Mitologi Sungai Gangga

Mitologi Sungai Gangga

Gangga dalam Bahasa India atau Ganges sebagai ejaan orang barat ialah nama sungai nan terletak di wilayah India bagian utara dan dijadikan sebagai sungai nasional masyarakat India oleh pemerintah. Nama Gangga sendiri diperoleh dari nama seorang dewi cantik jelita dalam kepercayaan Hindu nan melambangkan dewi kesuburan dan sebagai dewi pembersih dari segala dosa melalui air kudus nan keluar dari kendi nan digambarkan selalu ia bawa.

Masyarakat India nan beragama Hindu percaya bahwa mandi atau membasuh diri di Sungai Gangga pada saat nan telah ditentukan akan menghilangkan dosa-dosa dan pelanggaran nan telah dilakukan oleh manusia. Selain buat penyucian dosa, Sungai Gangga pun menjadi loka melarung (menghanyutkan) abu jenazah nan akan mengantarkan rohnya ke surga. Lalu, bagaimana dengan peradaban lembah Sungai Gangga ?



Peradaban Lembah Sungai Gangga

Selain sebab kesakralannya, Sungai Gangga terutama di sekitar lembah sungainya memiliki peranan krusial dalam sejarah India terutama dalam hal asal usul masyarakat India. Sebagaimana sejarah mencatat bangsa Arya nan tergolong dalam bangsa Indo-Jerman datang dari daerah Kaukasus lalu menyebar ke timur. Bangsa tersebut mulai memasuki India sekitar tahun 200-1500 SM, melalui sebuah celah nan diberi nama Celah Kaibar di antara Pegunungan Himalaya.

Setelah bangsa Arya ini berhasil mengalahkan bangsa Dravida di lembah sungai Indus, mereka lalu hayati menetap dan memiliki mata pencaharian sebagai peternak. Mereka memilih lembah sungai buat hayati menetap sebab lembah sungai merupakan suatu daerah nan memiliki tanah subur, dekat sumber air sehingga ideal buat dijadikan loka tinggal.

Bangsa Arya ialah bangsa penakluk, selanjutnya mereka melebarkan kekuasaannya ke lembah Sungai Gangga. Setelah mereka sukses menduduki lembah sungai ini, mereka pun terus mengembangkan kebudayaannya nan telah bercampur dengan kebudayaan bangsa Dravida. Hasil percampuran budaya ini selanjutnya melahirkan suatu kebudayaan baru nan disebut kebudayaan Hindu.



Pemerintahan di lembah Sungai Gangga

Peperangan nan terjadi di antara kerajaan kecil di sekitar lembah sungai Gangga semakin meruncing dan akhirnya memecah belah mereka. Namun, muncullah kerajaan-kerajaan baru nan meredakan konflik ini. Di antaranya ialah Kerajaan Gupta dan kerajaan Harsha.

1. Kerajaan Gupta

Kerajaan Gupta didirikan oleh Raja Candragupta I nan memiliki pusat pemerintahan di Lembah Sungai Gangga. Pada masa pemerintahan Raja Candragupta I ini, agama Hindu menjadi agama negara atau agama primer masyarakat, namun agama Buddha masih dapat berkembang. Kebijaksanaan Raja Gupta 1 dengan toleransi beragamanya saat itu patut diacungi jempol.

Puncak kejayaan kerajaan Gupta sendiri ada pada era pemerintahan Raja Samudragupta nan merupakan cucu dari Raja Candragupta 1, di mana wilayah kekuasaannya mencakup lembah Sungai Gangga dan Sungai Indus dengan ibu kota kerajaan Kota Ayodhia.

2. Kerajaan Harsha

Sekitar abad ke-7 Masehi, berdirilah kerajaan Harsha nan dipimpin oleh Raja Harshawardana. Pada masa pemerintahan Harshawardana, kesusastraan dan pendidikan berkembang pesat, pun begitu dengan perkembangan agama Buddha, apalagi Raja Harshawardana nan awalnya memeluk agama Hindu berpindah agama menjadi Buddha. Sebagai buktinya, di lembah Sungai Gangga banyak dibangun vihara dan stupa-stupa nan dipelihara dengan baik.



Mitologi Sungai Gangga

Sungai gangga merupakan sungai nan sangat disucikan oleh agama hindu. Penamaan sungai ini sendiri berkaitan erat dengan cerita Dewi Gangga. Dewi Gangga ialah seorang dewi nan bertugas buat mensucikan para roh.

Cerita mengenai Dewi Gangga sendiri ada beberapa versi atau bahasan. Dalam sastra Hindu, Dewi Gangga dianggap sebagai pengasuh atau ibu asuh dari Dewa kartikeya atau nan dikenal juga sebagai Dewa Murugan. Dewa Kartikeya ialah dewa dari putera Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Dewi Gangga juga dikenal sebagai ibu dari Dewabrata nan dikenal juga dengan nama Bisma nan merupakan salah satu tokoh nan ada pada cerita Mahabarata.

Ada sebuah kepercayaan di India nan merupakan penganut ajaran agama hindu bahwasannya suatu saat sungai gangga akan mengering bersamaan dengan mengeringanya sunga Saraswati. Peristiwa itu diyakini akan terjadi pada masa kegelapan nan juga dikenal dengan masa sekarang.

Masa sekarang ini akan berakhir nan akan digantikan dengan masa kebenaran atau lebih dikenal dengan nama Satyayuga.



Kelahiran Dewi Gangga

Ada berberapa versi tentang kelahiran Dewi Gangga dalam kepercayaan agama Hindu. Salah satu cerita tentang kelahiran Dewi Gangga ialah berasal dari air kudus di Kamandalu Brahma nan berubah menjadi seorang gadis bernama Gangga. Kamandalu Brahma ialah sebuah wadah kendi nan digunakan buat menyimpan air.

Dalam cerita lain digambarkan bahwa Dewa Brahma nan dengan takzim sedang mencuci kaki dari Dewa Wisnu. Air cucian kaki Dewa Wisnu tersebut kemudian dikumpulkan dalam Kamandalu miliknya. Cerita ini merupakan cerita nan diambil dari legenda Waisnawa.

Di sebuah cerita nan lain digambarkan bahwa Gangga merupakan puteri dari seorang raja gunung. Raja Gunung tersebut bernama Himawan dengan seorang istri Mena. Dengan silsilah tersebut maka Dewi Gangga juga dapat dikatakan sebagai adik dari Dewi Parwati. Walaupun memiliki berbagai macam versi mengenai kelahiran Dewi Gangga tetapi semua versi tersebut mengatakan bahwa Dewi Gangga lahir di Surga dengan asuhan dari Dewa Brahma.



Turunnya Dewi Gangga ke Bumi

Diceritakan bahwa ada seorang raja bernama Sagara nan memiliki sebuah keistimewaan dibandingkan dengan raja lain pada umumnya. Keistimewaan dari Raja Sagara ialah beliau memiliki anak laki-laki nan sangat banyak. Diceritakan bahwa sebab banyaknya jumlahnya ada sekitar nam puluh ribu putra nan dimiliki oleh Raja Sagara.

Hingga datang sebuah kisah tragis nan diawali dengan adanya sebuah perayaan. Raja Sagara mengadakan sebuah seremoni buat menghormati kemakmuran nan telah diraih oleh kerajaannya. Dalam upacara tersebut ada sebuah bagian terpenting dan bagian terpenting tersebut ialah seekor kuda. Upacara tersebut tak dapat berlangsung jika tanpa adanya kuda.

Di sisi lain, Dewa Indra merasa sangat cemburu akan kemakmuran nan dimiliki oleh Raja Sagara. Akhirnya Dewa Indra mencuri seekor kuda tersebut nan sebenarnya akan dijadikan sebagai bagian terpenting dari upacara. Karena tak menemukan kuda nan akan digunakan buat upacara maka Raja Sagara memerintahkan ke enam puluh ribu puteranya buat mencarinya di seluruh penjuru negeri.

Hingga pada akhirnya ditemukanlah kuda nan hilang tersebut. Kuda tersebut berada di global bawah tanah nan dikenal dengan Patala. Kuda tersebut ketika ditemukan tepat berada di depan seorang resi nan sedang bersemedi. Resi tersebut bernama Resi Kapila.

Tanpa tahu siapa nan mencuri sebenarnya, ke semua putera Raja Sagara mencaci maki resi nan sedang bersemedi tersebut. Sudah bertahun-tahun resi tersebut bersemedi dan tak pernah sekalipun membuka matanya ketika bersemedi.

Mendapatkan gangguan nan berasa berasal dari putera Raja Sagara akhirnya sang resi membuka matanya buat nan pertama kali ketika sedang bersemedia. Ketika sang mata resi terbuka dan memandang semua putera Raja Sagara. Seketika itu semua tubuh putera Raja Sagara langsung terbakar dan akhirnya semuanya meninggal global tanpa tersisa.

Semenjak itu jiwa dari roh putera Raja Sagara menjadi tak tenang dan gentayangan seperti hantu penasaran. Semua itu sebab upacara terakhir mereka nan tak pernah terlaksanakan. Lalu ada seorang nan bernama Bhagirata nan merupakan keturunan dari Raja Sagara, putera dari Dilipa.

Mengetahui nasib akan leluhurnya nan masih menjadi roh gentayangan maka Bhagirata bersumpah akan membawa Dewi Gangga buat turun ke bumi. Tujuannya ialah tak lain agar roh semua leluhurnya menjadi kudus dengan air nan dimiliki oleh Dewi Gangga. Dengan demikian para roh tersebut akan dapat naik ke surga sebab roh mereka telah suci.

Untuk mewujudkan sumpahnya tersebut, Bhagiratha menyembah Dewa Brahma agar memberikan restunya supaya Dewi Gangga mau turun ke bumi. Akhirnya Dewa Brahma pun bersedia dan memberikan restunya. Dewa Brahma pun mengutus dewi Gangga agar turun ke bumi buat turun ke global bawah agar roh leluhur Bhagiratha tersucikan oleh air Dewi Gangga.

Namun keadaan berkata lain, Dewi Gangga merasa terhina sebab harus turun ke bumi dan berada di global bawah tanah. Lalu dengan arogan Dewi Gangga memiliki keinginan buat membersihkan seluruh isi global ketika beliau turun nanti.

Membaca situasi nan genting tersebut, Bhagiratha tak tinggal diam saja. Bhagiratha pun menyembah Dewa Siwa buat mengatasi kesulitannya tersebut. Dan Dewa Siwa pun menyanggupi buat mengatasi kesombnongan nan dimiliki oleh dewi Gangga.

Ketika turun ke bumi, Dewi Gangga turun ke atas rambut Dewa Siwa. Tentu saja masih dengan sikap congkak nan dimiliki oleh Dewi Gangga. Namun Dewa Siwa tetap tenang dan akhirnya mampu menjebak Dewi Gangga dengan rambutnya lalu membiarkannya keluar hanya melalui arus kecil saja. Sentuhan kudus dari Dewa Siwa tersebut telah mensucikan Dewi Gangga nan congkak yang jemawa tersebut.

Akhirnya Dewi Gangga pun melewati global bawah tanah buat mensucikan roh para leluhur Bhagiratha tersebut. Di global bawah tanah tersebut Dewi Gangga juga membuat genre nan bercabang-cabang buat menolong jiwa nan tersesat nan berada di sana.

Usaha Bhagiratha pun tak sia-sia dan menuai hasil nan gemilang. Karena usaha dari Bhagiratha nan telah mampu membuat Dewi Gangga turun ke bumi maka sungai Gangga juga dikenal dengan nama Bhagirathi. Dan istilah Bhagirath prayatna dipakai sebagai penggambaran buat sebuah usaha nan sangat sulit.