Dunia Jurnalistik Indonesia Sekarang
Di dalam sejarah jurnalistik Indonesia , dituliskan bahwa pada jaman dahulu jurnalistik menjadi salah satu alat perjuangan kemerdekaan. Namun pada era sekarang, jurnalistik Indonesia punya fungsi nan beragam.
Beragamnya fungsi itu disebabkan kondisi bangsa Indonesia nan berbeda dengan kondisi dahulu. Pada setiap masa, global jurnalistik ndonesia mengalami degradasi dan pasang surut dalam perkembanganya.
Perkembangan media informasi dan teknologi mengalami kemajuan pesat di setiap zaman. Media-media elektronik dan cetak nan canggih menjadi faktor penyebab nan mempengaruhi kondisi perjalanan jurnalistik Indonesia.
Media cetak dan eletronik saling berasing kecepatan dan ketepatan berita. Saat ini media jurnalistik Indonesia tak hanya sebagai penyampai informasi nan aktual. Tetapi media jurnalistik punya tanggung jawab nan berat buat menampilkan fakta-fakta nan objektif dalam pemberitaan.
Jurnalistik pada jaman dahulu hanya dipahami sebagai publikasi secara cetak. Namun sekarang telah muncul media elektronik berupa radio dan televisi.
Belakangan juga berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism). Kris Budiman mengatakan bahwa jurnalistik didefinisikan sebagai upaya singkat dalam kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian warta kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Hal itu juga terjadi pada jurnalistik Indonesia.
Dunia jurnalistik Indonesia memang berkembang sinkron kebutuhan zaman. Bersifat bergerak maju dan tak statis, sebab sifat dari informasi itu sendiri nan juga terus berkembang. Pengaruh nan diterima dari jurnalistik internasional juga menjadi salah satu faktor penentu berkembangnya jurnalistik Indonesia.
Perkembangan nan paling konkret ialah ketika berbicara tentang media penyampaian. Wahana media penyampaian warta nan terjadi di sekarang ini sudah sangat beragam. Anda dapat mendapatkan warta mutakhir dari media cetak, media elektronik seperti televisi dan radio, kemudian nan paling terkini ialah media dalam bentuk jaringan internet.
Sirkulasi warta pun menjadi serba cepat. Informasi nan diberikan harus tersedia dalam 24 jam. Semua itu merupakan tuntutan zaman. Jurnalistik Indonesia pun pada akhirnya harus berkembang. Entah dari segi pemberitaan maupun proses penyajiannya. Jika tidak, dapat jadi global jurnalistik Indonesia akan tertinggal.
Berita secara tak disadari memegang peranan krusial dalam kehidupan sosial masyarakat. Bayangkan saja jika semua warta atau kejadian di negara ini tak diinfromasikan dengan baik, nan terjadi ialah ketertinggalan masyarakat Indonesia itu sendiri.
Jurnalistik Indonesia dan Sejarah
Jurnalistik atau jurnalisme secara bahasa berasal dari kata journal . Journal artinya catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, dan bias disebut juga dengan istilah surat kabar. Journal sendiri berasal dari bahas latin yaitu "diurnalis" nan berarti orang nan melakukan pekerjaan jurnalistik.
Di Indonesia, pernah dikenal istilah publisistik buat istilah jurnalisme. Istilah publisistik digunakan sebab beberapa kampus di Indonesia berkiblat pada jurnalisme di Eropa. Awal munculnya istilah jurnalistik itu berasal dari Amerika Serikat. Istilah jurnalistik kemudian menggantikan istilah publisistik. Dari sinilah istilah jurnalistik Indonesia mulai muncul dan berkembang.
Kegiatan jurnalistik Indonesia dimulai oleh Belanda pada saat menjajah negeri ini. Para pejuang kemerdekaan banyak nan menggunakan jurnalistik sebagai alat perjuangan memperebutkan kemerdekaan. Pada waktu itu telah terbit koran-koran nan menyuarakan kemerdekaan, seperti Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji. Medan Prijaji merupakan koran pertama nan terbit di Indonesia.
Sebelumnya juga pernah terbit media cetak tabloid Belanda pada 1744 bernama Batavis Novelis. Kemudian pernah juga terbit media cetak lainnya pada 1776 bernama Vandu News. Vandu berasal dari kata pandu nan berarti petunjuk.
Seiring berkembangnya jaman dan kondisi ekonomi bangsa Indonesia, pada 1854 pernah terbit media cetak Indonesia bernama Bromas Tani dan Biang Lala. Waktu itu Indonesia masih dalam masa kolonialisme. Di Surabaya pernah terbit media cetak berbentuk surat kabar, yaitu Surat Kabar Melayok pada 1856. Terbitnya beberapa media cetak tersebut menjadi langkah awal berdirinya jurnalistik Indonesia .
Pada masa-masa kemerdekaan Indonesia, mulai dikenal media radio. Saat itu dibangun sebuah stasiun radio pertama bernama RRI (Radio Republik Indonesia). Bung Tomo pernah menggunakan RRI buat mengobarkan semangat perjuangan rakyat Indonesia. Media televisi mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1962 dengan layar bergambar hitam putih. Indonesia memasuki proyek televisi pada saat menjelang ASIAN GAMES ke-IV.
Pada tanggal 13 Desember 1937 didirikan kantor warta pertama, yaitu ANTARA. Kantor warta ini digunakan sebagai kantor warta perjuangan dalam rangka merebut kemerdekaan Indonesia hingga mencapai proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, sekaligus sebagai tonggak resmi berdirinya global jurnalistik Indonesia. ANTARA dibangun oleh tiga orang pejuang jurnalistik kemerdekaan, yaitu Soemanang, A.M. Sipanhoentar, dan Adam Malik (yang akhirnya menjadi orang krusial di pemerintahan).
Sewaktu Jepang menguasai Indonesia, Koran-koran dilarang buat terbit. Namun para pejuang jurnalistik Indonesia terus melakukan upaya buat tetap menerbitkan media-media cetak. Hingga akhirnya ada lima media nan mendapatkan ijin buat terbit, di antaranya: Asia Raja, Sinar Baru, Suara Asia, Tjahaja, dan Sinar Matahari.
Masa orde baru ialah masa nan cukup suram bagi global jurnalistik Indonesia. Kontemporer banyak dilakukan pembredelan. Kontrol publikasi media dipegang oleh Departemen Penerangan dan Persatuan Wartan Indonesia (PWI) nan merupakan corong pemerintah.
Kondisi ini memunculkan reaksi dari para aktivis Insan Pers dengan mendeklarasikan Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) di Jawa Barat. Pemerintah pun segera bertindak dengan memenjarakan beberapa aktivis dari AJI. Ini merupakan sebuah pukulan bagi global jurnalistik Indonesia pada saat itu.
Kasus nan paling fenomenal pada masa Orde Baru ialah peristiwa Malari. Pada peristiwa ini, jurnalistik Indonesia seolah sedang berada di ujung tanduk. Peristiwa Malari sukses membredel sebanyak 12 media cetak. Pada peristiwa itu juga pemerintah melakukan pencabutan terhadap SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers) kepada sejumlah media massa. Media nan dicabut SIUPP-nya antara lain Majalah Tempo, deTIK, dan Editor. Ketiga media itu ditutup sebab dianggap terlalu kritis terhadap pemerintah.
Dunia Jurnalistik Indonesia Sekarang
Setelah era reformasi, barulah muncul kebebasan pers dalam jurnalistik Indonesia. Media-media baru pun bermunculan seperti jamur saat musim hujan. Muncul pula berbagai organisasi pers dan jurnalistik di luar PWI.
Media televisi juga mulai menyiarkan siaran-siaran berita. Radio-radio partikelir dan radio komunitas tumbuh subur. Namun sayangnya kebebasan jurnalistik pada saat reformasi mengalami kebablasan. Pernah muncul istilah "Koran kuning", sebutan buat media cetak nan menampilkan gambar dan warta vulgar. Jurnalistik Indonesia mulai mengepakkan sayapnya lebih lebar.
Untuk mengontrol kebebasan pers dan penyiaran, maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999 nan dikeluarkan oleh Dewan Pers. Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang penyiaran Nomor 32 Tahu 2002 melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Peraturan ini mau tak mau harus dipatuhi oleh persatuan jurnalistik Indonesia.
Jurnalistik Indonesia telah melalui tahapan nan begitu panjang. Pembredelan, pencekalan, pemboikotan warta telah menjadi hal biasa bagi global jurnalistik Indonesia. Mereka, para jurnalis, ialah orang-orang nan memiliki dedikasi tinggi buat menyampaikan informasi bagi masyarakat Indonesia.
Kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya informasi semakin meningkat. Perkembangan jurnalistik Indonesia pun menjadi satu hal nan tak dapat dihindarkan. Informasi nan sifatnya hiburan juga sudah menjadi "santapan" bagi global jurnalistik Indonesia.