Penelitian Tentang Petir
Petir termasuk gejala alam nan menakutkan. Lontaran kembang barah nan kemudian diakhiri dengan suara letusan keras itu, setidaknya akan menghentak dan mengagetkan. Bahaya dampak sambaran petir termasuk tinggi, sebab tak saja dapat mengancam pepohonan gosong, gedung, penyebab kebakaran sampai dengan kehilangan nyawa.
Petir di Indonesia
Kewaspadaan terhadap sambaran petir senantiasa harus tetap terjaga, terutama sebab beberapa daerah di Indonesia termasuk daerah dengan taraf sambaran petir nan tinggi. Sebagai daerah nan panas dan lembab, wilayah Indonesia termasuk nan memiliki hari guruh atau dalam bahasa ilmiah sering disebut dengan IKL nan sangat tinggi.
Bayangkan saja IKL di daerah Indonesia rata-rata 180-260 hari per tahun. Bandingkan dengan beberapa negara lain nan memiliki potensi sambaran petir nan tinggi yaitu Argentina dengan IKL 30-80, kemudian Hongkong 9-100, Brazil 40-200, Singapore 160-200 dan Malaysia angka IKLnya antara 180-260 atau setara dengan IKL Indonesia.
Indonesia nan dilalui khatulistiwa juga selain memiliki potensi sambaran nan tinggi, taraf kerapatan sambaran juga termasuk sangat besar. Hasil penelitian terakhir menyatakan bahwa daerah Indonesia memiliki kerapatan sambaran 12/km persegi/tahun. Apa artinya ini? Artinya bahwa daerah Indonesia rata-rata memiliki peluang buat terkena petir pada setiap luas areal 1 km persegi sebanyak 12 kali dalam setahun.
Dengan energi nan dihasilkan oleh satu sambaran mencapai 55 kilowatt hours, sebenarnya dapat ditampung menjadi sumber energi potensial lebih besar lagi peluang itu buat wilayah Indonesia. Dalam laporan Guiness Book of Records nan dirilis pada 1988 misalnya, di daerah Cibinong, Jawa Barat, pernah mengalami 322 sambaran petir.
Ini merupakan rekor paling tinggi nan pernah dicapai daerah Cibinong. Sejauh ini besar arus nan disebabkan oleh sebuah sambaran petir rata-rata antara 30-80 Kiloampere. Namun pernah pula ada sambaran petir nan besar arusnya mencapai 300 Kiloampere.
Terjadinya Petir
Sebagai suatu kenyataan alam, apa sebenarnya nan sedang terjadi ketika sambaran petir muncul? Pemahaman akan hal ini tentu saja menjadi sangat penting, sehingga secara sederhana dapat menghindari dari sambaran petir.
Secara sederhana sebuah sambaran petir terjadi sebab terlontarnya muatan listrik nan terjadi pada awan cumulonimbus. Terlontarnya muatan listrik ini berlangsung dampak udara nan bergerak monoton ke atas sebab adanya udara lembab dan panas nan terpancar dari permukaan laut. Itulah kenapa sambaran petir lebih banyak terjadi di daerah khatulistiwa.
Dampak dari udara nan bergerak ke atas dan muatan listrik nan terlontar, muatan negatif berkumpul di bagian bawah, sehingga muatan positif di permukaan tanah menjadi terinduksi. Lalu, terjadilah medan listrik antara tanah dan awan atau sebaliknya.
Dari illustrasi tersebut di atas, sambaran petir dapat dianalogikan sebagai sebuah kapasitor. Kapasitor merupakan komponen pasif nan menyimpan energi sesaat. Hal nan sama terjadi juga dengan petir. Sebagai sebuah kapasitor, lempeng pertama nan bermuatan positif atau negatif, terjadi di awan, dan lempeng kedua ialah bumi.
Selain adanya medan listrik antara bumi dan awan, sambaran petir juga dapat terjadi antara awan dengan awan. Artinya, awan nan satu bermuatan listrik negatif dan awan lainnya bermuatan listrik positif. Inilah nan dinamakan intercloud.
Bila medan listrik di udara dapat dilampaui dan muatan listriknya cukup besar, terjadilah lontaran kembang barah nan dinamakan petir dengan kecepatan cahaya. Tentu saja imbas merusaknya juga sangat besar.
Kenapa petir lebih sering terjadi pada musim hujan ? Terjadinya letupan kembang barah pada saat divestasi elektron baik dari awan ke bumi atau dari bumi ke awan, melalui medan udara. Ledakan petir itu terjadi ketika elektron mampu menembus isolasi udara. Pada saat musim hujan dengan kondisi udara lebih banyak mengandung kadar air, akan lebih gampang dilalui elektron, sehingga letupan petir pun lebih sering terjadi.
Penelitian Tentang Petir
Secara ilmiah penelitian tentang sambaran petir ini pertama kali dilakukan oleh Abbe Nollet, Dr. Wall dan Gray. Mereka melakukan penyelidikan tentang muatan listrik melalui ujicoba tabung Leyden. Dari hasil penelitiannya itu, Dr. Wall dan kawan-kawan menyimpulkan lontaran kembang barah nan terjadi pada sambaran petir, daya kerjanya hampir mirip dengan percikan dalam skala lebih kecil. Inilah nan terjadi pada tabung Leyden.
Untuk mengetes teori nan digagas Abbe Nollet dan kawan-kawannya tersebut, Benjamin Franklin – seorang pengamat cuaca – menggunakan sebuah tiang nan ia tancapkan di Philadelphia. Pada saat nan sama Dalibar dan De Lors melakukan hal nan sama dengan menancapkan tiang percobaan di Marly, Prancis. Dari hasil penelitiannya ini Franklin menyatakan bahwa petir sebenarnya merupakan proses divestasi muatan dari listrik statik.
Selama 150 tahun kemudian setelah Franklin melakukan ujicobanya, tidak ada perkembangan terkini dari para peneliti petir ini. Franklin kemudian menemukan alat penangkal petir berdasarkan dari hasil risetnya tentang petir nan sebenarnya lebih mengejewantahkan teori tabung Leyden nan dikembangkan Abbe Nollet, Dr. Wall dan Gray.
Penelitian tentang petir kemudian dilakukan oleh pakar teknik tenaga. Dengan menggunakan jalur transmisi tenaga, mereka meneliti tentang petir. Karena latar belakang keilmuannya di bidang teknik tenaga, dalam penelitian lanjutan dari teori Franklin ini, penelitian lebih diarahkan kepada seberapa besar jumlah energi nan didapat pada setiap lontaran petir terjadi.
Perlindungan Terhadap Sambaran Petir
Bahaya nan diakibatkan oleh petir memang tak diragukan lagi. Gejala alam nan dinilai ganas ini selalu mengancam jiwa dan mal dalam jumlah nan tak sedikit. Berbagai penelitian terus dilakukan agar dapat menyederhanakan bahaya nan diakibatkan oleh sambaran petir ini. Salah satu metoda penangkal petir nan paling sederhana namun hasilnya dinilai efektif ialah dengan menggunakan metoda Sangkar Faraday.
Metoda Sangkar Faraday dikatakan sebagai penangkal petir nan sederhana sebab prinsip kerjanya melindungi areal eksklusif dari sambaran petir dengan cara menggunakan konduktor nan kemudian dihubungkan dengan bumi. Konduktor ini melingkupi areal nan ingin dilindungi dari sambaran petir. Secara sederhana alat ini menangkap petir kemudian mengalirkannya ke bumi agar dinetralkan sehingga tak terjadi lontaran kembang barah seperti ketika melewati medan udara.
Dari hasil penelitian mutakhir, setiap divestasi muatan listrik dari sambaran petir dapat merusak, dari jeda kurang lebih 1,5 kilometer saja dapat merusak alat-alat elektronika nan sensitif seperti komputer, alat-alat telekomunikasi dan alat elektronika nan sensitif lainnya. Karena hal itulah para pakar penangkal petir selalu mencari terobosan baru, agar dapat merancang sebuah alat penangkal petir nan lebih optimal sehingga kerusakan nan diakibatkan oleh sambaran petir ini dapat ditekan seminiman mungkin.
Setelah dilakukan penelitian dan pengembangan alat penangkal petir lebih dari 60 tahun, kemudian muncul alat penangkal petir nan menggunakan prinsip Six Point Plan. Alat ini secara komersial dikembangkan oleh Erico Lightning Technologies.
Alat penangkal petir dinamakan Six Point Plan, sebab ada enam prinsip kerja primer dari alat tersebut. Langkah pertama dari alat ini ialah menangkap petir. Dalam peralatan ini terdapat sebuah sistem penerimaan lontaran petir. Setiap terjadi lontaran petir, alat ini akan bereaksi dengan menangkap sambaran dan memproteksinya termasuk ketika terjadi sambaran petir nan tinggi.
Setelah sambaran petir ditangkap, langkah kedua ialah bagaimana energi nan terjadi dari lontaran itu disalurkan ke bumi buat mencapai ekuilibrium sehingga tak terjadi percikan. Pada saat penyaluran energi dari petir tadi, alat ini akan menjaganya jangan sampai terjadi loncatan listrik sehingga dapat mengimbas ke bangunan dan manusia.
Langkah ketiga dari alat nan menggunakan six point plan ini ialah menampung petir. Sistem ini ialah berfungsi menyeimbangkan pertahanan sinkron dengan sistem nan terjadi pada tahanan bumi nan besarnya maksimul 5 ohm. Dengan demikian setiap petir nan turun, diserap secara optimal oleh bumi sehingga bisa dihindari terjadinya step potensial.
Alat ini juga dilengkapi dengan perlindungan grounding sebagai langkah keempat buat mencegah munculnya loncatan sebagai dampak beda potensial. Langkah kelima dari alat ini ialah perlindungan jalur power. Maksudnya, alat ini dilengkapi alat buat memproteksi agar tak terjadi induksi ke peralatan listrik dampak dari sambaran petir. Dan langkah terakhir ialah perlindungan jalur data, yakni alat ini akan memproteksi seluruh jalur data baik nan melalui peralatan telepon maupun melalui alat lain.