Kuda

Kuda

Indonesia itu kaya dengan jenis transportasi darat tradisional . Di Yogyakarta ada delman nan hingga kini masih dimanfaatkan oleh banyak orang. Kuda pun menjadi tunggangan.

Di Magelang dan Lampung ada gajah nan dimanfaatkan buat mengangkut para pelancong dan juga membantu manusia mengangkut barang berat. Bagaimana dengan di Sumatera Selatan? Daerah nan cukup luas ini ternyata juga mempunyai beberapa jenis angkutan darat nan dapat dikategorikan tradisional.



Berkenalan Dengan Becak

Kita niscaya bahagia naik becak , niscaya tahu disparitas becak-becak nan berasal dari beberapa daerah di tanah air. Ada nan badannya kecil hanya muat satu orang.

Ada becak nan cukup lega tetap naiknya harus hati-hati sebab bagian pijakan kaki akan mendongak ke atas. Becak nan ada di wilayah Sumatera Selatan ini dapat dikatakan cukup bersahabat dengan penumpang.

Badan becak cukup lebar sehingga dapat muat tiga orang dengan ukuran tubuh kecil. Pijakan kakinya landai sehingga tak harus hingga abang becak mengangkat ban bagian belakang agar dapat turun dari becak.

Harga nan diminta tak terlalu mahal walaupun ternyata masih lebih mahal daripada ojek. Namun kalau naik becak bawaan nan bejibun dapat dibawa sekaligus. Tentu saja jatuhnya lebih murah.

Persaingan antar tukang becak atau abang becak ini cukup seru. Walau begitu mereka tetap mempunyai rasa setia mitra dan tak mau saling mengkhianati. Terkadang calon penumpang merasa sangat kasihan bila harus menumpang becak nan dikendarai oleh kakek-kakek nan telah berumur.

Mereka lantas mencari nan abang becak nan terlihat masih gagah. Ternyata abang becak nan dipilih itu tak mau mengangkut penumpang nan bersangkutan kalau memang gilirannya setelah abang becak nan telah renta tersebut.

Pengalaman membuktikan ternyata abang becak ini mempunyai teknik mengayuh nan istimewa. Jadi, usia dan penampilan boleh saja terlihat agak tak menyakinkan.

Tetapi dengan teknik mengayuh nan benar, sang abang becak nan telah sepuh malah tak kalah gagahnya dengan abang becak nan masih terlihat muda dan gagah.



Gerobak Alias Pedati

Transportasi darat lainnya nan dianggap tradisional nan masih sering terlihat di wilayah Sumatera Selatan ialah apa nan disebut dengan gerobak . Di daerah lain, gerobak ini mungkin disebut dengan pedati.

Gerobak ditarik oleh seekor kerbau atau sapi jantan dengan ukuran tubuh nan sangat besar dan gagah. Gerobak biasanya digunakan buat mengangkut hasil sawah dan ladang di daerah pedesaan dengan jalanan kampung nan sempit.

Terkadang gerobak ini digunakan buat mengangkut bahan bangunan seperti batu bata, pasir, kayu, dan lain-lain. Apalagi ketika ada masyarakat nan sedang mempunyai hajatan.

Gerobak menjadi salah satu alat angkut nan sangat diperlukan. Yang menjadi hambatan ialah kalau penarik gerobak ini buang air besar dan buang air kecil. Tidak ada usaha buat memasang penampung kotoran. Tidak seperti delma nan ada di Yogyakarta atau di Solo.

Pemilik delman akan membuat kantong menadah kotoran. Tak ayal lagi sepanjang jalan akan ditemui begitu banyak kotoran sapi atau kotoran kerbau. Itulah seni kehidupan di pedesaan nan masih sangat tradisional.

Namun, masyarakat ternyata santai saja menghadapi hal-hal seperti itu. Bau kotoran sapi atau kotoran kerbau itu seolah telah menyatu dengan kehidupan mereka. Mereka tak merasa terganggu sama sekali.

Mungkin bau itu dianggap sebagai bau parfum. Malah bau kotoran para penarik gerobak ini telah menjadi karakteristik khas desa tersebut hingga sekarang. Kalau tak ada kotoran sapi atau kerbau mungkin tak afdol. Entah sampai kapan hal ini berlangsung, bergantung pada kemauan masyarakat dan kesepakatan mereka sendiri.



Kuda

Di daerah pegunungan seperti Pagaralam, terkadang masih terlihat orang menggunakan kuda sebagai alat angkut. Bahkan tak sporadis kuda ini menjadi alat tunggangan biasa seperti naik sepeda motor.

Walaupun para pemilik kuda tak banyak, kuda tetap menjadi salah satu alat transportasi nan berguna. Biaya pemeliharaan kuda nan cukup mahal, malah membuat para pemilik kuda menjadi kreatif.

Mereka menggunakan kudanya sebagai alat rekreasi anak-anak. Dengan bermodalkan dua ekor kuda, pangan secukupnya, dan izin penggunaan tanah lapang, pemilik kuda ini menggelar acara menunggang kuda buat keluarga. Harga nan ditarik tak mahal. Untuk jeda 500 meter, dikenakan 5000 rupiah.

Masyarakat nan memang kurang mendapatkan hiburan, merasa sangat bahagia dengan adanya permainan menunggang kuda ini. Tentu saja hal ini tak dapat dilakukan setiap hari sebab ada pekerjaan lain nan harus dilakukan oleh para pemilik kuda tersebut. Hasil dari usaha sampingan tersebut cukup lumayan sebagai penambah makanan dan vitamin buat kuda dan majikannya.



Sepeda

Masyarakat Sumatera Selatan mungkin tak seperti masyarakat Yogyakarta nan menggunakan sepeda buat jeda nan jauh. Di Sumatera Selatan sepeda ini digunakan buat jeda tempuh nan cukup pendek atau sedang sekira satu kilometer saja.

Kalau ada nan mengayuh sepeda dengan jeda nan cukup jauh setiap hari, biasanya berasal dari tanah Jawa. Orang-orang transmigrasi nan datang dari Pulau Jawa ialah orang-orang dengan kemampuan fisik nan luar biasa.

Anak-anak sekolah masih banyak nan menggunakan sepeda. Mereka biasa beriringan dan bahkan membuat formasi seperti berbaris. Baik di perkotaan maupun di pedesaan, sepeda menjadi salah satu alat transporasi nan mudah didapatkan. Namun, tak ada ojek sepeda. Tidak seperti di wilayah Jakarta nan masih dapat ditemui para pengojek nan menggunakan sepeda.

Orang Sumatera Selatan ini tak terlalu terbiasa tak naik kendaraan jika mereka ke mana-mana. Itulah mengapa banyak sekali berbagai jenis kendaraan nan berseliweran di jalanan. Berjalan kaki buat jeda nan jauh bukan merupakan Norma masyarakatnya. Mereka biasa menggunakan bahtera atau ikut gerobak jika ke mana-mana.



Bantuan Pemerintah

Kalau dahulu semua angkutan tradisional ini boleh masuk kota, kini hanya becak dan sepeda nan masih banyak terlihat di perkotaan. Sedangkan gerobak, sudah tak digunakan lagi.

Mobil dan angkutan modern lainnya telah menggantikannya. Becak pun suatu saat akan hilang kalau tak dilestarikan. Bagaimana pun alat transportasi satu ini mempunyai kelebihan sebagai alat transportasi nan bersahabat dengan bumi.

Sebagai wujud peduli terhadap becak, pemerintah Sumatera Selatan melibatkan banyak sekali abang becak pada saat ada turnamen internasional. Misalnya pada saat Sea Games tempo hari.

Abang becak ini menjadi tulang punggung atlit nan akan memasuki arena pertandingan. Setiap abang becak diberi uang 150 ribu rupiah perhari. Mereka bekerja selama 6-8 jam sehari. Pendapatan itu cukup lumayan dibandingkan kalau mereka menanti penumpang di depan PIM (Pelambang Latif Mall).

Selain itu, tak sporadis ada perlombaan ketangkasan mengendarai becak. Berbagai rintangan dibuat agar abang becak menunjukan keahliannya dalam menunggang becak.

Untuk tak melibatkan orang nan bukan abang becak nan mencoba menjadi peserta, penyelenggara melibatkan paguyupan abang becak buat mengeceknya.