Cerita Tentang Katak, Ular, dan Kepiting

Cerita Tentang Katak, Ular, dan Kepiting

Jika Anda menyenangi cerita rakyat India tentu Anda hapal dengan tokoh-tokoh dalam kisah Mahabharata, bukan? Namun, tak semua orang nan menyenangi Mahabharata kenal dengan sosok nan satu ini.

Namanya mungkin kalah terkenal dibandingkan dengan Arjuna, Bima, Yudishtira atau nan lainnya di dalam kisah Mahabharata. Namun, banyak pelajaran nan dapat kita ambil dari dalam dirinya. Dialah Ekalaya, ksatria berkemauan keras luar biasa nan terlahir dari suku Nishadha, suku terendah dalam kasta India.

Walau hanya berasal dari kalangan rakyat jelata, namun, keinginannya nan keras buat menjadi seorang kastria membuatnya pergi meninggalkan desanya buat berguru pada Begawan Dorna, gurunya para Pandawa dan Kurawa.

Permohonan Ekalaya ditolak mentah-mentah Begawan Dorna, mengingat asal-usulnya nan berasal dari kalangan rakyat biasa, sedangkan Begawan Dorna ialah gurunya para ksatria Hastina.

Namun, disinilah kehebatan Ekalaya, penolakan tadi tak membuatnya sakit hati. Dibuatnya patung mirip Begawan Dorna, patung nan sangat mirip sekali sehingga benar-benar membuatnya tersugesti seakan-akan Begawan Dorna sedang melatihnya setiap hari.

Tanpa donasi seorang pun Ekalaya terus berlatih secara otodidak. Semangat dan motivasinya terus menggelegak. Usaha Ekalaya tak sia-sia, di kemudian hari kemampuannya sudah mencapai strata sempurna, setingkat dengan Arjuna, bahkan melebihinya.

Padahal Arjuna ialah murid kesayangan Begawan Dorna. Suatu usaha nan luar biasa dari seorang Ekalaya.



Antara Ekalaya dan Mushroom Rock

Kisah Ekalaya ini nampaknya memiliki kecenderungan dengan kenyataan Mushroom Rock. Kenyataan alam menakjubkan nan terletak di Padang Pasir Putih (Sahara el Beyda) di dekat oasis kecil di Farfara, Mesir. Bukit berbatu kapur ini dibentuk oleh erosi angin, sehingga batu kapur nan keras itu lambat laun berbentuk seperti jamur raksasa.

Bentuknya nan unik sebab terbentuk secara alami oleh angin menyebabkan banyak orang datang buat melihatnya. Akhirnya Mushroom Rock dijadikan objek wisata nan sering dikunjungi wisatawan dari berbagai penjuru dunia.



Apakah Persamaan dari Keduanya?

Setidaknya ada tiga persamaan antara kisah Ekalaya di atas dengan kenyataan mushroom rock ini, yaitu:

  1. Buah dari Kesabaran dan Kerja Keras nan Panjang

Kita mungkin tidak berpikir bahwa hembusan angin semilir nan mengantukkan ternyata lambat laun bisa mengikis batu kapur nan keras. Energi nan terkandung pada sekali hembusan memang kecil tidak berarti, namun bila berlangsung dalam waktu nan lama maka akumulasi energinya akan besar sekali, sehingga mampu mengakibatkan erosi.

  1. Hasil Tempaan Alam vs Produk Sekolahan

Ekalaya belajar secara otodidak, bukan produk sekolahan. Ternyata hasilnya luar biasa, bahkan dapat mengalahkan Arjuna, sang Pangeran Hastina nan dididik spesifik oleh instruktur nomor wahid, Begawan Dorna. Bahkan Arjuna ialah murid kesayangan Begawan Dorna.

Segala usaha dilakukan Begawan Dorna buat menjadikan Arjuna sebagai satria utama. Namun, semua usahanya sia-sia, produk unggulan di sekolahannya itu sukses dikalahkan oleh produk tempaan alam. Artinya, proses panjang pendidikan nan kita jalankan bukan agunan buat mencapai kesuksesan.

  1. Nothing Is Impossible

Tak ada nan tidak mungkin di global ini. Menjaga pikiran buat tetap berakal, mempunyai motivasi dan sasaran nan tinggi dan selalu berpikir positif atas apa nan terjadi maka kita semua dapat menjadi Ekalaya.



Hikmah Keserakahan di Balik Cerita Angsa Berbulu Emas

Masih berbicara mengenai cerita rakyat India, ada satu cerita rakyat bergenre anak-anak nan mengisahkan seekor angsa berbulu emas nan hayati di sebuah kolam. Di dekat kolam nan ditempatinya itu, hiduplah sebuah keluarga nan hayati miskin.

Keluarga tersebut dihuni oleh seorang ibu dengan dua orang puteri. Mengetahui bahwa keluarga tersebut hayati miskin, sang angsa berbulu emas pun kemudian berniat buat memberikan bulu emasnya satu per satu kepada si ibu agar dapat dijualnya.

Angsa berhati baik itu pun akhirnya terbang menemui perempuan nan hayati miskin tersebut. Ketika angsa tersebut datang, ibu dari dua puteri tersebut malah bertanya kepada si angsa apa nan diinginkannya? Perempuan itu juga mengatakan bahwa ia tak memiliki sesuatu pun buat diberikan kepada angsa sebagai pakannya.

Si angsa tersebut kemudian menjawab bahwa ia justru datang buat memberikan bulu emasnya kepada sang ibu agar dapat dijualnya sehingga mereka tak hayati miskin lagi. Kemudian sang angsa pun mencabut bulunya dan memberikannya pada si ibu.

Hari demi hari dilalui angsa dengan memberikan bulu emasnya pada si ibu sehingga lambat laun, hayati keluarga miskin itu pun berubah menjadi serba berkecukupan.

Si ibu nan telah terlena oleh kekayaan nan dihasilkan dari menjual bulu emas angsa tersebut menjadi sesat. Ia memerintahkan kedua anaknya buat mencabut semua bulu emas angsa apabila ngasa tersebut datang kembali.

Si ibu takut jika angsa tersebut tak kembali, maka kehidupan mereka akan kembali miskin seperti semula. Ketika angsa berbulu emas itu datang, si ibu langsung mencabuti bulu emas nan inheren di tubuh binatang tersebut.

Akan tetapi, kekayaan tak berpihak pada sang ibu. Bulu nan dicabuti dari tubuh angsa tak berubah menjadi emas seperti biasanya. Bulu tersebut tetap menjadi bulu angsa biasa nan bahkan lebih kasar dari biasanya.

Setelah mengetahui keserakahan dan niat jelek si ibu, sang angsa pun memutuskan buat terbang jauh dan tak kembali lagi ke loka keluarga perempuan beranak dua tersebut.

Kisah tersebut sepertinya merupakan kisah biasa, namun ada amanat krusial nan dapat diambil dari kisah itu. Kebaikan seseorang terhadap kita hendaknya tak dipergunakan dengan sewenang-wenang, apalagi sampai takut jika kesenangan nan diberikan akan hilang.

Keserakahan bukan hal nan baik buat dilakukan sebab hal itu justru akan membuat manusia semakin terpuruk dan menyesal sebab telah mempergunakan apa nan seharusnya tak didapatkannya.



Cerita Tentang Katak, Ular, dan Kepiting

Satu lagi cerita rakyat India nan memberikan amanat mengenai kehidupan dari sisi lain. Cerita ini berkisah tentang seekor katak nan hayati di dekat sarang ular. Setiap kali katak tersebut bertelur, sang ular selalu memakan telur-telur nan kemudian berubah menjadi kecebong tersebut.

Karena sedih anak-anaknya dimakan oleh sang ular, sang katak pun pergi menemui kepiting buat berbagi kesedihan serta masalahnya itu. Kepiting nan baik hati kemudian berjanji kepada katak bahwa ia akan senantiasa membantu katak mencari jalan keluar agar kelak kecebong katak tak dimakan lagi oleh si ular.

Lantas pada suatu hari, kepiting datang menemui sang katak dan memperlihatkan bagaimana seekor musang berbuat kejam terhadap ikan nan berada di sungai. Kekejamannya sama seperti apa nan dilakukan si ular kepada kecebong-kecebong.

Kepiting kemudian memiliki ide buat membuat lajur dengan menyimpan ikan-ikan santapan musang menuju ke sarang ular agar ular tersebut dianggap sebagai ikan pula oleh si musang. Ide tersebut kemudian dilakukan oleh sang katak dan ikan-ikan nan dibuat lajur itu sukses membuat si musang memakan si ular.

Si musang nan merasa lapar lagi kemudian kembali ke loka di mana katak membuat lajur ikan di dekatnya. Musang kemudian menemukan sarang katak dan memakannya beserta kecebong-kecebong tersebut.

Dari kisah tersebut, kita dapat melihat bahwa dendam bukanlah hal nan dapat menyelesaikan masalah. Ada cara lain nan dapat ditempuh buat dapat menghindarkan diri dari bahaya atau hal-hal nan tak diinginkan.

Berdasarkan tiga cerita rakyat nan berasal dari India tersebut, bisa disimpulkan bahwa pada dasarnya, cerita rakyat bukan hanya diciptakan buat menghibur rakyat pada zaman dahulu, tapi juga merupakan wahana nan tepat buat dapat memberikan nilai-nilai edukasi pada masyarakat dengan tradisi lisan.