Ekonomi Islam Di Tengah Krisis

Ekonomi Islam Di Tengah Krisis

Konsep ekonomi global saat ini tengah mengalami krisis kepercayaan diri menyusul tumbangnya mendasar ekonomi beberapa negara besar. Amerika nan dianggap sebagai negara paling mapan perekonomiannya, pelan namun niscaya mulai meluncur bebas pada kehancuran. Prinsip ekonomi kapitalis nan selama ini dibanggakan kesahihannya, mulai dipertanyakan lagi. Salah satu nan dilirik ialah sistem ekonomi syariah nan menawarkan konsep keadilan bagi semua pelaku bisnis.

Dalam sistem ekonomi syariah ini, salah satu nan menonjol bertolak belakang dengan konsep ekonomi nan saat ini berkembang ialah ketiadaan sistem kembang pada transaksi ekonomi. Sistem kembang ini awalnya dikemukakan oleh Marshall, sebagai pelopor genre Klasik. Menurutnya, suku kembang dan tabungan saling berkaitan. Makin tinggi suku bunga, maka voume tabungan akan meningkat.

Dalam pendapat JM. Keyness sebagai bapak kapitalis global melalui bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money, gagasan Marshall itu dibantahnya. Menurut Keyness, volume tabungan pada dasarnya tergantung pada taraf investasi. Semakin tinggi suku bunga, maka taraf investasi akan merosot. Karena orang akan lebih memilih menanamkan kapital nan dimilikinya ke dalam bentuk tabungan daripada berinvestasi. Karena akan menghasilkan laba tanpa ada resiko.

Terlihat di sini bahwa kedua genre tersebut nampak melihat suku kembang merupakan salah satu komponen krusial dalam perekonomian. Sementara dalam perekonomian Islam, segala transaksi nan menggunakan unsur kembang atau riba, digolongkan ke dalam kategori haram atau dilarang. Sebagai gantinya, digunakanlah sistem perjanjian bagi hasil, baik laba maupun kerugian dari sebuah transaksi buat mengganti sistem bunga.

Prinsip keadilan inilah nan ditawarkan oleh sistem ekonomi syariah dalam menciptakan kesejahteraan bagi umat manusia. Bahwa manusia haruslah berusaha dalam upaya mendapatkan uang, bukan dengan mengandalkan kembang dari sebuah transaksi. Hal ini pun diakui oleh seorang Keynes dalam bukunya tersebut. Bahwa menurutnya "Suatu Masyarakat nan teratur sebagaimana mestinya",dilengkapi oleh sumber daya teknik modern nan penduduknya tak cepat bertambah harus mampu menurunkan efisiensi marjinal mdal menjadi nol dalam satu generasi.

Ini menunjukkan keyakinan Keynes akan kekurangan sistem kapitalis nan ditawarkannya, akan dapat ditutupi jika sistem kembang dihapuskan. Menurutnya, "Bila perkataan aku mengenai bahan standar berlimpahan sehingga efisiensi marjinal kapital ialah nol ini benar, mungkin hal itu cara terpantas buat membuang banyak cirri-ciri kapitalisme nan tak menyenangkan".

Pengakuan terjujur dari seorang penganut kapitalis ini mengenai keunggulan konsep ekonomi Islam, seharusnya menjadi momentum baik bagi perkembangan ekonomi Islam itu sendiri. Namun sayangnya, konsep nan begitu latif tersebut belum banyak nan menggunakannya. Pun oleh negara nan mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia.

Terdapat beberapa permasalahan nan menjadi permasalahan kurang berkembangannya sistem ekonomi Islam. Salah satu diantaranya ialah bahwa konsep ekonomi konvensional telah lebih dahulu dikenal di dunia. Sehingga masyarakat telah banyak nan terlanjur menggunakan sistem konvensional tersebut sebagai landasan menjalankan roda perekonomian mereka.

Kemapanan nan sudah dimiliki oleh sistem ekonomi konvensional menjadikan masyarakat merasa sulit buat menilai sebuah sistem baru nan ditawarkan. Meskipun pada dasarnya sistem baru tersebut membawa beberapa resep jitu buat memerangi krisis ekonomi nan saat ini mendera. Kesulitan ini juga dapat diakibatkan belum banyaknya literatur pendukung mengenai konsep ekonomi Islam itu sendiri. Dengan minimnya literatur ini, sumber informasi juga menjadi terbatas. Sehingga menghambat penyebaran informasi mengenai konsep ekonomi Islam itu sendiri. Ini terlihat dari belum banyaknya forum pendidikan nan berani mengajarkan mengenai ekonomi Islam secara khusus.

Kesulitan ketiga, ialah belum adanya negara nan dapat dijadikan acum buat sebuah praktek ekonomi Islam sebagai bagian penyelenggaraan negaranya. Akhirnya timbul semacam sikap skeptis (ragu) dari sebuah negara buat menjalankan ekonomi Islam secara total sebagai bagian dari sistem ekonomi mereka.

Dan hal terakhir nan dapat dijadikan alasan mengenai kurang berkembangnya sistem ekonomi Islam di global ialah mengenai mental dasar manusia, yaitu materialistis dan malas. Sehingga bagi mereka nan memiliki kelebihan modal, akan lebih diuntungkan dengan penerapan sistem ekonomi konvensional nan mengenal sistem bunga/ riba.

Sehingga mereka akan cukup menanamkan dana nan mereka miliki pada sebuah forum keuangan buat dibungakan tanpa perlu susah payah berpikir. Hal inilah nan menyebabkan banyaknya timbul pengangguran. Sebab, kaum pemilik kapital akan lebih memilih memarkirkan dana pada sebuah forum keuangan dan hayati dari bunganya. Ini jelas lebih menguntungkan daripada menggunakan dananya buat berinvestasi.

Akibatnya sudah jelas. Yakni makin sempitnya lapangan pekerjaan nan dapat digunakan dari dana terparkir itu sendiri. Pengangguran pun makin bertambah banyak. Dan mereka inilah sebagai korban dari sikap materialistis dan malasnya kaum pemodal nan lebih memilih buat menyelamatkan diri sendiri dan mencari laba pribadi.



Ekonomi Islam Di Tengah Krisis

Ekonomi Islam, berdasar beberapa definisi diartikan sebagai Ilmu pengetahuan sosial nan mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat nan diilhami oleh nilai-nilai Islam. Di sisi lain, Metwally dalam bukunya Teori dan Model Ekonomi Islam, mendefinisikan ekonomi Islam sebagai ilmu nan mempelajari konduite muslim dalam suatu masyarakat Islam nan megikuti Al Qur'an, Hadist Nabi, Ijma dan Qiyas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam konsep ekonomi Islam tak hanya dilandasi perhitungan duniawi semata dan perhitungan untung rugi materiil. Namun terdapat sebuah kemuliaan, sebab di dalamnya diwarnai oleh nilai-nilai religius, dan juga unsur humanisme nan mengedepankan keadilan.

Salah satunya ditunjukkan melalui kewajiban zakat. Bahwa ekonomi Islam mengakui dan menghargai serta memberi kesempatan kepada setiap manusia buat berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, itu telah jelas. Di sisi lain, ekonomi Islam juga memberikan kewajiban kepada manusia buat tetap mengingat kepada sesamanya melalui kewajiban zakat.

Inilah contoh prinsip ekuilibrium nan ditawarkan melalui ekonomi Islam nan tak terdapat dalam ekonomi konvensional nan selama ini dianut oleh sebagian besar negara. Bahwa muncul pendapat, ketika ekonomi konvensional dianut maka muncul kewajiban pajak bagi orang-orang nan terlibat didalamnya, itu hal nan dapat dijelaskan. Mengingat pajak, ditetapkan oleh negara melalui peraturan nan tak terdapat sangkut paut dengan sistem ekonomi nan dianut negara tersebut. Sementara zakat, bersifat mengikat kepada semua umat Islam, apapun prinsip ekonomi nan dianut negara tersebut dan bersifat mutlak.

Dari anggaran dasar ini sudah nampak bahwa dalam perekonomian Islam tak hanya berpikir tentang permasalahan global dan pribadi saja. Namun lebih jauh, sudah membicarakan mengenai konsep solidaritas dan juga permaslahan rohani.

Jika ini dapat diterapkan, kesenjangan perekonomian nan kini menganga sebagai dampak penerapan sistem ekonomi konvensional diharpakan dapat diatasi. Sehingga tak ada lagi asumsi bahwa si kaya makin kaya, dan nan miskin makin terpuruk. Sebab bagi kaum nan kekurangan, akan mendapatkan sebuah kesempatan memperbaiki kehidupan mereka melalui dana zakat nan memang digunakan buat kepentingan kelompok lemah tersebut. Seperti layanan rumah sakit gratis, dana sekolah, atau hal-hal lain nan bersifat sosial.

Dengan kajian sistem nan sangat latif ini, kiranya pemikiran tentang sistem ekonomi Islam kiranya perlu dimasukkan ke dalam alternatif buat menyelamatkan global dari krisis ekonomi nan saat ini menerpa. Apalagi dengan adanya perubahan di Amerika, seiring pergantian kepala negaranya tentu akan lebih memberikan angin segar lagi. Sebab, di bawah kepemimpian Obama, Amerika terlihat lebih dewasa dalam menyikapi segala hal nan berbau Islam. Berbeda manakala George W. Bush masih berkuasa, hal nan berkaitan dengan Islam selalu dikaitkan dengan masalah terorisme.

Di sisi lain, pada prakteknya sistem bagi hasil nan merupakan inti dari perekonomian Islam sudah banyak diterapkan di negera-negara Eropa, khususnya Inggris. Meskipun belum berani menggunakan nama sistem ekonomi Islam, namun dari proses transaksinya jelas mengadopsi konsep nan memang dianjurkan dalam ekonomi Islam itu sendiri. Jadi, penerapan konsep ekonomi Islam itu pada dasarnya tinggal menunggu waktu nan tepat saja.

Namun tentunya niatan ini harus diimbangi dengan kinerja konkret dari setiap negara nan menginginkan penerapan sistem ekonomi Islam itu sendiri. Semua harus bekerja keras membenahi cacat nan ada mengenai Islam itu sendiri. Hal ini khususnya buat menyikapi sikap tentangan dari kelompok nan masih berpikiran primordial dan berpikiran pendek.

Harus ada klarifikasi mengenai penerapan sistem ekonomi Islam dan pengislaman oleh pihak nan berkompeten. Sebab di Indonesia khususnya, hal nan berkaitan dengan masalah agama selalu saja berusaha buat diseret ke masalah politik. Sudah banyak kasus nan menjadi bukti akan hal ini. Salah satu nan terakhir ialah masalah Rancangan Undang - Undang Pornografi, di mana ada kelompok nan menganggap bahwa RUU tersebut merupakan pesanan dari kelompok agama tertentu.

Untuk mengatasi permasalahan seperti ini, dan dikaitkan dengan beberapa permasalahan terkaitan perkembangan ekonomi Islam nan sudah tersebut sebelumnya, terdapat beberapa langkah nan harus dilakukan. Di antaranya ialah dengan menyatukan pemikiran dari para pakar buat membuat sebuah konsep riil tentang ekonomi Islam. Dan rendezvous beberapa kepala negara nan membahasa perekonomian Islam di Jakarta ini dapat disebut sebagai sebuah langkah awal nan cerdas. Hal ini buat menyatukan visi dari kelompok negara Islam buat bersama-sama memulai sebuah pemikiran baru mengenai perekonomian mereka.

Hal lain nan dapat dilakukan sebagai kampanye mengenai ekonomi Islam ialah makin meningkatkan literature nan berkaitan dengan ekonomi Islam itu sendiri. Hal ini krusial mengingat potensi penolakan dari kelompok nan belum mengetahui mengenai bagaimana sesungguhnya konsep ekonomi Islam itu sendiri. Sehingga jangan sampai hanya sebab melihat usungan nama "Islam" dalam konsep ekonomi ini, sudah menjadikan kelompok tersebut merasa phobia.

Apalagi di Indonesia, hal ini menjadi sebuah masalah nan sangat sensitif. Adanya kekhawatiran bahwa negara ini akan dibawa menjadi sebuah negara berbasis Islam, masih sangatlah kuat. Sehingga dari para ahli harus dapat menciptakan pemahaman nan sahih tentang konsep ekonomi Islam melalui literatur sebanyak mungkin buat dapat menangkal potensi kegelisahan tersebut.

Jika ini dapat dilakukan, maka diharapkan dapat muncul pemikiran baru nan menyadari disparitas antara ekonomi Islam dan Islamisasi. Yang pada kemudian diharapkan akan melihat bahwa pemikiran mengenai ekonomi Islam ialah sama dengan pemikiran tentang konsep ekonomi nan lain seperti genre klasik atau kapitalisme. Dan deklarasi Jakarta kemarin, diharapkan merupakan sebuah langkah awal nan bagus buat terciptanya sebuah sistem ekonomi baru nan lebih manusiawi. Sehingga tak menjadikan manusia sebagai faktor kapital belaka, nan menciptakan jurang antara kaum pemodal dan pekerja. Namun lebih pada penciptaan sistem nan membawa kesejahteraan bagi semua pihak.

Namun, hal terpenting nan menjadi penentu keberhasilan dari sistem ekonomi ini ialah seberapa jernih masyarakat melihat permasalahan ini. Apakah masih saja muncul kecurigaan akan adanya misi terselubung sebuah agama? Ataukah melihat konsep sistem ekonomi Islam sebagai sebuah konsep ekonomi biasa seperti nan lain. Hanya disparitas nan muncul ialah dalam ekonomi Islam, segala sistem nan dijalankannya dilandasi nilai spiritual. Bahwa segala transaksi tak hanya dilihat dari satu sudut pandang materi belaka. Namun nilai rohani juga menjadi sebuah pertimbangan buat dijadikan panduan dalam sistem nan dijalankan tersebut.