Gerakan Pramuka Indonesia
Di global pendidikan seringkali sejarah Pramuka Indonesia di perkenalkan dalam suatu kegiatan ekstrakulikuler pramuka. Praja Muda Karana (Pramuka) merupakan organisasi pendidikan nonformal nan menyelenggarakan pendidikan kepanduan di Indonesia.
Praja Muda Karana memilki arti “rakyat muda nan suka berkarya”. Secara lengkap, organisasi tersebut bernama Gerakan Pramuka Indonesia. Pendidikan Kepramukaan di Indonesia merupakan salah satu segi pendidikan nasional nan dianggap penting.
Hal itu ditunjukkan dengan penyelenggaran kegiatan Pramuka di setiap sekolah dari berbagai jenjang, baik sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Selain itu, sejarah tentang Pramuka Indonesia perlu dipelajari sebab Pramuka merupakan bagian dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Berdasarkan usinya, anggota Pramuka dibedakan menjadi Pramuka Siaga (7-10 tahun), Pramuka Penggalang (11-15 tahun), Pramuka Penegak (16-20 tahun), dan Pramuka Pandega (21-25 tahun).
Selain itu, masih ada kelompok anggota Pramuka lain nan disebut dengan Pembina Pramuka, Andalan Pramuka, Korps Instruktur Pramuka, Pamong Saka Pramuka, Staf Kwartir, dan Majelis Pembimbing Pramuka.
Pramuka memiliki tujuan membina kaum muda buat menggapai potensi-potensi nan dimilikinya sepenuhnya, meliputi potensi spiritual, sosial, fisik, dan intelektual.
Potensi-potensi tersebut diasah agar anggota Pramuka bisa membentuk kepribadian dan akhlak nan mulia, menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan bela negara.
Selain itu, anggota Pramuka harus mampu meningkatkan keterampilan sehingga siap menjadi anggota masyarakat nan bermanfaat, patriot, pejuang nan tangguh, dan menjadi calon pemimpin bangsa nan andal.
Prinsip dasar Pramuka Indonesia ialah iman dan takwa kepada Tuhan nan Maha Esa, peduli terhadap bangsa, tanah air, lingkungan, dan alam sekitarnya, peduli terhadap diri pribadi, serta taat kepada kode kehormatan Pramuka.
Kode kehormatan Pramuka terdiri atas jani nan disebut Satya Pramuka dan ketentuan moral nan disebut Pengabdian Pramuka. Kode kehormatan Pramuka merupakan budaya organisasi nan melandasi sikap dan konduite setiap anggota Pramuka.
Kode kehormatan tersebut diterapkan kepada anggota berdasarkan usia serta perkembangan rohani dan jasmani anggota Pramuka. Anggota Pramuka Siaga mengenal Dwisatya, sementara bagi anggota Pramuka laiinya mengenal Dasadarma.
Sejarah terbentuknya Pramuka Indonesia dimulai dengan dibukanya organisasi kepanduan Belanda nan bernama Nederlandsche Padvinders Organsatie (NPO) pada tahuan 1912. Setelah Perang Global I, NPO kemudian namanya berubah menjadi Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) pada tahun 1916.
Hal itu disebabkan organisasi kepanduan itu memiliki kwartir nan besar di Indonesia. Pada tahun nan sama, kemudian SP. Mangkunegara mendirikan organisasi kepanduan bernama Javaansche Padvinders Organisatie (JPO). Oleh sebab itu, JPO merupakan organisasi kepanduan pertama nan dibentuk oleh orang Indonesia.
Setelah JPO didirikan, banyak tokoh nasional nan mendirikan organisasi kepanduan serupa. Itu sebab mereka melihat bahwa organisasi kepanduan memililiki semangat nan sama dengan konvoi nasional.
Dimulai dengan organisasi Muhammadiyah nan membentuk Padvinders Muhammadiyah nan kemudian berganti menjadi Hizbul Wathan (HW) pada tahun 1920. Setelah itu, disusul oleh Budi Utomo nan mendirikan Nationale Padvinders, Syarikat Islam mendirikan Syarikat Islam Afdeling Padvinderij nan kemudian berganti menjadi Syarikat Islam Afdeling Pandu (SIAP).
Selain itu, Jong Islamieten Bond (JIB) juga membentuk Nationale Islamietische Padvenderij (NATIPIJ) dan Pemuda Indonesia mendirikan Nationale Padvinders Organisatie (INPO).
Melihat banyaknya organisasi kepanduang di Indonesia, pada 23 Mei 1928, para tokoh dari masing-masing organisasi tersebut kemudian mendirikan Persaudaraan Antara Pandu Indonesia (PAPI) nan merupakan federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ, dan PPS.
Organisasi persatuan ini tak bisa bertahan lama dan digantikan dengan Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI). Kemudian muncul organisasi Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) nan dideklarasikan tokoh Pandu Kebangsaan , INPO, dan PPS.
Pada kurun 1928 hingga 1935 semakin banyak organisasi kepanduan bermunculan, baik berasaskan kebangsaan maupun keagamaan. Melihat hal tersebut, BPPKI menyelenggarakan Perkemahan Kepanduan Indonesia Generik (Perkino) pada 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan usaha mempersatukan seluruh organisasi kepanduan nan ada di Indonesia.
Namun, pada masa pendudukan Jepang, seluruh organisasi kepanduan dilarang sebab menyurakan semangat kebangsaan. Hal itu tak menyutukan semangat seluruh organisasi kepanduan buat tetap menyelenggarakan Perkino II.
Setelah masa kemerdekaan RI, seluruh tokoh organisasi kepanduan kemudian berkumpul di Yogyakarta buat membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia. Panitia tersebut membahas pembentukan satu organisasi nan akan mewadahi seluruh organisasi kepanduan di seluruh Indonesia.
Pembahasan itu lebih lanjut dibicarakan pada Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia (KKKI) di Surakarta pada 27-29 Desember 1945. Kongres tersebut sukses membentuk Pandu Rakyat Indonesia (PRI) sebagai satu-satunya organisasi kepanduan nan diakui di Indonesia.
Keputusan tersebut diperkuat oleh pemerintah dengan menerbitkan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan No. 93/Bag. A per 1 Februari 1947.
Namun, PRI mengalami masa-masa sulit setelah penyerangan kembali pasukan Belanda ke Indonesia. Di beberapa daerah nan sukses diduduki Belanda, PRI dilarang berdiri. Beberapa tokoh PRI bahkan gugur saat melakukan perlawanan terhadap Belanda, di antaranya Soeprapto.
Hingga akhirnya, masa pendudukan Belanda kedua berakhir, PRI kemudian kembali mengadakan KKKI nan kedua pada 20-22 Januari 1950. Kongres tersebut memutuskan bahwa PRI bukanlah satu-satunya organisasi kepanduan nan diakui di Indonesia.
Hal itu buat mengakomodasi organisasi-organisasi kepanduan lain nan sebelumnya redup. Keputusan itu pun diperkuat dengan keputusan Menteri Pendidikan , Pengajaran, dan Kebudyaan No. 2344/Kab. per 6 September 1951.
Hanya berselang sepuluh hari dari diberlakukan keputusan menteri tersebut, wakil-wakil organisasi kepanduan berkumpul dan mengadakan konferensi di Jakarta pada 16 September 1951.
Konferensi tersebut memutuskan buat membentuk Ikatan Pandu Indonesia (Ipindo) sebagai federasi seluruh organisasi kepanduan di Indonesia. Ipindo pun menjadi anggota organisasi kepanduan global dan mengirimkan kontingennya dalam jambore global di Makiling, Filipina, pada 1959.
Kemudian, pada tahun 1961, peristiwa krusial terjadi dalam sejarah Pramuka Indonesia. Pemerintah mengambil sikap atas banyaknya organisasi kepanduan di Indonesia, termasuk organisasi kepanduan nan tak berazaskan Pancasila.
Pemerintah pun berencana membentuk suatu organisasi kepanduan nan diakui sebagai satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia, yaitu Praja Muda Karana (Pramuka).
Rencana itu pun disetujui oleh MPRS dengan tambahan poin bahwa organisasi kepanduan harus berazas Pancasila dan pemerintha wajib melakukan penertiban organisasi kepanduan. Maka, pada tahun tersebut lahirnya
Gerakan Pramuka Indonesia
Sejarah terbentuknya Pramuka Indonesia ditandai dengan berbagai peristiwa nan saling berhubungan. Di antaranya, pidato presiden atau mandataris MPRS di hadapan para tokoh organisasi kepanduan seluruh Indonesia pada 9 Maret 1961 di Istana Negara. Hari itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Tunas Gerakan Pramuka.
Setelah itu, diterbitkannya keputusan presiden (Kepres) No. 238 Tahun 1961 per 20 Mei 1961 nan menyatakan bahwa Gerakan Pramuka Indonesia sebagai satu-satunya organisasi kepanduan nan harus menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia.
Pada saat itu, seluruh wakil organisasi kepanduan di Indonesia menyatakan bersedia buat meleburkan diri dengan nama Pramuka. Kemudian, pada 14 Agustus 1961, dilakukan pelantikan Mapinas, Kwarnas, dan Kwarnari di Istana Negara. Di hari nan sama juga, diselenggarakan penganugerahan panji-panji Gerakan Pramuka. Maka, hari itu disebut sebagai Hari Pramuka.