Esensi Nasionalisme dalam Film “Salt”
Antara Karya Sastra dan Karya Film
Perkembangan kesusastraan, baik di Indonesia maupun di luar negeri, tak terlepas dari faktor situasi sosial, politik, dan budaya nan terdapat pada masa perkembangan negara-negara tersebut. Dalam bidang kebudayaan, termasuk di dalamnya kesusastraan, peristiwa nan cukup krusial pada masa eksklusif bisa menentukan kehidupan kesusastraan buat masa berikutnya, antara lain kesusastraan masa kini.
Sastra merupakan global multi interpretasi loka pembaca menafsirkan apa nan ada di dalam karya sastra secara bebas nan kemudian memunculkan majemuk apresiasi terhadap karya sastra, termasuk apresiasi terhadap sebuah resensi film nan juga berhubungan dengan nilai intrinsk dan ekstrinsik suatu karya.
Untuk mengetahui berbagai hal mengenai unsur budaya nan terdapat di dalam film dalam negeri dan luar negeri, berikut dihadirkan dua contoh resensi film nan keduanya sama-sama memberikan esensi perkembangan budaya dalam dua karakter film nan berbeda.
Sebuah Pertanyaan tentang Esensi Nasionalisme pada Film "Nagabonar jadi Dua"
Sebuah resensi film berjudul “Nagabonar Jadi Dua” merupakan salah satu hal nan dapat dibahas buat dapat menghubungkan antara karya sastra dan film dalam satu situasi kebudayaan nan sama.
Dalam film tersebut ada satu ideologi nan dapat diapresiasi menurut unsur intrinsiknya, yakni pemikiran nasionalisme tokoh-tokoh nan ada di dalamnya.
Film “Nagabonar Jadi Dua” merupakan sebuah film nan menawarkan esensi nasionalisme nan mungkin saat ini masih dipertanyakan oleh sebagian orang. Film ini memberikan keadaan sosial dan budaya nan berbeda melalui konflik penjajahan nan dilakukan dengan terselebung, yakni penjajahan dalam bidang ekonomi pada zaman modern.
Dalam film “Nagabonar jadi Dua”, diperlihatkan adanya penjajahan terselubung nan tanpa disadari mengandung unsur politik nan bertujuan buat menjatuhkan pribumi, yakni dengan adanya pertarungan politik dalam bidang ekonomi nan dilakukan antara perusahaan Jepang dengan salah satu perusahaan di Indonesia nan dipimpin oleh tokoh Bonaga. Pihak Bonaga nan mewakili Indonesia ini melakukan berbagai hal buat membuat pihak Jepang merasa tertarik buat bekerja sama dengannya.
Dalam film ini, diceritakan pula konflik nan juga mengandung esensi nasionalisme dengan adanya perselisihan antara Bonaga dengan ayahnya, Nagabonar. Nagabonar nan sama sekali membenci segala bentuk penjajahan menilai bahwa Bonaga melakukan sikap nan mendukung penjajahan sebab kesediaannya bekerjasama membangun hotel dengan perusahaan Jepang nan menurutnya merupakan aksi terselubung dalam mengeksploitasi kekayaan Indonesia, dalam hal ini ialah tanah nan dimiliki Nagabonar.
Sikap nasionalis nan dilakukan Nagabonar ini memiliki esensi buat menolak terang-terangan segala bentuk kerjasama dengan orang luar pribumi.
Sikap Bonaga nan juga memunculkan asumsi bahwa ia mau bekerjasama dengan perusahaan Jepang buat mengeksploitasi kekayaan negaranya sendiri ini juga sebenarnya menyimpan sikap nasionalis tersendiri nan kemudian diungkapkan oleh Bonaga kepada ayahnya akan maksud kerjasamanya dengan perusahaan Jepang tersebut, yakni memberikan lapangan pekerjaan buat orang-orang pribumi nan mayoritas berstatus sebagai pengangguran sebagai cara mempertahankan kehidupan masyarakat negara Indonesia.
Sikap nasionalisme nan diwujudkan dengan cara nan berbeda ini sebenarnya memberikan pengetahuan kepada penonton mengenai sikap kita selaku manusia berbangsa dan bernegara dalam menyikapi segala bentuk penjajahan.
Sikap tersebut merupakan sebuah pilihan nan diajukan oleh pembuat skenario kepada kita buat secara cerdas memilih cara nan tepat dalam menganalisis sebuah penjajahan nan datang baik secara disadari maupun tak sebagai sebuah pendekatan supaya kita bisa mengetahui langkah-langkah nan harus dilakukan buat membuktikan sikap nasionalisme nan kita yakini sehingga kita bisa mempertahankan kepribumian kita.
Sementara itu, esensi nasionalisme nan ditawarkan dalam film Nagabonar jadi Dua, justru sikap Nagabonarlah nan lebih dapat membuat pihak penjajah lebih menghargai kedudukan pribumi.
Kembali kepada esensi nasionalisme, karya tersebut sebenarnya memberi kita sebuah pertanyaan tentang apakah itu nasionalisme? Dan bagaimana cara kita melakukan sebuah sikap nan menunjukkan adanya rasa nasionalis dalam diri kita sebagai manusia berbangsa dan bernegara nan tentu saja ingin mepertahankan kemerdekaan negara dari segala bentuk penjajahan, baik penjajahan nan dilakukan secara nyata maupun terselubung seperti contoh nan terdapat dalam resensi film nan dibahas ini.
Esensi Nasionalisme dalam Film “Salt”
Evelyn Salt (Angelina Jolie) seorang anggota CIA nan telah bersumpah akan selalu setia pada tugas dan menjaga kehormatan negara. Namun, difinah bahwa dia seorang agen Rusia nan akan menghancurkan Amerika.
Dia terjebak dalam sebuah konspirasi dua raksasa dunia. Amerika dan Rusia. Dia akhirnya harus berjuang buat mengembalikan kehormatannya sebagai agen rahasia, harga diri dan nama baik menjadi taruhannya.
Seorang mata-mata Rusia Orvol (Daniel Olbrychsi) sukses ditangkap oleh agen CIA. Ketika diinterogasi dia menyebutkan bahwa ada agen Rusia nan menyebutkan bahwa ada agen Rusia nan menyusup menjadi anggota CIA. Orlov mengatakan bahwa mata-mata nan menjadi anggota CIA ialah hasil didikan era perang dingin.
Orlov bercerita tentang proyek Rusia di zaman Uni Soviet pada pertengahan perang dingin sekitar tahun 70-an. Saat itu banyak anak-anak Rusia nan didogma dengan idelogi barat. Mereka belajar bahasa Inggris dan dicekoki film-film Amerika. Kemudian, mereka dikirim ke Amerika buat menjadi warga Amerika dan menghancurkan imperium Amerika dari dalam.
Salah satu orang Rusia itu ialah Evelyn Salt. Tidak ada banyak orang tahu tentang jati diri Evelyn Salt, bahkan penonton sendiri. Sampai akhir cerita, nan tahu hanya Evelyn Salt sendiri.
Evelyn Salt sukses menyusup menjadi anggota CIA. Salah satu tugasnya membunuh Presiden Rusia itu nan sedang berkunjung ke New York dalam rangka memberi penghormatan terakhir pada mendiang wakil presiden Amerika.
Namun, tanpa diduga Salt sukses membunuh Presiden Rusia. Hal ini semakin mempertegas bahwa Salt seorang pengkhianat, seorang oportunis sejati sebab ia mempunyai dua indentitas sebagai spinonse dari dua negara. Salt akhirnya menjadi buronan CIA.
Inilah sebuah film nan membuat semua orang bertanya siapakah sebenarnya Evelyn Salt, wanita agen misteri nan handal dan pembunuh cantik nan profesional.
Kita semua akan terus menarik napas panjang dari film nan berdurasi selama 100 menit ini. Film ini dipenuhi ketegangan, intrik, ledakan bom, dan desingan peluru. Kita akan melihat Angelina Jollie berakting film laga, dia akan melompat tanpa tali, berlari dan berkelahi.
Inilah sebuah film spionase, seperti Bourne. Hanya saja, Jason Bourne tak tahu jati dirinya. Lain halnya dengan Evelyn Salt nan tahu siapa dirinya. Justru penonton nan tak tahu jati dirinya dan akan menyimpulkan sendiri siapa sebenarnya Evelyn Salt.
Film spionase ini mungkin sedikit tak relevan dengan zaman sekarang nan "demam" teroris. Namun terlepas dari semua itu, film Salt layak ditonton sebab banyak teka-teki nan harus dipecahkan.
Seperti halnya suami Salt nan pakar laba-laba. Kita tentu bertanya-tanya mengapa seorang pakar laba-laba dijadikan suami Salt. Akhir cerita nan akan menjawab semua teka-teki dalam film ini.
Namun, film ini justru memberikan kembali pertanyaan sekaligus jawaban diplomatis mengenai pentingnya nasionalisme dimiliki oleh seseorang buat dapat membela negaranya sendiri.
Dari beberapa uraian nan telah aku jelaskan di atas, bisa disimpulkan bahwa tiap orang memiliki pandangan nan berbeda tentang esensi nasionalisme, bergantung pada di mana seseorang tinggal dan tumbuh dengan majemuk pemikiran di dalamnya, dan bagaimana lingkungan atau keadaan sosial, budaya, dan politik sebuah bangsa memengaruhi pemahaman seseorang akan makna nasionalisme.