Intepretasi terhadap Filsafat Estetika
Filsafat keindahan ialah cabang ilmu nan membahas masalah keindahan. Bagaimana estetika dapat tercipta dan bagaimana orang dapat merasakannya dan memberi evaluasi terhadap estetika tersebut. Maka filsafat keindahan akan selalu berkaitan dengan antara baik dan buruk, antara latif dan jelek. Bukan berbicara tentang salah dan sahih seperti dalam filsafat epistemologi.
Secara etimologi, estika diambil dari bahasa Yunani, aisthetike nan berarti segala sesuatu nan cerap oleh indera. Filsafat keindahan membahas tentang refleks kritis nan dirasakan oleh indera dan memberi evaluasi terhadap sesuatu, latif atau tak indah, beauty or ugly . Keindahan disebut juga dengan filsafat keindahan.
Filsafat keindahan pertama laki dicetuskan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1975) nan mengungkapkan bahwa keindahan ialah cabang ilmu nan dimaknai oleh perasaan.
Filasafat keindahan ialah cabang ilmu dari filsafat Aksiologi, yaitu filsafat nilai. Istilah Aksiologi digunakan buat menberikan batasan mengenai kebaikan, nan meliputi etika, moral, dan perilaku. Adapun Keindahan yaitu memberikan batasan mengenai hakikat estetika atau nilai keindahan.
Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif.
Andaikan kita sepakat dengan kaum materialis bahwa nan namanya nilai estetika itu merupakan reaksi-reaksi subjektif. Maka benarlah apa nan terkandung dalam sebuah ungkapan “Mengenai masalah selera tidaklah perlu ada pertentangan”.
Serupa orang nan menyukai lukisan abstrak, sesuatu nan semata-mata bersifat perorangan. Jika sebagian orang mengaggap lukisan abstrak itu aneh, sebagian lagi niscaya menganggap lukisan abstrak itu indah. Karena reaksi itu muncul dari dalam diri manusia berdasarkan selera.
Berbicara mengenai evaluasi terhadap estetika maka setiap dekade, setiap zaman itu memberikan evaluasi nan berbeda terhadap sesuatu nan dikatakan indah.
Jika pada zaman romantisme di Prancis estetika berarti kemampuan buat menyampaikan sebuah keagungan, lain halnya pada zaman realisme estetika mempunyai makna kemampuan buat menyampaikan sesuatu apa adanya. Sedangkan di Belanda pada era de Stijl estetika mempunyai arti kemampuan mengomposisikan rona dan ruang juga kemampuan mengabstraksi benda.
Pembahasan keindahan akan berhubungan dengan nilai-nilai sensoris nan dikaitkan dengan sentimen dan rasa. Sehingga keindahan akan mempersoalkan pula teori-teori mengenai seni.
Dengan demikian, keindahan merupakan sebuah teori nan meliputi:
- penyelidikan mengenai sesuatu nan indah;
- penyelidikan mengenai prinsip-prinsip nan mendasari seni;
- pengalaman nan bertalian dengan seni, masalah nan berkaitan dengan penciptaan seni, evaluasi terhadap seni dan perenungan atas seni.
Dari pernyataan di atas, keindahan meliputi tiga hal, yaitu, kenyataan estetis, kenyataan persepsi, dan kenyataan studi seni sebagai hasil pengalaman estetis.
Imajinasi bisa didefinisikan sebagai karya pikiran nan membantu kita menciptakan produk seni, misalnya. Kita dapat memeriksa alasan psikologis nan berbeda dan resor nan khayalan manusia tergantung. Non-musisi, misalnya, nan biasanya kurang mampu mengamati sepotong seni melalui perspektif kritis dan analitis nan sama dari pakar seni, hanyalah mampu transposing eksitasi audio nan biasanya diterjemahkan ke dalam pikiran mereka ke emosi nan kuat, menjadi gambar visual. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa non-musisi "membaca" seni melalui gambar, dengan donasi khayalan mereka.
Imajinasi Sebagai Muatan Estetika
Eksitasi afektif ambigu bisa diwujudkan sebagai lamunan pribadi, akan mampu mengikuti obyek seni. Jika tak mematuhi kredo itu, itu hanya bisa mengubah fragmen seni ke dalam gambar. Bahkan saat subjek sedang dalam proses menciptakan lingkup nan sangat pribadi sebagai bagian seni emosional sendiri, hal itu mungkin terjadi buat bidang ini melampaui batas-batas audio.
Seperti eksitasi kuat, bisa membuat sistem sensitivitas seluruh individu bergetar. Ini dapat disebut transposisi sensorik, transfer, korespondensi, dll
Hanya ada satu jenis sensitivitas bekerja dalam emosi estetika. Semangat seluruh manusia mengambil bagian dalam penciptaan semacam ini emosi. Ada bentuk apriori dari intelijen nan sensitif, sehingga buat mengatakan dan ini sebenarnya hukum generik besar kepekaan estetika.
Ada juga kecerdasan dalam tindakan, kebutuhan buat mengetahui hal-hal, buat memahami, bersama-sama dengan keterampilan intelektual dan mewakili stylizing hal. Khayalan memiliki kesamaan buat menyelesaikan dan melampaui perasaan keindahan nan didefinisikan. Di satu sisi, khayalan menyatakan adanya kesatuan seni, nan melampaui kekhususan.
Baudelaire itu mungkin sahih ketika mengatakan bahwa dalam setiap karya seni pastilah ada bagian nan hilang nan mesti dilengkapi dengan khayalan subjek keindahan itu sendiri. Setiap seni sebenarnya hanyalah merupakan salah satu aspek dan momen artistik. Pada asal usul mereka, seni ikut campur dalam semacam kebingungan sintetik, di mana bisa dibedakan buat mengekspresikan diri dalam bentuk individualitas dan spesifisitas.
Meskipun demikian, kontemplasi seni terdalam bisa cukup sering mengakibatkan tafsiran pada fragmen gambar dan juga semacam pemetaan puisi pikiran, gambar nan dipenuhi dengan senialitas. Henri Delacroix membandingkan cara mempersepsi seni dan musik pada umumnya, dengan kontemplasi religius. Ia kemudian menjelaskan bagaimana gaib eksklusif "menemukan loka berlindung" di bawah bayang-bayang Tuhan dan menolak segala sesuatu nan diberi label sebagai nan berbeda dan dipastikan.
Tapi ada gaib lain juga nan menjelaskan adanya kesan ekstasi nan diterjemahkan ke dalam visi. Kekosongan khayalan sering datang dari sikap kritis, dari memilih ketidakpedulian dan penindasan. Gaib lainnya menyingkirkan visi mereka dengan terjun ke dalam tindakan nan menghasilkan varian dari visi, yakni hasil nyata.
Di sisi lain, ada gaib nan menerima dan merangkul visi mereka. Mereka menemukan adanya hasil daya nan berguna, sesuatu nan mereka dapat belajar dari dalam rangka mengembangkan spiritual.
Visi dengan demikian bisa berfungsi buat menjelaskan, kondisi ambigu bingung dari pikiran. Dengan demikian, visi akan selalu menjadi aktualisasi diri rasa utilitarian ekstasi itu sendiri. Bagaimanapun, analogi karya khayalan dengan proses visi-menciptakan ke dalam pikiran orang mistis nan cukup menarik. Delacroix mengatakan bahwa keadaan ekstasi ialah keadaan pikiran nan pertama dan nan terutama ingin memaksakan dirinya ke jiwa manusia. Terlepas dari semua elemen nan asing dengan sifat kontemplasi itu sendiri, visi bisa dianggap sebagai aktualisasi diri dari unsur liris ekstasi itu. Karena visi bisa memuaskan kesamaan seorang gaib nan terdalam dan keinginan spiritual, mereka dibudidayakan dan mencari.
Intepretasi terhadap Filsafat Estetika
Banyak orang memiliki kesamaan buat mengasosiasikan seni dengan interpretasi tertentu, ilmu, hingga pada obyek tertentu. Dan tentu saja, karya tersebut dapat di sebut sebagai obrolan politik nan bersembunyi di dalam estetika.
Seorang Seno Gumira Ajidarma pernah berkata, apabila jurnalisme dibungkam maka sastra bicara. Artinya lebih dalam lagi, apabila bahasa vulgar di larang, maka bahasakan ketidaksepakatan politik dengan jalan estetis.
Dan sebab tak selalu berhubungan dengan kekacauan, seni bisa mengarahkan kita menuju skema eksklusif nan jelas. Dan alih-alih seni tetap menjadi imanen, seni bisa naik di depan jiwa manusia seperti semacam simbol. Simbol simbol ini membuat kisah kisah perjuangan sosial manusia menjadi sedemikian menarik di bacakan. Dan begitulah kiranya sifat dari filsafat estetika. Memberikan sisi misterius pada nan serba terlihat.