Puisi Religi Islami
Islam punya banyak penyair handal dalam menciptakan syair latif nan dituang dalam puisi religi Islami . Catatan sejarah mengabadikan nama-nama mereka, meski mereka telah tiada. Lantunan syairnya menyentak jiwa, penuh makna, kadang ada nan sulit dicerna logika. Syair-syair itu tumpah dari sanubanari paling dalam. Banyak hal nan dibahasnya. Mulai ketauhidan, kecintaan pada Allah dan Rasul, ibadah, interaksi hamba dengan pencipta dan sesama, serta majemuk hal lain. Tentu semua itu bernuansa Islami.
Puisi Religi Islami
Syair -syair itu tidak semua beraroma puitis. Ada beberapa penyair nan membuat puisinya bernada satir, menyinggung sesama, suatu kelompok atau penguasa di masanya. Sejak zaman transisi masa Jahiliyah ke masa kemunculan Islam, sudah banyak muncul penyair.
Dari nama-nama mereka, ada nan terkenal dan tidak. Dilansir dari beberapa situs, berikut para penyair dan contoh syairnya nan dituang dalam puisi religi Islami.
Amru'ul Qais bin Hujr bin Amru Kindi, penyair sejak zaman Jahiliyah. Suku Quraisy banyak berdecak kagum akan syairnya nan sering digantung di Ka’bah. Salah satu syairnya:
Beberapa malam bagai ombak lautan, menutupkan kelambunya nan pekat kepadaku secara beruntun dengan berbagai kesusahan buat mengujiku.
Maka saya bertanya kepadanya, mengapa engkau memanjangkan pertengahan malam ini, dan saya pun mengikutimu sampai akhir malam buat bangun di pagi hari .
Perhatikan, wahai malam nan panjang , tidakkah engkau menjadi terang untuk meninggalkan pagi hari, dan tidaklah terang dipagi hari melainkan menjadi hina di sisimu.
Syair itu menyiratkan majemuk badai ujian nan selalu menghampiri manusia. Untuk menghadapinya, mau tidak mau, manusia perlu sabar dan menerima ujian sebagai bagian dari hidup. Tak ada manusia nan tak diuji. Siapa pun orangnya. Kepada pembaca, Amru'ul Qais, mengingatkan agar kita selalu menerima ujian hayati itu, bagaimana pun bentuk ujiannya.
Ka'ab bin Zuhaer bin Abi Sulm, ia termasuk penyair nan pernah merasakan zaman Jahiliyah dan zaman awal keislaman. Syairnya banyak membicarakan kekagumannya pada sosok Rasulullah . Misalnya:
Sesungguhnya Rasulullah SAW bagaikan pedang nan dibuat dari negeri India nan bisa memberi cahaya di sekelilingnya, sehingga beliau diberi gelar dengan pedang nan dihunus.
Dalam suku Qurays sesorang bertanya kepada mereka, kenapa mereka masuk Islam di jantung Kota Makkah, sedangkan mereka tidak teguh menjalankan ajaran Islam.
Orang-orang penakut nan lari dari medan perang, dan mereka takut berjumpa dengan musuh.
Ka’ab bin Zuhaer, dalam syairnya, mengagumi Rasulullah. Namun, di satu sisi ia juga menyindir orang nan masuk Islam setengah-setengah. Dengan kata lain, masih menjalankan ajaran Islam tapi tak secara penuh, dan masih takut saat diajak jihad berperang.
Lain hal dengan Rasul. Selain sebagai cahaya di sekitarnya, Rasulullah juga berani tegas mengatakan nan sahih ialah benar, nan bathil itu bathil. Meski saat itu penguasaan kekuatan masih dipegang kaum Quraisy, nan terus tenggelam dalam kejahiliyahan.
Abu Tamam, tersohor pada zaman Abbasiyah I. Dalam sejarah sastra Islam, masa Abbasiyah memiliki tiga masa: periode Abbasiyah I, sastra Abbasiyah, Abbasiyah II, sastra dakwah Islami pada masa perang salib , dan Abbasiyah III sastra pada masa Andalusia. Masing-masing memiliki penyair-penyair Islam ternama di masanya. Berikut contoh goresan pena Abu Tamam:
Pedang itu lebih sahih beritanya dari pada buku- buku , pada bagian batas nan diasah antara pemisah nan sungguh-sungguh dan main-main.
Putihnya besi pedang bukanlah hitam kertas nan ditulis dalam satu keperluan dan perjanjian, pada tumpulnya pedang bisa mengungkapkan keraguan & kebimbangan.
Dan mengetahui dalam kilatan tombak nan berkilau, di sekeliling lima puluh tentara bukan pada tujuh planet nan bersinar.
Seringkali dalam menginterpretasikan makna penyair-penyair Islami terdahulu, perlu kajian dan perenungan mendalam. Banyak puisi mereka nan kadang sulit dicerna logika. Setiap puisi, banyak pula nan tidak menyinggung ibadah . Namun, sekadar membicarakan substansi dari nilai suatu ibadah tertentu.
Bila kita amati syair Abu Tamam. Seolah ia ingin membahas kejujuran dengan kajian semiotika; membandingkan pedang dengan buku. Pedang tidak pernah berdusta. Jika pedang tajam, ia langsung melukai atau membunuh, tegas. Tak seperti buku, di dalamnya penuh nilai subjektifitas. Evaluasi manusia dalam buku banyak nan sebatas persepsi. Tak semua objektif.
Siapa pun boleh menafsirkan sebuah puisi. Setiap puisi memiliki multiinterpretasi, sinkron siapa nan menafsirkannya. Apalagi jika syair nan penuh dengan kandungan semiotika. Apapun puisi dan siapa pun penyairnya, cenderung datang dari sanubarinya. Bahkan, ada nan dibuat dari hasil perenungan.
Penyair Islam dalam Sejarah
Seperti diulas di atas, dari masa ke masa Islam memiliki sastrawan handal nan tersohor di masanya. Di antara mereka banyak nan diabadikan dalam sejarah sastra dunia. Majemuk literasi kesastraan Islam baik kitab, buku atau literatur online , mencatat mereka. Antara lain:
- Abul 'Ala Alma'arri: hayati antara tahun 363-449 Hijriah
- Abul 'Atahiya Ismail: hayati antara tahun 130-211 Hijriah
- Ahmad ibnu Husain: hayati antara tahun 303-354 Hijriah
- Badruzzaman: berasal dari Iran, diperkirakan mati sekitar 1008 Masehi
- Basysyir ibnu Fatik: berasal dari Mesir , diperkirakan tersohor di abad Ke-11
- Hasan ibnu Tsabit: diperkirakan mati pada tahun 54 H
- Ibnu Zaidun: berasal dari Spanyol, diperkirakan hayati 326-362 Hijriah
- Jalaluddin Rumi: sufi besar Persia abad Ke-13
- Muhammad ibnu Hani: berasal dari Spanyol , diperkirakan hayati tahun 326-362 Hijriah
- Muhammad Iqbal: berasal dari Pakistan, diperkirakan hayati tahun 1873 Masehi
- Muhammad Qasim: diperkirakan hayati antara tahun 1054-1122 Masehi
- Muthi' ibnu Iyas: diperkirakan mati pada tahun 166 Hijriah
- Qais Majnun: diperkirakan mati pada tahun 80 Hijriah
- Rasyid ibnu Ishaq: diperkirakan lahir di Mesir pada tahun 850 Masehi
- Umar Khayyam: di masanya, ia sangat tersohor di Amerika dan Eropa .
Mengenal Rumi dan Syairnya
Dari nama-nama di atas, masih banyak penyair tersohor nan pernah dimiliki Islam. Dari nama mereka, nan kerap kita kenal di antaranya, Jalaluddin Rumi. Karya-karya penyair sufi asal Persia ini tersebar di majemuk literasi. Ia membahas aneka permasalahan lewat syairnya.
Rumi punya nama lengkap Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri. Banyak nan memberinya gelar salah satu sebagai pujangga dari Persia. Ia juga termasuk tokoh sufi berpengaruh di masanya. Lahir 30 September 1207 Masehi di Balkh, persisnya Kota Khurasan, Afghanistan. Rumi mati sekitar 17 Desember 1273 Masehi di Turki .
Ia kerap membuat goresan pena mengenai ketauhidan dan cinta . Allah Ta’ala baginya satu-satunya tujuan dan Dzat nan tak ada menyerupai dan menandinginya.
Tak hanya religius. Rumi juga dikenal sebagai penyair romantis dan puitis, dirinya sering menorehkan senandung cinta lewat syairnya nan memukau. Salah satu syairnya tentang cinta nan cukup terkenal bertajuk:
Karena Cinta
Kerena cinta duri menjadi mawar
Kerena cinta cuka menjelma anggur segar
Kerena cinta laba menjadi mahkota penawar
Kerena cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Kerena cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Kerena cinta tumpokan debu kelihatan seperti taman
Kerena cinta barah nan berkobar-kobar jadi cahaya nan menyenangkan
Kerena cinta syaitan berubah menjadi bidadari
Kerena cinta batu nan keras menjadi lembut bagaikan mentega
Kerena cinta duka menjadi riang gembira
Kerena cinta hantu berubah menjadi malaikat
Kerena cinta singa tidak menakutkan seperti tikus
Kerena cinta sakit jadi sihat
Kerena cinta amarah berubah menjadi keramah-ramahan
Siapa pun pernah mengalami jatuh cinta . Dan Rumi begitu lihai menggambarkan orang nan sedang kasmaran cinta. Olehnya cinta ditamsilkan dengan berbagai rupa dan keadaan. Karena cinta duka menjadi riang gembira . Karena cinta amarah berubah menjajdi keramah-ramahan.
Dakwah dan Hadiah Lewat Puisi Religi Islam
Para penyair dan sastrawan Islami tidak hanya didominasi global Arab . Mereka tersebar di dunia, berasal dari mana saja. Bahkan hampir seluruh ulama-ulama, kstaria, dan panglima-panglima Islam terdahulu mampu membuat syair dahsyatnya dengan majemuk tujuan: buat dakwah, mengajar/memberi ilmu, sampai memberi hadiah .
Semua konteks kehidupan mampu dibuat syair mengagumkan. Salah satu ulama nan mampu membuat gubahan syair Islami ialah Imam Syafii. Beliau menumpahkan tintanya dengan syair nan begitu latif . Tak hanya tentang nilai ketauhidan, tapi juga nilai-nilai generik dalam kehidupan.
Misalnya syair tentang hijrah, nan sangat tersohor dan sering diingatkan kembali di setiap pergantian tahun baru Islam: Hijriah. Substansi hijrah sendiri memiliki dua hakikat, yaitu hijrah fisik atau berpindah loka (merantau). Serta hijrah perubahan, berubah dari keburukan menjadi baik.
Peradaban Islami sendiri dibangun dari hijrahnya Rasul bersama Sahabat, dari Makkah ke Madinah. Bahkan Umar bin Khattab mengabadikan proses hijrah itu sebagai perhitungan tahun bagi Islam: nan sekarang kita kenal sebagai hitungan Hijriah. Berikut contoh syair Imam Syafii ihwal hijrah loka (merantau), juga pentingnya memisahkan orang baik dengan buruk:
Tidaklah berdiam di tempatnya orang-orang berakal dan mudun
Dari rehatnya dia berpisah dan dari negerinya dia mengasingkan diri
Berpergianlah, akan kau temukan pengganti nan telah engkau tinggalkan
Berusahalah, sungguh kenikmatan hayati ada pada kerasnya usaha
Sungguh saya melihat diamnya air merusakkannya, bila bergerak ia jernih
Bila tidak mengalir maka ia tidak menyehatkan
Dan singa nan tidak tinggalkan sarangnya takkan memangsa
Dan panah nan tidak terlepas dari busurnya takkan mengena
Dan matahari nan bertetap pada peredarannya
Tentu akan menjemukan manusia, baik dari ajam maupun arab
Dan biji emas tidak ada bedanya dengan biji tanah saat tercampur di tempatnya
Kayu gaharu terserak di tanah pun serupa dengan kayu bakar
Bila kau pisahkan biji emas dari tanah, maka mulia dia dan dicari
Bila kau pisahkan kayu gaharu dari kayu bakar, ia akan seharga emas .
Sungguh luar biasa. Dirinya mampu membuat syair nan berisi perumpaan orang hijrah atau merantau dengan bahasa memukau nan sarat makna. Karakteristik perubahan ialah bergerak dan mobilitas itu ditamsilkan dengan berpindah (merantau).
Imam Syafii juga mengingatkan agar kita mampu memisahkan orang-orang baik dengan nan jelek . Kenapa? Agar orang-orang baik lebih berharga, tak terkontaminasi orang buruk. Bahkan beliau juga berpesan agar kita dapat keluar dari zona nyaman. Sebab zona nyaman dapat melenakan kita hingga berdampak ketiadaan perubahan.
Dari bahasan ini, lantas bagaimana dengan sastrawan puisi religi Islami Indonesia? Negeri ini pun punya penyair Islam ternama nan kualitas puisi dan namanya turut diakui dunia.