Hari Guru Nasional – Tak Hanya Upacara Bendera
Ungkapan bijak nan mengatakan bahwa guru ialah pahlawan tanpa tanda jasa rasanya akan terus pas ditujukan pada para tenaga pendidik. Meskipun beberapa kali ada kasus nan menggemparkan tentang konduite guru nan tak semestinya, tapi hal itu bukan berarti dapat dianggap sebagai penyamarataan konduite guru-guru nan ada. Mereka hanya oknum nan anggap saja sebagai satu buah jeruk busuk di antara sekarung buah jeruk segar. Penghargaan terhadap para guru Indonesia salah satunya ialah dengan diperingatinya hari guru nasional .
Hari Guru Nasional – 25 November
Hari Guru Nasional diperingati setiap tanggal 25 November. Diprakarsainya Hari Guru Nasional ini bersamaan dengan ulang tahun PGRI atau Persatuan Guru Republik Indonesia. Siapa pun nan bekerja sebagai guru berhak merayakan Hari Guru Nasional ini. Walaupun tak semua guru bahkan tahu tentang Hari Guru Nasional ini, tetap saja bahwa semangat darma itu harus diselalu dikobarkan. Kobaran semangat juang itu terkadang dikepung juga oleh tuntutan kesejahteraan nan diteriakkan oleh ribuan guru nan merasa kerja keras mereka tidak diperhatikan dan tidak diberi imbalan nan pantas.
Memang bekerja berdasarkan satu darma mungkin akan membahagiakan tetapi di satu sisi ketika tuntutan kehidupan sangat menghimpit, terkadang hati nan ikhlas ini menjadi meradang. Terbesit kata betapa murahnya ilmu nan dibagikan itu. Padahal tak murah buat mendapatkan ilmu. Banyak nan tak tinggal diam melihat keadaan guru-guru nan memprihatinkan ini. Banyak nan berusaha memperjuangkan kehidupan guru.
Sejarah Hari Guru Nasional
Berbicara tentang sejarah Hari Guru Nasional secara langsung juga membicarakan tentang sejarah PGRI. Terbentuknya dan disepakatinya tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional bersamaan dengan terbentuknya forum nan menaungi seluruh guru di Indonesia tersebut.
Awal terbentuk pada 1912, forum guru seluruh Indonesia ini bernama Persatuan Guru Hindia Belanda. Dua puluh tahun kemudian, 1932 forum ini berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia. Penggunaan kata “Indonesia” dibelakang kata “Guru” membuat pihak pemerintahan Belanda gerah.
Kata “Indonesia” itu dianggap oleh pihak pemerintahan Belanda sebagai semangat kebangsaan masyarakat Indonesia, dan tentu saja hal itu sangat tak disukai pihak Belanda. Forum ini kemudian berhenti buat sementara waktu pada masa penjajahan Jepang. Jepang sama sekali tak menyukai pendidikan dan segala bentuknya ada di Indonesia.
Berkumandangnya kemerdekaan dan semangat proklamasi nan masih membara, melatarbelakangi terbentuknya Kongres Guru Indonesia nan dilaksanakan pada 24 hingga 25 November 1945. Kongres ini bertujuan buat menghapuskan segala macam bentuk disparitas nan terjadi pada tubuh guru di Indonesia.
Hal nan mempersatukan para guru tersebut ialah semangat buat manunggal dan memajukan pendidikan di Negara Indonesia. Pada kongres itulah resmi dibentuk sebuah forum nan menaungi para guru dari seluruh Indonesia. Tanggal itu sekaligus disepakati sebagai Hari Guru Nasional.
Kongres Guru Indonesia itu berlangsung ditengah gencatan senjata nan dilakukan oleh tentara Inggris. Dengan semangat nan takkalah dari para pahlawan, para guru tersebut menyatakan tiga tujuan dan cita-cita mereka buat mencerdaskan bangsa. Tiga point krusial tersebut adalah:
- Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia
- Mempertinggi taraf pendidikan dan pedagogi sinkron dengan dasar-dasar kerakyatan
- Membela hak dan nasib buruh umumnya, dan guru pada khususnya.
Semangat Guru-guru itulah nan hingga kini akan terus dikenang dan dijadikan panutan bagi seluruh guru nan ada di Indonesia. Sekaligus mengingatkan bahwa kewajiban guru nan primer ialah memberikan pedagogi nan baik dan contoh konduite nan baik bagi murid-muridnya.
Semangat para guru nan benar-benar ikhlas itu harusnya terus ditingkatkan agar pendidikan di Indonesia benar-benar menjadi satu gerakan nan membangun peradaban dan membangun karakter para pembangun bangsa.
Hari Guru Nasional – Tak Hanya Upacara Bendera
Bila satu peringatan hanya dilakukan dengan upacara bendera semata. Apakah makna nan dapat diambil? Kalau upacara itu hanya sebagai bentuk pemberitahuan tentang perkembangan kualitas guru tanpa guru sendiri berusaha menjadi manusia nan memang dapat digugu dan ditiru, upacara itu menajdi kehilangan maknanya.
Sekarang, pemerintah berusaha memberikan bonus nan lumayan layak kepada para guru, baik nan telah menjadi pegawai negeri maupun nan bekerja di loka swasta. Sebagai balasannya ialah para guru harus meningkatkan kinerja dan pengetahuan mereka tentang mata pelajaran dan metode mengajar melalui pelatihan dan peningkatan kemampuan mengajar lainnya. Dengan demikian, kualitas pendidikan di Indonesia akan meningkat seiring bertambahnya kualitas para guru.
Hari Guru Nasional bukan salah satu tanggal nan mewajibkan siswa atau siapapun buat libur beraktivitas. Hari Guru Nasional biasanya diperingati dengan upacara nan diadakan oleh pihak-pihak sekolah. Biasanya, upacara tersebut dilanjutkan dengan prosesi pemberian simbol penghargaan kepada guru-guru nan berprestasi. Pada saat upacara peringatan hari guru, pidato nan biasa dibawakan oleh kepala sekolah atau pihak terkait berisi tentang perenungan betapa pentingnya peranan guru dalam global pendidikan. Guru sudah seperti kompas penunjuk arah. Memberikan pedagogi dan petunjuk tentang ilmu-ilmu nan bermanfaat bagi bekal para murid didiknya dalam menjalani kehidupan.
Kehidupan guru itu memang harus diperhatikan agar hati dan jiwanya tetap dapat fokus. Tetapi tak sporadis ada juga guru-guru nan berlaku curang dan hanya ingin mendapatkan gaji dari pekerjaannya nan tak dilakukannya dengan sepenuh jiwa. Guru-guru seperti ini bahkan rela mengambil kesempatan dengan memberikan pelajaran ekstra nan harus dibayar oleh para anak didiknya. Jadilah terlihat guru-guru nan dengan mudahnya memberikan nilai nan tinggi kepada para siswanya tanpa memandang kemampuan sang siswa. Yang krusial sang siswa les di loka dia dan nilainya akan terjamin. Guru seperti ini bukanlah guru nan diharapkan ada di negara nan dengan terseok-seok merangkak menuju ke arah nan lebih baik.
Tidak mengherankan kalau banyak anak didik nan akhirnya hayati dalam global pendidikan nan begitu rapuh. Global pendidikan nan hanya menghargai angka-angka tinggi. Yang terjadi ialah bahwa angka itu tidak dapat memberikan citra kecerdasan dan kemampuan siswa nan sebenarnya. Nilai siswa memang tinggi, persaingan pun sangat ketat, namun, nan jiwa dan mental anak tidak sekuat mental anak-anak ketika zaman kehidupan pendidikan benar-benar buat pendidikan dan bukan sebagai pemenuhan kebutuhan industri kehidupan.
Anak-anak nan mempunyai nilai tinggi itu ditempatkan pada satu komunitas anak-anak cerdas dan memisahkan kehidupan dna pergaulan mereka dengan anak-anak nan tak mempunyai nilai terlalu tinggi. Yang terjadi ialah jurang pemisah antara nan mempunyai nilai tinggi, nilai sedang, dan nilai rendah. Suatu suasana belajar nan kurang menyenangkan. Harusnya memang anak-anak cerdas diberi tambahan ketrampilan dan pengetahuan tetapi pada satu kesempatan mereka harus tetap disatukan agar kehidupan mental dan jiwanya tetap berkembang dengan alami tanpa harus merasa tertekan.
Adanya guru-guru nan disinyalir melakukan kecurangan baik ketika memenuhi persyaratan buat sertifikasi maupun ketika membantu anak-anak didiknya mengerjakan soal Ujian Nasional, tentu saja membuat semua masyarakat Indonesia tidak habis pikir bagaimana dapat anak-anak mereka dididik dengan tidak jujur. Bagaimana dapat anak nan jujur malah dikucilkan dan keluarganya diisolasi? Bagaimana dapat anak-anak nan terkenal pandai tidak mampu lulus dari Ujian Nasional?
Begitu banyak hal nan melingkupi global pendidikan dan global guru. Walaupun itu ialah hal nan sangat memalukan, tak dapat juga menilai guru dan global pendidikan hanya dari hal-hal nan memalukan dan mencoreng muka itu. Masih banyak gerakan nan memberikan asa kepada global pendidikan Indonesia. Orang-orang seperti Anis Baswedan dengan Gerakan Indonesia Mengajar dan para guru nan jiwanya benar-benar ingin memberikan nan terbaik kepada generasi Indonesia ialah satu asa nan luar biasa nan tidak dapat ditepiskan begitu saja. Termasuk apa nan telah dilakukan oleh Profesor Yohanes Surya nan dengan konfiden dan tekun menghimpun anak-anak cerdas Indonesia agar mampu bersaing dalam ajang Olimpiade Sains taraf dunia.
Para guru nan ada di Pedalaman dan para guru nan dengan keterbatasannya tetap mau mengajar dengan segenap jiwa dan raganya. Keikhlasan itu akan berbuah manis. Manisnya buah pendidikan itu akan melahirkan anak-anak nan cerdas jiwa raga nan akan dapat memberikan nan terbaik kepada bangsa dan negaranya. Anak-anak inilah nantinya nan akan menjadi asa demi terus bergulirnya pembangunan nan sebenarnya.
Semoga Hari Guru Nasional menjadi satu tonggak nan akan memberikan kesejukan kepada semua anak bangsa.