Antropologi dan Kecerdasan Emosional

Antropologi dan Kecerdasan Emosional

Antropologi ialah ilmu nan mempelajari segala aspek nan berhubungan dengan manusia, mulai dari aspek fisik hingga nonfisik. Antropologi juga merupakan salah satu bidang studi nan dipelajari di SMA bagi mereka nan mengambil konsentrasi ilmu sosial.

Itu sebabnya tidak salah juga bila ada beberapa orang nan berpendapat bahwa antropologi hanya krusial dipelajari oleh mereka nan mengambil konsentrasi ilmu sosial, sedangkan bagi nan mengambil konsentrasi ilmu eksak, antropologi dianggap tak penting. Padahal, antropologi ialah ilmu nan krusial buat dipelajari oleh siapa pun dan dari golongan usia berapa pun. Bukankah berhubungan dengan manusia itu sebenarnya jauh lebih sulit daripada berhubungan dengan mesin atau angka?



Antropologi dan Toleransi

Apa hubungannya antara antropologi dengan toleransi antar sesama manusia? Tentu saja ada dan sangat erat kaitannya. Saat ini, keributan nan melibatkan suku, agama, bahkan negara bukanlah hal nan aneh lagi. Setiap saat, bila kita melihat tayangan televisi atau membaca surat kabar, pemandangan seperti pembantaian suku eksklusif terhadap suku lainnya atau umat beragama eksklusif terhadap umat beragama lainnya, ialah hal nan biasa.

Atau tidak perlu jauh-jauh, lihat saja lingkungan sekitar, hanya sebab disparitas pendapat, dua orang tetangga dapat adu mulut hingga bermusuhan dan membawa-bawa nama suku dan agama. Padahal, tidak ada satu agama mana pun dan ajaran leluhur dari suku mana pun nan menganjurkan buat memusuhi agama atau suku nan berbeda. Namun, nan terjadi sebaliknya. Disparitas tak dianggap sebagai kekayaan, melainkan sesuatu nan mengancam dan harus dibumihanguskan.

Di lingkungan nan paling kecil dari tatanan masyarakat, yaitu keluarga, antropologi juga berperan penting. Suami dan istri nan berasal dari lingkungan nan berbeda dapat bersitegang hingga bercerai hanya sebab masalah intonasi suara, misalnya. Ambil saja contoh sang istri berasal dari lingkungan nan dekat pantai sehingga sudah terbiasa dengan intonasi nan keras. Sebaliknya, sang suami berasal dari daerah gunung nan notabene terbiasa dengan intonasi lembut. Dua orang manusia berbeda karakter tersebut kemudian dipertemukan dalam forum pernikahan. Dua-duanya sama-sama baik, hanya berbeda karakter.

Sang istri hampir selalu menggunakan intonasi keras dan kasar, begitu pikir suami. Sebaliknya, sang suami dianggap seseorang nan berkepribadian sensitif dan terlalu lembut, begitu pikir istri. Bila kedua belah pihak tak dapat saling mengerti, bukanlah hal nan tak wajar bila perceraian akan terjadi. Coba semisal suami dan istri tersebut sama-sama saling memahami, tentu pertengkaran nan berujung perceraian tak akan terjadi.

Lalu, apa hubungannya dengan antropologi? Tentu saja ada. Bukankah antropologi ialah ilmu nan mempelajari segala macam nan ada hubungannya dengan manusia. Setidaknya, seseorang nan sudah belajar atau pernah membaca buku-buku bertema antropologi akan lebih dapat mengerti dan memahami bahwa setiap daerah memiliki karakter nan berbeda-beda. Pada akhirnya, orang tersebut akan lebih dapat bertoleransi.



Bagaimana Belajar Antropologi?

Teori Belajar

Belajar antropologi dapat melalui dua jalur, yaitu teori dan praktik. Yang paling bagus ialah dengan mengombinasikan kedua cara tersebut.
Belajar antropologi secara teori dapat dilakukan dengan membaca buku-buku nan berhubungan dengan kebudayaan antar suku dan negara. Masing-masing kebudayaan memiliki karakter dan alasan kenapa memiliki karakter seperti itu. Misalnya, Suku Jawa dan Sunda terkenal dengan kelembutannya, mengapa demikian? Pun dengan suku Sumatera nan terkenal dengan keuletan dan kerja kerasnya. Mengapa juga demikian? Langkah bijak kita ialah dengan mengambil sisi positif dari setiap karakter suku atau bangsa nan paling menonjol buat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Semakin banyak surat keterangan kita akan semakin mudah menerima perbedaan.

Saat ini, banyak sekali buku-buku nan berkaitan dengan budaya. Buku travelling misalnya, dapat juga kita jadikan surat keterangan buat mengetahui karakter suku atau bangsa pada suatu tempat. Atau dapat dari buku kuliner daerah, kita juga dapat mengambil konklusi secara generik bagaimana karakter dari daerah tersebut. Misalnya, bila makanan khas daerah tersebut pedas, itu artinya secara generik orang-orang di daerah tersebut memang berkarakter keras. Begitu pun sebaliknya.



Praktik

Cara belajar antropologi tidak hanya teori, tapi juga praktik. Kita dapat mengamati dan mempelajari karakter setiap manusia dari lingkungan pergaulan kita. Bukan buat kita salahkan atau jelekkan, namun sekadar sebagai bahan perenungan dan pembelajaran bahwa setiap manusia memang berbeda. Ketika kita bergaul dengan karakter orang nan keras dan bila bicara terkesan ceplas-ceplos, kita tidak dapat menyalahkannya begitu saja. Mungkin saja teman kita tersebut memang berasal dari lingkungan nan keras.

Pun ketika kita bergaul dengan orang nan berkarakter lembut, kita tidak serta merta terlalu hiperbola memujanya sebab orang nan berkarakter lembut pun niscaya juga punya kelemahan. Semakin banyak surat keterangan praktik nan dimiliki, kita akan semakin sadar bahwa lagi-lagi kita memang berbeda.



Antropologi dan Kecerdasan Emosional

Di atas, sudah dituliskan bahwa lebih mudah berteman dengan mesin dan angka daripada dengan manusia. Hal itu sebab manusia memiliki hati nan dapat berubah setiap saat. Ilmu antropologi nan kita pelajari baik secara teori dan praktik akan membantu kita buat meningkatkan kecerdasan emosional. Semakin sering emosi kita diaduk-aduk, maka semakin bijaklah kita, tentu bila kita menyikapinya dengan sikap positif.

Hal itu terbukti bahwa orang nan sering berteman dengan orang lain nan berbeda karakter biasanya lebih bijak daripada orang nan hanya berteman dengan orang-orang nan berkarakter sama dengan dirinya. Pun dengan orang-orang nan biasa berteman dengan orang-orang nan dari majemuk jenjang dan latar belakang, biasanya juga berwawasan lebih luas daripada orang-orang nan hanya berteman dengan teman-teman dari jenjang nan sama.

Antropologi nan dipelajari secara tak langsung juga akan membentuk karakterdan mental buat percaya diri sekalipun berbeda dengan lingkungan. Mengapa harus minder ketika berbeda? Bukankah manusia memang dilahirkan buat berbeda. Mengapa harus ikut-ikutan sesuatu nan antagonis dengan hati kita, bukankah berbeda pun tak ada masalah.



Asiknya Belajar Antropologi

Sebenarnya, belajar antropologi baik teori maupun praktik itu sangat menyenangkan. Kita akan selalu dibawa pada kondisi nan dinamis. Pengetahuan kita juga akan semakin luas terkait dengan ragam karakter dan budaya manusia. Belajar antropologi ibarat melakukan penjelajahan dan penelitian pada tempat-tempat nan berbeda.



Belajar Antropologi Sejak Dini

Belajarantropologi seharusnya tak hanya dilakukan ketika dewasa atau ketika mengambil jurusan sosial, namun sebaiknya sejak dini. Bila sejak kecil seseorang sudah diajarkan akan disparitas karakter, kebudayaan, dan latar belakang manusia, maka dia akan terbiasa dengan toleransi. Ketika sudah dewasa, dia juga akan terbiasa dengan heterogenitas sehingga tak ada pemikiran buat memusuhi nan berbeda apalagi sampai menghabisi.

Dengan belajar antropologi sejak dini, seorang manusia juga akan diajarkan buat menjadi pribadi nan andal dengan karakter nan kuat dan tak mudah terpengaruh. Sekali pun berada di lingkungan nan heterogen, tapi jiwanya tetap kuat serta prinsipnya tetap teguh.
Jadi, masihkah ada nan bilang belajar antropologi itu tak penting?