Kisah Tinker Bell - Peri Nakal dalam Peter Pan
Dalam dongeng-dongeng dari global Barat, acapkali kita menemukan tokoh peri yang berperan cukup vital terhadap konvoi cerita dongeng tersebut. Peri terbagi menjadi peri baik dan peri dursila (nakal). Sebagai contoh, ibu peri dalam kisah Cinderella . Ibu peri inilah nan membantu Cinderella buat datang ke pesta nan diadakan seorang pangeran tampan; nan kelak akan mengubah hayati Cinderella nan penuh derita.
Namun, ada kalanya pula peri bersifat sedikit nakal. Misalnya, Tinkerbell dalam kisah Peter Pan . Peri mungil ini memang berbuat baik kepada Peter Pan nan disukainya; namun tak demikian kepada Wendy nan membuatnya cemburu.
Kisah Ibu Peri dalam Cinderella
Kisah Cinderella sebenarnya ada dalam berbagai budaya di dunia, mulai dari tanah Amerika (sebelum dijajah Eropa) hingga Asia. Prototipe kisah ini sudah ada sejak zaman Yunani Antik pada abad 1 Sebelum Masehi (SM). Sementara, kisah Cinderella juga muncul di China dengan nama Ye Xian pada tahun 800-an Masehi.
Kisah Cinderella sendiri cukup simpel, meski ada dalam beberapa versi. Dalam versi nan diterima secara umum, dikisahkan, ada seorang duda nan menikah dengan janda nan sudah memiliki dua orang anak. Sang duda, juga memiliki seorang anak perempuan cantik bernama Cinderella nan digambarkan memiliki kecantikan tidak tertandingi.
Kala sang ayah meninggal, Cinderella tetap tinggal bersama sang ibu tiri dan dua kakak tirinya nan sama-sama licik dan jahat. Mereka memaksa Cinderella buat monoton bekerja membereskan rumah.
Suatu ketika, kerajaan mengadakan sebuah pesta buat pangeran nan tengah mencari pasangan. Semua gadis di wilayah kerajaan tersebut diundang. Terbetik keinginan di hati Cinderella buat mendatangi perjamuan tersebut. Siapa gadis nan tidak mau berhadapan langsung dengan sang pangeran nan digambarkan begitu tampan? Namun, apa boleh buat. Mimpi tersebut hanyalah sebatas mimpi. Cinderella tidak memiliki kesempatan buat berjumpa dengan pangeran tampan.
Bagaimana mungkin ia dapat datang? Ibu dan saudara tirinya, nan sudah berdandan sedemikian cantik, tak memberi kesempatan sedikit pun. Ketika Ibu dan saudara tirinya pergi, Cinderella pun hanya dapat terdiam dalam kegetiran. Saat itulah datang donasi dari ibu peri. Ibu peri mengubah Cinderella menjadi sosok cantik; dengan gaun memesona dan sepatu kaca.
Namun, sang ibu peri berpesan, Cinderella harus pulang ke rumah sebelum pukul 12 malam. Jika tidak, seluruh sihirnya akan lenyap. Maka, berangkatlah Cinderella dengan sepatu kacanya ke pesta pangeran. Kehadiran gadis lugu ini ke pesta membuat sang pangeran jatuh cinta.
Sebelum mereka saling mengenal lebih jauh, lonceng tanda jam 12 malam sudah berdentang. Cinderella terburu-buru meninggalkan pesta. Yang tertinggal hanyalah sepatu kacanya. Pangeran nan sudah terlanjur jatuh hati kepadanya kemudian mengambil sepatu kaca tersebut. Sejak saat itu, sang pangeran membuka pengumuman, siapa pun perempuan nan kakinya pas masuk ke dalam sepatu kaca tersebut, dialah nan akan dinikahinya.
Banyak perempuan nan didatangi, berpura-pura sebagai Cinderella asli, tapi gagal memasukkan kaki ke dalam sepatu kaca tersebut. Dua kakak tiri Cinderella juga sempat mencoba sepatu kaca tadi; namun gagal. Mereka pun sempat berbohong bahwa di rumah mereka tak ada gadis lain.
Namun, beruntunglah Cinderella sukses ditemukan dan ia pun menjadi satu-satunya perempuan nan kakinya pas masuk ke dalam sepatu kaca tersebut. Jadilah sang pangeran kembali menemukan tambatan hatinya. Keduanya menikah dan berbahagia.
Dalam kasus Cinderella, peran ibu peri begitu sentral. Ia mungkin bukan karakter primer nan terus muncul dalam cerita. Namun, keputusannya mengubah Cinderella menjadi gadis cantik bersepatu kaca menjadi titik kunci jalannya cerita.
Andai ibu peri tak bertindak demikian, Cinderella sama sekali tak memiliki kesempatan buat berjumpa pangeran. Dan, andai tak berjumpa pangeran, Cinderella tak akan melupakan waktu sehingga ketika bunyi lonceng sudah menunjukkan pukul 12 malam.
Jika Cinderella tak terhanyut, maka tak akan ada kisah sepatu kaca nan ditinggalkan sebab terburu-buru. Andai sepatu kaca ini tak ditinggalkan sedemikian rupa, pangeran tak akan pernah mengetahui jati diri Cinderella nan sesungguhnya. Andai Cinderella tak berlari, mungkin pangeran akan kecewa sebab pada saat pesta, ia sudah menyadari bahwa nan dicintainya hanyalah gadis biasa.
Ketika sang pangeran sudah kehilangan Cinderella, gadis bersepatu kaca nan ditemuinya di pesta, nan ada dalam benaknya hanyalah menemukan Cinderella kembali, apa pun nan terjadi. Begitu pula, ketika Pangeran sudah dibuat putus harapan sebab sekian perempuan di negerinya cuma haus kekuasaan dan ketampanannya, ia tidak berharap banyak.
Momen menemukan Cinderella di saat-saat terakhir menunjukkan pesan moral nan kuat dalam kisah Cinderella: bahwa nan paling primer ialah cinta nan apa adanya. Cinderella awalnya berubah menjadi sosok nan bukan dirinya sendiri, datang ke pesta dengan gaun indan dan sepatu kaca. Namun, pangeran tampan toh menemukannya dalam keadaan dirinya nan sebenarnya, seorang gadis biasa.
Demikian pula sang pangeran. Ia melepas label kebangsawanannya buat mencari Cinderella. Ia tak malu atau memutuskan buat pergi ketika menyadari Cinderella bukanlah siapa-siapa. Dalam hal ini, cinta nan tuluslah nan mempersatukan mereka. Keajaiban nan dilakukan ibu peri buat membantu Cinderella ialah salah satu kunci awal proses verifikasi cinta sejati ini.
Kisah Tinker Bell - Peri Nakal dalam Peter Pan
Kalau ibu peri dalam kisah Cinderella memiliki kemampuan buat mengubah nasib Cinderella, lain halnya dengan peri lain, yaitu peri Tinker bell dalam kisah Peter Pan . Tinker bell berkomunikasi dengan suara nan bagaikan bunyi lonceng berdenting bagi mereka nan tak mengenal bahasa peri.
Tinkerbell bukan peri layaknya ibu peri nan terlihat tenang. Tinkerbell kadang mampu marah berlebihan, mudah cemburu, usil, dan kadang melakukan hal-hal berbahaya buat Wendy nan dianggapnya berpeluang merebut Peter Pan darinya. Sebaliknya, buat Peter Pan nan dicintainya, Tinkerbell mewujudkan diri sebagai sosok baik; seringkali Tinkerbell membantu Peter Pan mengatasi masalah.
Perilaku Tinkerbell nan mudah meledak di satu sisi dan lembut di sisi lain, dijelaskan dengan detail dalam novel Peter Pan nan diberi judul Peter & Wend karya J. M. Barrie (1911).
Disebutkan bahwa alasan labilnya Tinker Bell sang peri lebih didasari oleh fenomena bahwa ia tak mampu memiliki dua perasaan sekaligus dalam satu waktu. Maka, ketika ia bahagia, peri Tinker Bell hanya merasakan kebahagiaan, dan sebaliknya: ketika marah atau cemburu kepada Wendy hanya merasa marah semata.
Meskipun terlalu protektif pada Peter Pan, bukan berarti Tinker Bell dursila kepada teman-teman Peter Pan nan lain. Dikisahkan, Tinker Bell memiliki bubuk peri nan mampu menolong teman-teman Peter Pan buat terbang.
Secara umum, Tinker Bell dapat dikatakan sebagai satu tokoh nan keluar dari pakem "peri" nan senantiasa baik terhadap tokoh protagonis dalam sebuah cerita. Oleh Walt Disnye, imej Tinker bell dibuat sedemikian rupa; berambut pirang dengan dua sayap di punggung, dan berpakaian nan cukup seksi buat tokoh peri dalam film anak-anak. Dampak imej Tinker Bell sang peri mungil nan terlalu seksi ini, Walt Disney pernah mendapatkan kritik nan cukup serius.