Suku Jawa - Dicintai dan Dibenci
Budaya Jadi Icon Sebuah Bangsa
Suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar nan berdiam di negara Indonesia. Sebagai buktinya, kemana pun Anda melangkah kan kaki ke bagian pelosok penjuru negeri ini, Anda niscaya akan menemukan suku-suku Jawa nan mendiami kawasan tersebut meskipun terkadang jumlahnya minorotas.
Suku Jawa hampir menyebar merata di seluruh pelosok tanah air. Tak hanya sebab keragaman budaya Jawa nan cukup menjadi icon bangsa Indonesia pada taraf budaya nasional, namun juga keramahtamahan khas suku ini juga menjadi kesan nan cukup mendalam di hati para wisatawan asing nan berkunjung ke Indonesia.
Mengenal lebih dekat karakter dan sikap nan khas dari masyarakat Jawa merupakan salah satu cara cepat Anda memahami adat istiadat dan kebudayaan salah satu budaya daerah nan menjadi cikal bakal lahirnya kebudayaan nasional.
Pengetahuan Anda tentang karakter dan adat istiadat nan khas dari sebuah suku bangsa, akan memudahkan Anda berteman dan berinteraksi dengan suku-suku tersebut, di samping juga akan meningkatkan pengetahuan Anda tentu budaya dan adat istiadat. Mempelajari budaya berarti ikut serta dalam menjaga kelestarian kebudayaan daerah tersebut.
Apa pentingnya sebuah budaya bagi bangsa? Budaya ibarat simbol nan sekilas menjadi icon pengenal sebuah bangsa. Sebut saja misalnya suku Jawa telah memberikan salah satu andil icon keramahtamahan Indonesia di mata global internasional, maka global internasional akan mengenal Indonesia secara holistik sebagai sebuah negara nan ramah taman. Demikian juga budaya-budaya dari suku bangsa lain nan disumbangkan akan menjadi icon pengenal bangsa Indonesia di mata global internasional.
Karakter Tradisi Suku Jawa
Bagi Anda nan ingin mengenal karakter suku Jawa secara lebih dekat, berikut ini diantara karkter tersebut;
- Suku jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan, menyembunyikan perasaan alias tak suka langsung-langsung, menjaga etika berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataan maupun objek nan diajak berbicara. Bahasa Jawa ialah bahasa berstrata, memiliki berbagai strata nan disesuaikan dengan objek nan diajak bicara.
Suku Jawa umumnya mereka lebih suka menyembunyikan perasaan. Menampik keinginan hati demi sebuah etika dan sopan santun sikap nan dijaga. Misalnya saat bertamu dan disuguhi hidangan. Karakter khas seorang nan bersuku Jawa ialah menunggu dipersilahkan buat mencicipi, bahkan terkadang sikap sungkan mampu melawan kehendak atau keinginan hati.
Jika Anda bergaul dengan orang Jawa, jangan sedih bila apa nan Anda sajikan hanya dimakan sedikit atau mungkin tak dicicipi sama sekali. Sebab itu terkadang merupakan bagian dari insting kesukuan nan inheren pada diri rekan Anda. - Soal etika, suku Jawa memang sangat menjunjung tinggi persoalan nan satu ini. Baik secara sikap maupun berbicara. Untuk berbicara, seorang nan lebih muda hendaknya menggunakan bahasa Jawa halus nan terkesan lebih sopan.
Berbeda dengan bahasa nan digunakan buat rekan sebaya maupun nan usianya di bawah. Demikian juga dengan sikap, orang nan lebih muda hendaknya betul-betul mampu menjaga sikap etika nan baik terhadap orang nan usianya lebih tua dari dirinya. - Suku Jawa itu sendiri terdiri dari berbagai macam jenis tergantung pada lokasi daerah mereka berdiam. Biasanya secara lebih spesifik lagi, setiap suku Jawa tersebut memiliki ragam kebudayaan nan lebih khas lagi, baik soal bahasa, adat kebiasaan, makanan khas dan sebagainya.
Berkeliling ke Pulau Jawa akan membuat Anda tahu dan kaya pengetahuan tentang karakter khas tiap suku Jawa nan mendiami daerah tertentu.
Suku Jawa - Dicintai dan Dibenci
Bicara tentang suku Jawa, akan ada banyak sekali hal positif dan negatif nan akan kita temukan dari suku nan menempati populasi terbesar di Indonesia ini. Mengingat dominasinya di Indonesia, segala hal nan positif dan negatif berkaitan dengan suku Jawa itu juga memengaruhi karakter Indonesia secara keseluruhan. Apa dan siapa sebenarnya suku Jawa itu? Tulisan ini akan mencoba sedikit membahas dan menyuguhkannya ke hadapan Anda.
Suku Jawa ialah suku nan dominan di Indonesia. Hampir separuh etnis di Indonesia (sekitar 41,7%) ialah etnis Jawa. Mereka berasal dari pulau Jawa bagian tengah dan timur, tetapi mereka juga menyebar di berbagai daerah dan pulau lain, hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sub-suku Jawa ada di kawasan sekitar gunung Bromo nan disebut suku Tengger, dan kawasan Banyuwangi nan disebut suku Osing.
Agama dan Kepercayaan Suku Jawa
Penganut agama Islam masih mendominasi suku ini, namun jumlah penganut agama Kristen dan Katolik juga tak dapat dikatakan kecil. Agama Buddha dan Hindu juga mendapatkan porsi di suku ini. Memang, suku Jawa merupakan suku nan terbuka, sehingga meski berasal dari suku bangsa nan sama namum cara berpikir mereka sangat beragam.
Jauh sebelum agama dari luar masuk ke Indonesia, sebenarnya masyarakat Jawa telah memiliki agama orisinil mereka, nan disebut Kejawen. Ajaran Kejawen sangat menekankan pada keseimbangan, dan tak pernah terikat pada anggaran nan kaku. Genre spiritual ini sangat kaya sebab melingkupi tradisi, seni, budaya, dan pandangan filosofis masyarakat Jawa.
Biasanya, dibarengi dengan "laku", nan disimbolkan dengan benda-benda nan dianggap mewakili budaya Jawa, seperti keris, bunga-bunga tertentu, tempat-tempat eksklusif nan dianggap sakral, dan lain sebagainya. Maka, tidak jarang, jika Kejawen sering diasosiasikan dengan klenik.
Seiring perkembangannya, Kejawen mengalami sinkretisme dengan agama-agama nan datang dari luar, sehingga muncullah golongan Islam Kejawen, Katolik Kejawen, dan sebagainya. Satu nan pasti, masyarakat Meski genre kejawen telah mengalami sinkretisme, namun masyarakat Suku Jawa masih banyak sekali nan mempercayai hal-hal berbau klenik. Sebagai contoh ialah ketika munculnya kenyataan dukun cilik Ponari dengan batu ajaibnya.
Stratifikasi Sosial Suku Jawa
Seorang antropolog Amerika nan kondang, Clifford Geertz, dalam penelitiannya pada 1960-an, membagi masyarakat Jawa menjadi santri, abangan, dan priyayi. Para penganut Islam nan taat dianggap berada di kelompok santri, sementara kaum bangsawan termasuk dalam golongan priyayi, dan penganut Islam kejawen dianggap sebagai kaum abangan.
Akan tetapi, teori ini kemudian mendapat banyak sekali kritik sebab dianggap mencampuradukan kelompok sosial dengan kelompok kepercayaan. Di samping itu, pengelompokan itu juga tak dapat digunakan buat mengelompokkan orang nan datang dari luar Jawa.
Kesenian Suku Jawa
Kesenian masyarakat Jawa banyak dipengaruhi oleh tradisi Buddha dan Hindu. Cerita wayang sebagian besar diadaptasi dari epik Mahabarata dan Ramayana. Selain itu, karya seni masyarakat Jawa nan terkenal ialah batik, keris, dan gamelan. Gamelan ialah seperangkat alat musik tradisional Jawa nan dimainkan bersama-sama, mirip seperti orkestra.
Suku Jawa dan Jawanisme
Karakter masyarakat Jawa sangat feodalistik. Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan kondang, mendefinisikannya sebagai ketaatan membabi buta pada kekuasaan. Sisi positifnya, masyakarat Jawa masih menghormati raja mereka, dan kedudukan raja bukan sekadar simbolis di era modern ini, melainkan masih memiliki kekuasaan dan kekuatan. Hal ini memungkinkan budaya Jawa dan tradisinya masih terjaga dengan apik hingga hari ini, meski sudah mengalami banyak pengeroposan juga di sana-sini.
Sisi negatifnya, Jawanisme ini dianggap sebagai biang kerok nan membentuk mental bangsa Indonesia menjadi mental "buruh". Ia dianggap penyebab terbesar suburnya kolonialisme dan imperialisme selama berabad-abad, bahkan hingga kini. Masyakarat Jawa nan terlalu mengagung-agungkan kekuasan itu dianggap mematikan budaya kritis dengan tetap mendukung kekuasaan nan pincang, sebab mereka cukup nyaman dengan menjadi "penjilat" dan mendapatkan banyak laba dari situ.
Feodalisme Jawa ini juga dianggap masih terasa hingga hari ini, apalagi mengingat hampir semua presiden RI ialah orang-orang Jawa. Dan, betapa pun pincangnya pemerintahan mereka, mereka tetap mendapatkan dukungan dari sebagian besar masyarakat nan lebih suka mencari aman. Mungkin ini sinkron dengan prinsip hayati orang Jawa nan mengagungkan harmoni, dan sebisa mungkin menghindari konflik.
Tak heran jika predikat suku nan paling mendominasi di Indonesia ini, baik secara kuantitif maupun kualitatif, menjadikan suku Jawa banyak mendapat pujian, tetapi juga tidak pernah sepi dari kritikan, baik nan datang dari suku bangsa lain atau dari orang Jawa sendiri.
Bahasa Suku Jawa
Mayoritas suku Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa tutur sehari-hari. Sebagiannya lagi dari suku Jawa menggunakan bahasa Indonesia bercampur bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Jawa memiliki anggaran disparitas kosakata dan intonasi berdasarkan pada interaksi pembicara dan versus bicara. Hal tersebut dikenal dengan istilah unggah-ungguh .
Aspek kebahasaan suku Jawa memiliki pengaruh sosial nan kuat dalan budaya suku Jawa. Hal itu membuat suku Jawa atau orang Jawa biasanya sadar terhadap status sosialnya di masyarakat. Bahasa Jawa memiliki banyak variasi atau dialek. Dialek bahasa Jawa dibagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama atau disebut kelompok barat terdiri atas bahasa Jawa dialek Cirebon, bahasa Jawa dialek Tegal, bahasa Jawa dialek Banyumas, dan bahasa Jawa dialek Bumiayu. Kelompok kedua atau dikenal dengan kelompok tengan terdiri atas bahasa Jawa dialek Pekalongan, bahasa Jawa dialek Semarang, bahasa Jwa dialek Yogyakarta, dan bahasa Jawa dialek madiun.
Selanjutnya, kelompok ketiga dalam dialek atau variasi bahasa Jawa dikenal dengan nama kelompok timur. Kelomok timur ini terdiri atas bahasa Jawa dialek Surabaya, bahasa Jawa dialek Malang, bahasa Jawa dialek Jombang, dan bahasa Jawa dialek Banyuwangi.
Ada hal menarik terkait bahasa Jawa. Menurut beberapa kalangan, salah satu bahasa daerah nan berkembang di Indonesia nan akan bertahan sangat lama ialah bahasa Jawa. Mengapa? Karena masyarakat Jawa memiliki kebanggaan nan luar biasa terhadap bahasanya. Di manapun masyarakat Jawa berada, ketika berjumpa dengan sesama sukunya, mereka akan bertegur sapa menggunakan bahasa Jawa.
Profesi Suku Jawa
Sebagian besar orang Jawa atau suku Jawa memiliki mata pencaharian sebagai petani. Akan tetapi, diperkotaan, suku Jawa mendominasi Pegawai Negeri Sipil (PNS), BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam bidang militer pun suku Jawa cukup mendominasi.
Suku Jawa atau orang Jawa pun termasuk salah satu etnis di Indonesia yangt paling banyak berkecimpung dcalam global seniman dan model atau global hiburan. Selain itu, suku Jawa atau orang Jawa pun banyak nan menjadi buruh kasar baik di dalam negeri mapun di luar negeri.
Tokoh-Tokoh Nasional dari Suku Jawa
Suku Jawa telah menghasilkan tokoh-tokoh nan berpengaruh di Indonesia. Berikut ini daftar tokoh nan berasal dari suku Jawa.
- Gadjah Mada (Mahapatih Kerajaan Mahapahit)
- Airlangga (Pendiri Kerajaan Kahuripan)
- Sultan Agung (Raja Mataram)
- Jenderal Ahmad Yani (Pahlawan Nasional)
- R. A. Kartini (Pahlawan Nasional)
- Ki Hadjar Deantara (Pahlawan Nasional dan Bapak Pendidikan Indonesia)
- Soekarno (Presiden Indonesia pertama)
- Soeharto (Presiden Indonesia kedua)
- Megawati Soekarnoputri (Presiden Indonesia kelima)
- Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden Indonesia keenam)