Pemberantasan
Sadarkah Pelakunya?
Mungkinkah mereka tahu kalau itu bentuk korupsi atau mereka merasa bahwa memang begitulah hayati sehingga mereka tak merasa bersalah melakukannya. Tidak ada nan tahu persis. Tetapi nan niscaya ialah bahwa kehidupan dahulu dan kehidupan sekarang rasanya sama saja. Kini malah korupsi ini berjamaah dan diorganisir dengan baik sehingga seolah tak korupsi. Kalau dahulu nan dapat korupsi itu pegawai pemerintah. Sekarang pun begitu ditambah dengan orang lain nan juga ikut berkorupsi ria.
Kalau saja tak ada nan korupsi di negeri ini, bangsa ini mungkin telah mempunyai bandara nan sangat hebat dan jauh lebih hebat daripada bandara Changi di Singapura. Tidak hanya itu. Dapat jadi juga bahwa negara ini telah mempunyai gedung pencakar langit nan jauh lebih tinggi dan juah lebih megah dibandingkan dengan twins tower Petronas nan ada di Malaysia. Bangsa ini juga mungkin telah mempunyai universitas nan sangat bagus dengan program beasiswa bagi banyak anak cerdas nan tak berasal dari keluarga kaya.
Keberkahan pun mungkin akan lebih terasa menyelimuti bangsa nan mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Tanpa korupsi, bangsa ini mungkin telah mempunyai jalan nan sangat berkualitas dengan lebar dan panjang nan membentang dari ujung ke ujung tanah air. Fasilitas generik juga mungkin lebih canggih lagi. Taman-taman banyak bermunculan di berbagai tempat, spots hall nan bagus, dan sebagainya. Semua itu bukan mimpi sebab memang negara ini sangat kaya.
Semua kekayaan itu harusnya cukup buat seluruh rakyat Indonesia. Tetapi memang kekayaan itu tak cukup bagi orang-orang serakah nan tidak pernah puas dengan hidupnya. Setelah mempunyai satu gunung emas, manusia ini masih menginginkan satu gunung emas lagi dan seterusnya hingga manusia masuk ke dalam tanah. Keserakahan itu luar biasa sebab memang tak ada habisnya. Hanya manusia nan mau bersyukur dan merasa cukup dengan apa nan ia punyailah nan akan berhenti mencari harta ketika ia merasa telah cukup.
Sayangnya tak banyak manusia nan seperti ini. Kebanyakan malah ingin nan lebih. Lihatlah kasus seoran jenderal polisi nan korupsi miliran rupiah. Ia memperistri tiga orang wanita cantik. Istrinya nan ketiga nan berusia masih sangat muda sekira 29 tahun dibawah sang jenderal, memberikan mas kawin sebesar 15 miliar rupiah kepada sang gadis nan merupakan pemenang kontes puteri Solo. Mas kawin sebesar itu kemungkinan merupakan mas kawin terbesar di Indonesia dan mungkin dapat masuk ke dalam MURI.
Bagaimana dapat seorang jenderal polisi mampu memberikan mas kawin sebesar itu. Apalagi terbukti bahwa sang jenderal juga mempunyai 11 buah rumah mewah nan tersebar di banyak kota besar di Indonesia. Sekarang ke-11 rumah mewah itu telah disita berikut kekayaan nan dimiliki oleh istri-istrinya. Kisah asmara keduanya ternyata cukup manis. Dikatakan bahwa sang gadis mungkin memang jatuh cinta kepada sang jenderal. Sang gadis berasal dari keluarga kaya dan tak membutuhkan uang dari sang jenderal.
Digambarkan pula bahwa sang jenderal mempunyai selera berpakaian nan lumayan bagus. Ia mengenakan perlengkapan dari desainer terkenal global dengan harga nan selangit. Sepatunya pun seperti itu. Gaya pencucian uang sang jenderal dikatakan masih sangat sederhana dan gaya lama. Ia membeli banyak rumah dan uangnya dimasukan ke dalam rekening istri dan keluarganya. Kini semua telah terbongkar setelah drama pertarungan antara Polri dan KPK.
Semua menanti penanganan nan objektif dari pihak nan berwenang. Ini baru satu kasus. Kasus nan lain nan ada di berbagai kota besar lebih banyak lagi. Ada beberapa pimpinan daerah nan telah dihukum sebab kasus korupsi. Yang menyakitkan rakyat ialah bahwa setelah keluar dari penjara, mereka masih dapat mencalonkan diri lagi menjadi gubernur atau istrinya menjadi calon wakil gubernur. Apakah rakyat sudah lupa dengan apa nan telah mereka lakukan. Entahlah. Mungkin saja rakyat negara ini tak mampu belajar dari sejarah atau memang pelupa.
Sudah Kritis
Korupsi kolusi nepotisme merupakan tindakan nan sudah akut terjadi, khususnya di birokrasi-birokrasi negeri ini. Mungkin sudah sangat kritis sehingga butuh dioperasi atau dilakukan tindakan nan sangat ekstrim. Berapapun nan dikorupsi oleh para pejabat ini, niscaya bukan jumlah uang nan sedikit. Sebelum lebih jauh membahasnya, alangkan lebih baik jika dijelaskan satu persatu. Apa itu korupsi? Apa itu kolusi? Dan apa itu nepotisme?
Korupsi
Korupsi merupakan tindakan memperkaya diri sendiri, golongan, kerabat dengan cara melawan anggaran hukum. Misalnya, kasus korupsinya Gayus Halomoan Tambunan nan merugikan negara ratusan miliar rupiah. Atau dakwaan korupsinya Aulia Pohan nan merugikan negara puluhan miliar rupiah. Seseorang disebut korupsi ketika ada uang negara nan digunakan buat memperkaya diri dan atau golongannya saja.
Menyadari begitu urgent dan sulitnya menangani korupsi di negeri ini, pemerintah pada 2003 mendirikan forum nan spesifik ditujukan buat memberantas tindak korupsi nan semakin merajalela. Makanya hadir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimana ditunjuk sebagai ketuanya Taufiqurrahman Ruki.
Perjalanan KPK rupanya makin banyak tidak disenangi oleh para koruptor. Betapa tidak, dibawah kepemimpinan Antasari Azhar (pengganti Ruki), KPK mampu menangkap koruptor-koruptor kakap semacam Jaksa Urip Tri Gunawan dengan barang bukti senilai Rp 6 miliar, Arthalita Suryani, dan sebagainya. Mungkin sebab banyak pihak nan tidak suka dengan kehadiran KPK ini, makanya usaha-usaha buat menumpulkan dan mengkriminalisasi KPK semakin kencang.
Beruntung sampai sekarang forum KPK masih ada buat mengurusi masalah-maalah korupsi meski langkahnya semakin berat. Paling tak melihat KPK sekarang makin kekurangan taji dan taringnya. Manuver-manuver nan selama ini dilakukan sudah jauh mengalami penurunan. Semoga saja KPK masih kuat dan bertaring dalam menangani korupsi sebagai bagian dari korupsi kolusinepotisme.
Kolusi
Kolusi merupakan konduite atau tindakan nan memiliki kecenderungan menguntungkan relasi dengan cara menyalahgunakan kewenangan nan dimiliki. Misalnya, seorang bupati, walikota atau pejabat negara lainnya, nan membuka tender hanya secara formalitas sebab sudah ditetapkan pemenang tender, jauh-jauh hari sebelum tender dibuka.
Kolusi tidak akan terlihat secara kasat mata melainkan hanya dapat dirasakan dan dianalisis dari indikasi-indikasi nan ditumbulkannya. Dengan pemberian privilege seorang pejabat kepada pihak-pihak tertentu, membeda-bedakan para peserta tender, dan sebagainya.
Nepotisme
Nepotisme beda tipis dengan kolusi, yakni sikap atau tindakan seorang pejabat nan lebih mendahulukan atau mengutamakan keluarga, teman dekat atau kerabat dibandingkan masyarakat lainnya. Misalnya dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) biasanya praktik nepotisme ini sangat kental terjadi. Nah, keluarganya lebih didahulukan sekalipun, mungkin, ketika tes kelayakannya anggota keluarganya tersebut tidak lulus.
Pemberantasan
Inilah tantangan keIndonesiaan ke depan, yakni mencegah KKN nan praktiknya semakin merajalela saja. Lalu bagaimanakah caranya mencegah KKN ini dapat terjadi. Alangkah sedihnya menyaksikan nasib orang nan tak mempunyai keluarga nan menjadi pejabat. Ia mungkin tak akan pernah menjadi pegawai pemerintah atau BUMN. Memang banyak cara mencari rezeki. Banyak orang nan tak menjadi pegawai pemerintah malah mempunyai kekayaan nan luar biasa.
Adanya sekolah dan pendidikan spesifik nan membahas tentang KKN, merupakan salah satu terobosan bagaimana agar KKN ini tak lagi terjadi. Buakn perkara mudah sebab KKN telah menjadi suatu budaya di tanah air ini. Bahkan orang wafat pun masih harus melalukan KKN tanpa ia tahu. Kalau tidak, kuburnya akan ditindih alias akan digali lagi dan diisi jenazah lagi. Kalau mempunyai uang, dapat membayar petugas nan menjaga makam agar makam itu dijaga dengan baik.
Tidak tahu sampai kapan bangsa ini akan terbebas dari KKN. Yang niscaya ialah bahwa banyak sekali program atau kerjaan dari pihak pemerintah nan memungkinkan KKN terjadi termasuk soal pilkada. Pilkada ini ternyata menyimpan potensi KKN nan sangat besar. Semoga ke depannya bangsa ini dapat belajar lebih arif dan terbebas dari KKN.