek nan sudah cukup lama diteliti. Taraf kestabilannya nan tinggi juga membuatnya menjadi salah satu senyawa kimia nan memiliki keunikan tersendiri. Pelaksanaan penggunaannya pun bermacam-macam dan paling banyak dimanfaatkan sebagai pelarut di laboratorium .
Sifatnya nan bisa membentuk azeotrop ini sangat membantu dalam proses identifikasi senyawa nan larut dalam benzena. Oleh sebab itu, masih banyak beberapa pakar nan tertarik buat melakukan penelitian terhadap senyawa aromatik ini.