Hikmah Cerita Rakyat Danau Toba
Setiap loka di Indonesia mempunyai kisah nan diceritakan secara turun-temurun. Salah satunya ialah cerita rakyat Danau Toba . Jika Anda belum pernah mendengar kisah asal usul danau di Sumatera Utara tersebut, berikut ini kisahnya.
Dari cerita rakyat Danau Toba kita dapat mengambil pelajaran dan pesan moral di dalamnya. Cerita rakyat ini sangat baik diceritakan buat anak-anak, terutama buat anak nan sedang memasuki masa khayalan dan peniruan. Melalui cerita anak-anak dapat menyerap informasi nan didengarnya, dan dengan donasi imajinasinya dalam menggambarkan inti cerita.
Cerita Rakyat Danau Toba
Pada zaman dahulu di suatu desa di Sumatera Utara hiduplah seorang petani bernama Toba nan menyendiri di sebuah lembah nan landai dan subur. Petani itu mengerjakan huma pertaniannya buat keperluan hidupnya.
Selain mengerjakan ladangnya, kadang-kadang lelaki itu pergi memancing ke sungai nan berada tidak jauh dari rumahnya. Setiap kali dia memancing, mudah saja ikan didapatnya sebab di sungai nan jernih itu memang banyak sekali ikan. Ikan hasil pancingannya dia masak buat dimakan.
Pada suatu sore, setelah pulang dari ladang lelaki itu langsung pergi ke sungai buat memancing. Tetapi sudah cukup lama ia memancing tidak seekor iakan pun didapatnya. Kejadian nan seperti itu,tidak pernah dialami sebelumnya. Sebab biasanya ikan di sungai itu mudah saja dia pancing. Karena sudah terlalu lama tidak ada nan memakan umpan pancingnya, dia jadi kesal dan memutuskan buat berhenti saja memancing.
Tetapi ketika dia hendak menarik pancingnya, tiba-tiba pancing itu disambar ikan nan langsung menarik pancing itu jauh ketengah sungai. Hatinya nan tadi sudah kesal berubah menjadi gembira, Karena dia tahu bahwa ikan nan menyambar pancingnya itu ialah ikan nan besar.
Setelah beberapa lama dia biarkan pancingnya ditarik ke sana kemari, barulah pancing itu disentakkannya, dan tampaklah seekor ikan besar tergantung dan menggelepar-gelepar di ujung tali pancingnya. Dengan cepat ikan itu ditariknya ke darat supaya tak lepas. Sambil tersenyum gembira mata pancingnya dia lepas dari mulut ikan itu.
Pada saat dia sedang melepaskan mata pancing itu, ikan tersebut memandangnya dengan penuh arti. Kemudian, setelah ikan itu diletakkannya ke satu loka dia pun masuk ke dalam sungai buat mandi. Perasaannya gembira sekali sebab belum pernah dia mendapat ikan sebesar itu. Dia tersenyum sambil membayangkan betapa enaknya nanti daging ikan itu kalau sudah dipanggang. Ketika meninggalkan sungai buat pulang kerumahnya hari sudah mulai senja.
Setibanya di rumah, lelaki itu langsung membawa ikan besar hasil pancingannya itu ke dapur. Ketika dia hendak menyalakan barah buat memanggang ikan itu, ternyata kayu bakar di dapur rumahnya sudah habis. Dia segera keluar buat mengambil kayu bakar dari bawah rongga di bawah rumah rumahnya. Kemudian, sambil membawa beberapa pangkas kayu bakar dia naik kembali ke atas rumah dan langsung menuju dapur.
Pada saat lelaki itu tiba di dapur, dia terkejut sekali sebab ikan besar itu sudah tak ada lagi. Tetapi di loka ikan itu tadi diletakkan tampak terhampar beberapa keping uang emas. Karena terkejut dan heran mengalami keadaan nan aneh itu, dia meninggalkan dapur dan masuk kekamar.
Ketika lelaki itu membuka pintu kamar, tiba-tiba darahnya tersirap sebab didalam kamar itu berdiri seorang perempuan dengan rambut nan panjang terurai. Perempuan itu sedang menyisir rambutnya sambil berdiri menghadap cermin nan tergantung pada dinding kamar. Sesaat kemudian perempuan itu tiba-tiba membalikkan badannya dan memandang lelaki itu nan tegak kebingungan di mulut pintu kamar.
Lelaki itu menjadi sangat terpesona sebab paras perempuan nan berdiri dihadapannya luar biasa cantiknya. Dia belum pernah melihat wanita secantik itu meskipun dahulu dia sudah jauh mengembara ke berbagai negeri.
Karena hari sudah malam, perempuan itu minta agar lampu dinyalakan. Setelah lelaki itu menyalakan lampu, dia diajak perempuan itu menemaninya kedapur sebab dia hendak memasak nasi buat mereka. Sambil menunggu nasi masak, diceritakan oleh perempuan itu bahwa dia ialah penjelmaan dari ikan besar nan tadi didapat lelaki itu ketika memancing di sungai.
Kemudian dijelaskannya pula bahwa beberapa keping uang emas nan terletak di dapur itu ialah penjelmaan sisiknya. Setelah beberapa minggu perempuan itu menyatakan bersedia menerima lamarannya dengan syarat lelaki itu harus bersumpah bahwa seumur hidupnya dia tak akan pernah mengungkit asal usul istrinya myang menjelma dari ikan. Setelah lelaki itu bersumpah demikian, kawinlah mereka.
Setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki nan mereka beri nama Samosir. Anak itu sangat dimanjakan ibunya nan mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik dan pemalas.
Setelah cukup besar, anak itu disuruh ibunya mengantar nasi setiap hari buat ayahnya nan bekerja di ladang. Namun, sering dia menolak mengerjakan tugas itu sehingga terpaksa ibunya nan mengantarkan nasi ke ladang.
Suatu hari, anak itu disuruh ibunya lagi mengantarkan nasi ke ladang buat ayahnya. Mulanya dia menolak. Akan tetapi, sebab terus dipaksa ibunya, dengan kesl pergilah ia mengantarkan nasi itu. Di tengah jalan, sebagian besar nasi dan lauk pauknya dia makan. Setibanya diladang, residu nasi itu nan hanya tinggal sedikit dia berikan kepada ayahnya.
Saat menerimanya, si ayah sudah merasa sangat lapar sebab nasinya terlambat sekali diantarkan. Oleh sebab itu, maka si ayah jadi sangat marah ketika melihat nasi nan diberikan kepadanya ialah sisa-sisa. Amarahnya makin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia nan memakan sebagian besar dari nasinya itu. Kesabaran si ayah jadi hilang dan dia pukul anaknya sambil mengatakan, “Anak kurang ajar. Tidak tahu diuntung. Betul-betul kau anak keturunan perempuan nan berasal dari ikan!”
Sambil menangis, anak itu berlari pulang menemui ibunya di rumah. Kepada ibunya dia mengadukan bahwa dia dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan nan diucapkan ayahnya kepadanya di ceritakan pula. Mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali, terutama sebab suaminya sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan nan dia ucapkan kepada anaknya itu.
Si ibu menyuruh anaknya agar segera pergi mendaki bukit nan terletak tak begitu jauh dari rumah mereka dan memanjat pohon kayu paling tinggi nan terdapat di puncak bukit itu. Tanpa bertanya lagi, si anak segera melakukan perintah ibunya itu. Dia berlari-lari menuju ke bukit tersebut dan mendakinya.
Ketika tampak oleh sang ibu anaknya sudah hampir sampai ke puncak pohon kayu nan dipanjatnya di atas bukit , dia pun berlari menuju sungai nan tak begitu jauh letaknya dari rumah mereka itu. Ketika dia tiba di tepi sungai itu kilat menyambar disertai bunyi guruh nan megelegar. Sesaat kemudian dia melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar.
Pada saat nan sama, sungai itu pun banjir besar dan turun pula hujan nan sangat lebat. Beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap kemana-mana dan tergenanglah lembah loka sungai itu mengalir. Pak Toba tidak dapat menyelamatkan dirinya, ia wafat tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau nan sangat besar nan di kemudian hari dinamakan orang Danau Toba. Sedang Pulau kecil di tengah-tengahnya diberi nama Pulau Samosir. (Cerita Rakyat “Asal Usul Danau Toba”, diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana)
Hikmah Cerita Rakyat Danau Toba
Cerita rakyat Danau Toba merupakan legenda nan kebenarannya sangat diragukan. Meskipun begitu, hikmah nan dapat dipetik dari cerita tersebut ialah sikap seorang ayah nan seharusnya senantiasa sabar dalam menghadapi konduite anaknya. Janji-janji di awal pernikahan dengan istri harus ditepati.
Tugas mendidik anak bukan hanya kewajiban ibu saja. Ayah juga harus berperan besar dalam pendidikan anak, terlebih bagi anak laki-laki. Ayah ialah model, contoh bagaimana kelak menjadi pria dewasa di kemudian hari bagi anak lelakinya.
Di sini kita juga dapat melihat bahwa tugas seorang ibu sangatlah krusial dalam mendidik anaknya. Komunikasi nan baik diantara anggota keluarga sangat diperlukan buat menciptakan kekompakan. Anak akan bersikap sinkron dengan apa nan dilakukan oleh orang tuanya. Jadi, sebagai orang tua tak pantas kita berlaku kasar terhadap, terutama anak nan masih berusia balita. Dari kisah di atas kita dapat melihat, jika saja sang ayah dapat mengendalikan emosinya, mungkin saja tak akan keluar kata-kata nan sudah dijanjikan buat tak diucapkan.