Pengawalan Masyarakat Demokrasi

Pengawalan Masyarakat Demokrasi

Peranan pers dalam masyarakat demokrasi memiliki andil nan cukup besar. Segala kritik tentunya dapat dimuat dan dibaca oleh semua orang tanpa kecuali.

Kebebasan bersuara dan mengeluarkan pendapat nan telah diatur undang-undang tentunya akan menjadi suatu koreksi dalam kepemimpinan demokrasi. Tentu saja peranan pers dalam masyarakat demokrasi seperti inilah nan akan menjadi satu tombak raksasa nan dapat menghantam siapa saja atau sebaliknya.



Pers Adalah Media Ekspresi

Bila kita runtutkan bahwa pers memiliki undang-undang pers. Mayarakat juga memiliki undang-undang. Undang-undang nan ada dalam negara demokrasi akan mengembalikan fungsi pers dan masyarakat kepada sistem demokrasi nan dianut oleh negara.

Tak berhenti sampai di situ, pers sebagai media aktualisasi diri kekesalan sampai kepuasan sistem demokrasi nan tengah berjalan di negara sudah menjadi wajar dalam masyarakat demokrasi.



Pers Juga Penyambung Suara

Sebagai penyambung suara, pers memegang senjata ampuh buat mengunggulkan atau sebaliknya menjatuhkan seseorang. Seperti nan digembar-gemborkan dalam sistem demokrasi itu sendiri bahwa pemerintah nan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan buat rakyat, akan menjadi semakin baik ke depannya.

Jika masyarakat nan semakin hari semakin pandai membaca situasi politik, tentu saja demokrasi akan luwes berjalan. Misalnya, seseorang nan ingin menyampaikan pendapat kepada pemerintah, cukup menulis saja di media pers buat selanjutnya dapat diterjemahkan sebagai isu nan berkembang di masyarakat demokrasi. Tentu saja, pemerintah tidak akan tinggal diam bila ada suatu gejolak di masyarakat.



Pengawalan Masyarakat Demokrasi

Pengawasan dari berbagai sektor tentu saja akan otomatis ada. Masyarakat demokrasilah nan melakukan fungsi pengawasan. Dibantu oleh pers nan ada, sangat memungkinkan bila sistem demokrasi akan menjadi utuh.

Pengawalan pers kepada hak bersuara masyarakat demokrasi menjadi suatu nan dapat membuat demokrasi hidup. Bukan hanya pemerintah saja nan dapat bersuara, namun pemerintahan nan berasal dari rakyat, tentu rakyatlah nan lebih bersuara atas penyelenggaraan negara.



Penyambung Lidah Pemerintah

Bukan hanya masyarakat saja nan dapat bersuara, namun pemerintah dengan berbagai kebijakan dan planning kebijakan membutuhkan pers sebagai media. Tak hanya sekadar tulisan dan pemberitaan, namun penciptaan suasana sangat dibutuhkan. Opini-opini mulai digelar oleh pers buat menciptakan perbincangan seputar planning kebijakan pemerintah misalnya.

Jadi, dalam negara demokrasi, bukan hanya suara rakyat saja, namun pemerintah juga akan sangat membutuhkan pers. Bukan hanya sebagai media bacaan dan tontonan, namun lebih mengarah kepada fungsi masing-masing.

Fakta dan Opini Berbeda

Walaupun pers memiliki peraturan sebebas mungkin mengatur dan memuat berita, namun bukti otentik perlu dijaga. Setiap tuduhan tanpa adanya bukti dapat menyebabkan masyarakat tidak dapat percaya lagi kepada media pers.

Pemojokan terhadap seseorang pemimpin misalnya, jika tanpa dilandasi oleh suatu bukti nan kuat akan dapat menyebabkan suatu kekacauan sistem pemerintahan. Tak hanya pemimpin saja nan terkena efek atas tuduhan nan diberikan. Ketidakpercayaan masyarakat demokrasi kepada pemimpin dampak dari ulah pers nan menuduh seenaknya tanpa bukti akan menyebabkan sistem pemerintahan kacau.

Untuk itu perlu sekali adanya suatu pemilahan spesifik oleh pers buat membedakan fakta dan opini. Bukan menjadikan fakta sebagai opini dan sebaliknya, opini sebagai fakta.



Pilar Penyangga Pers

Pers sejatinya tidak ubahnya seperti sebuah bangunan. Ia bakal dapat berdiri kokoh ketika ada pilar penyangganya. Di dalam buku Jurnalistik Indonesia, AS Haris Sumadiria menjelaskan ada tiga pilar penyangga pers. Yaitu,



1. Idealisme

Sebuah pers harus memiliki idealisme. Artinya, pers harus jelas dan tegas buat mencapai cita-cita dan obsesi pers. Yaitu, harus tetap menegakkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Intinya, idealisme pers harus merujuk kepada pasal 3 ayat (1) UU Pokok Pers no. 40/1999, pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.



2. Komersialisme

Meski memiliki idealisem nan kokoh, pers tetap berpijak pada media ekonomi nan berhubngan dengan penerbitan pers. Sehingga komersialisme nan dimaksud bukan menjadi 'pedagang' warta nan dibayar oleh pihak tertentu.

Komersialisme nan dimaksud adalah, nan berhubungan dengan manajerial perusahaan penerbitan. Artinya, pers harus memetik untung dan sejauh mungkin menghindari kerugian. Meski demikian, pers tak boleh menggadaikan idealisme. Pers tidak boleh merusak idealisme nan dicita-citakannya.

Adapun undang-undang nan menyatakan bahwa pers harus memiliki pilar penyangga komersialisme ialah pasal 3 ayat (2) UU Pokok Pers No. 40/1999. Di dalam undang-undang tersebut, pers dijelaskan berfungsi sebagai media ekonomi.



3. Profesionalisme

Pers ialah termasuk bagian kelompok profesional, sebab ia tercakup dalam enam karakteristik profesi profesional:

  1. Memiliki keahlian
  2. Memiliki gaji atau honorium
  3. Memiliki kode etik profesi.
  4. Memiliki organisasi profesi
  5. Memiliki kecintaan profesi
  6. Tak semua orang nan menguasi profesi

Memperhatikan ciri-ciri tersebut, memang pantas bila pers diklaim sebagai media nan harus menjadikan profesional sebagai pilar penyangganya.

Sejatinya, menjadikan profesional sebagai pilar penyangga sebab berhubungan dengan penerbitan pers nan mengacu pada komersialisme, nan juga menjadi pilar penyangga pers. Profesional layak dijadikan pilar penyangga juga disebabkan adanya keperluan memupunyai kapital besar dan memiliki resiko nan besar.

Diklaim harus memiliki kapital nan besar sebab berhubungan penerbitannya dan disebutkan memiliki nan besar, sebab sebuah penerbitan pers sangat sulit buat dapat mendatangkan laba dalam tempo setahun atau dua tahun. Paling cepat, sebuah pers mendapatkan laba pada usainya nan ketiga tahun.

Oleh sebab itu, profesional layak dijadikan pilar penyangga pers. Karena hanya dengan keprofesionalan di bidang pers seseorang dapat mendapatkan laba dari pers nan didirikannya.

Pers nan ditata di atas pilar penyangga idealisme, komersialisme dan profesionalisme, cepat atau lambat bakal mendapat loka di hati masyarakat. Ia akan menjadi kebanggan, kecintaan dan kehormatan di hati masyaraka, ketika ketiganya berperan seiring.

Karena itu, pemilik media pers harus dapat menempatkan orang-orang nan siap bekerja dengan penuh dedikasi tinggi dan profesional di bidanganya. Tanpa meletakkan orang nan tepat di dalamnya, maka pers akan rentang dalam kegagalan. Makanya, pemilik pers harus menempatkan orang nan "man behind the gun, the right man in the right place" (seseorang nan dapat bekerja dengan tepat dan terpercaya berdasarkan keahlian nan dimilikinya.)

Inilah peranan pers dalam masyarakat demokrasi . Ia mampu menjaga idealisme dibalik komersialismenya. Keduanya akan terwujud, ketika pers mampu bekerja dengan penuh keprofesionalitasannya.



Karakteristik Pers

Bahasan terakhir tentang peranan pers dalam masyarakat demokrasi ialah membahas pers berdasarkan spesifikasinya. Di dalam buku jurnalistik Indonesia dijelaskan ialah lima ciri pers:

  1. Perioderitas

Maksudnya adalah, sebuah media pers harus menerbitkan medianya secara periodik. Apakah itu setiap hari, seminggu atau dua minggu sekali, sebulan sekali atau tiga bulan sekali.

Kekonsistenan media pers menunjukkan bawha pers nan dibangun memang memiliki gambaran nan positif. Gambaran nan sinkron dengan ketiga pilar penyangga pers nan telah dibahas.

  1. Publisitas

Maskudnya adalah, media pers harusnya hadir ketengah masyarakat tak hanya buat golongan tertentu. Usahakanlah konten warta dan segala hal nan dihadirkan sinkron dengan kondisi masyarakat nan heterogen. Jangan sampai ada pengkhususan pembaca. Keheterogenan sebuah media pers akan membawa pers lebih diminta oleh banyak pembaca ketimbang dikhususkan buat khalayak tertentu.

  1. Aktualitas

Artinya, media pers dalam memberikan informasi nan disuguhkan kepada khayalak pembaca harus mengandung unsur kebaruan, mewartakan berita-berita terkini. Sehingga khalayak pembaca dapat menikmati perkembangan warta nan baru, bukan warta nan lama. Akualitas dalam global pers ada tiga. Yaitu, aktualitas kalender, aktualitas waktu dan aktualitas masalah.

  1. Universalitas

Artinya, media pers dalam mewartakan warta harus bersifat umum. Yaitu, mengacu ke segala arah, baik warta nan dari Utara, Selatan, Barat Dan Timur, semua harus diwartakan. Jangan ada pemihakan. Meski demikian, nan diwartakan juga mesti selektif dan fokus.

  1. Objektivitas

Objektivitas ialah masalah etika dan moral nan diperpegangi oleh setiap surat kabar. Karena itu, setiap warta nan diwartakan mesti otentik dan menarik perhatian pembaca. Jangan sampai lantaran ingin membuat judul dan warta nan menarik perhatian, hingga menampilkan data-data nan tak akurat. Ini jelas tak boleh.

Inilah kajian artikel sederhana nan membincang masalah peranan pers dalam masyarakat demokrasi . Semoga bermanfaat.