Karakter Puisi Chairil Anwar
Chairil Anwar ialah legenda sajak dan puisi Indonesia. Goresan tangannya begitu abadi tertera dalam banyak naskah. Getaran jiwanya mampu bertahan hayati selama bertahun-tahun. Ruh penciptaan nan begitu luar biasa. Ia ialah seorang penyair nan sangat peka. Semua nan ada di sekitarnya tidak akan luput dari tetesan jiwa dalam rangkaian bait kata nan indah. Rasa cinta dan rasa kasihnya membuat ia begitu mendalami apa nan digoreskannya. Tak heran orang begitu dalam tersentuh oleh rangkaian kata-katanya sebab memang Chairil Anwar menyentuh jiwa-jiwa para pembaca goresan tangannya. Teks puisi Chairil Anwar nan menggugah itu patut menjadi acuan dalam menemukan satu ruh penciptaan.
Karakter Puisi Chairil Anwar
Naskah-naskah puisi Chairil Anwar sebagian besar bisa kita jumpai pada buku-buku ajar pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Tema-tema puisi perjuangan nan ditulis Chairil Anwar, rata-rata dijadikan sebagai puisi-puisi nan dimasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Puisi perjuangan itu sangat menghentak. Bagaikan peluru kendali nan tidak akan berhenti hingga mencapai sasaran, begitupun dengan syair puisi-puisi Chairil Anwar.
Chairil Anwar selain banyak menulis puisi-puisi bertema perjuangan, juga banyak menulis puisi-puisi bertema cintanya pada para perempuan nan singgah di hatinya. Chairil Anwar mengekspresikan apa saja perasaan hatinya melalui sajak-sajak nan ia tulis. Bagaimanapun, sebagai seorang laki-laki, ia memiliki naruli buat memiliki dan dimiliki. Walau hidupnya tidak panjang, langkah goresan cinta itu panjang sekali. Entah apa nan dirasakan oleh wanita nan menjadi inspirasi Chairil Anwar ketika mengetahui tentang puisi nan ditulis buat dirinya. Rasa tersanjung niscaya ada meskipun mungkin tidak dapat menerima cinta sang penyair.
Latar belakang kehidupan keluarganya nan sedikit memiliki konflik, juga kesemrawutan gaya hayati nan ia jalani menyebabkan kondisi fisik Chairil Anwar sakit-sakitan. Kehidupan zaman dahulu dengan kehidupan zaman sekarang itu tak terlalu berbeda kalau dilihat dari sisi masalah. Hingga pada usia dua puluh tujuh nan nisbi masih cukup muda ia meninggal global sebab agresi penyakit TBC. Ia nan menjadi seorang perokok berat nan bahagia begadang, membuat tubuhnya sendiri tidak sekokoh jiwanya. Ia menyerah dengan keadaan. Sang penyair itu meninggalkan berbagai