Ali bin Abi Thalib dan Kekhalifahannya
Kisah Pribadi Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib memiliki nama penuh Ali bin Abi Talib bin Abdul Mutalib bin Hasyim bin Abdul Manaf, beliau dilahirkan sepuluh tahun sebelum Islam lahir, yakni pada tahun 602 M. Ali memiliki usia nan jauh lebih muda dari Rasulullah, yakni terpaut sekitar 32 tahun di bawah Rasulullah.
Ali tercatat sebagai Assabiqunal Awwalun (golongan orang-orang nan pertama kali masuk Islam) dari kalangan anak-anak. Beliau semenjak kecil telah dididik oleh Rasulullah sehingga tak tercemari insting kejahiliahan. Bersama Zaid bin Haritsah, Ali diasuh oleh Rasulullah sejak kecil. Mereka ialah orang-orang nan masuk Islam setelah Khadijah.
Kelak orang nan dididik dan diasuh Rasulullah ini akan menjadi sosok khalifah nan menggantikan estafet perjuangan Rasulullah. Sejarah Khalifah Ali bin Abi Thalib memberikan pelajaran krusial bagi perwujudan nilai-nilai persatuan ummat Islam di masa sekarang.
Sejatinya, karakter nan begitu kuat dari diri sahabat Rasul ini telah terbuktikan sejak beliau dan Rasul berada di Mekkah. Karena pada saat itu, dakwah nan dilakukan oleh Rasul dan para sahabat di kota Mekkah di mana di sana dakwah dan penyebaran Islam tidak begitu mudah buat dilakukan. Bahkan banyak menemui tantangan dan kendala di jalan dakwah.
Pada saat nan sulit inilah, kegigihan dalam menyebarkan agama Islam benar-benar terlihat dalam sosok sahabat Nabi nan paling muda ini. keberanian beliaupun juga sudah terbuktikan pada saat malam hari di mana hijrahnya Rasul bersama sahabat Abu Bakar As Shiddiq ke Madinah.
Pada saat itu, Ali bin Abli Thalib telah dengan gagah berani menggantikan rasul di loka tidurnya. Di kala para kafir Quraisy sedang mengintainya. Ali dengan berani menggantikan posisi Rasul agar tetap dikira oleh kafir Quraisy bahwa Rasul masih dalam keadaan tidur, padahal sejatinya Rasul sedang dalam perjalanan ke Madinah.
Pada saat itu, bukanlah hal nan menyenangkan buat menggantikan posisi tidur Rasul di ranjangnya. Taruhannya ialah nyawa. Dapat jadi, kafir Quraisy akan membunuhnya nan dikira ialah tubuh Rasul. Hal inilah nan membuktikan bagaimana beraninya sosok sabahat Nabi nan satu ini yaitu Ali bin Abi Thalib.
Sejarah Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai khalifah menggantikan Usman bin Affan sebagai khalifah ke empat setelah masa kenabian. Pada awalnya Ali menolak penunjukan dirinya sebagai khalifah, namun sebab kondisi nan mendesak, Ali akhirnya menerima amanah sebagai khalifah. Beliau pun dibaiat di Masjid Nabawi. Sosok Khalifah Ali bin Abi Thalib ialah sosok nan paling menonjol dari segi keilmuan.
Pada saat usia kanak-kanak, beliau telah berani menantang para pemimpin Quraisy nan mencemooh Rasulullah. Hingga kemudian Rasulullah berkata. “Jika saya ialah bangunan ilmu, maka Ali ialah pintu gerbangnya.” Demikianlah perumpamaan nan disampaikan Rasulullah terhadap kemampuan Ali dalam hal ilmu pengetahuan.
Sebelum menorehkan kisah sejarah kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib telah membuktikan perjuangan dan sikap pembelaannya pada Islam. Diantaranya ialah pada saat beliau menggantikan posisi Nabi nan berhijrah ke Madinah. Ali menggantikan posisi Rasulullah nan sedang tidur dengan menggunakan jubah nan dipakai oleh Rasulullah.
Ini ialah hal nan sangat berbahaya, dan tak mungkin dilakukan tanpa landasan cinta dan dan nilai perjuangan seseorang kepada Islam. Menggantikan posisi Rasulullah tersebut sama artinya siap menanggung resiko dibunuh oleh kaum kafir Quraisy. Seperti nan telah disebutkan di atas.
Ali juga sosok nan segani di medan pertempuran, seperti pada perang Uhud, Badar dan Khandak. Rasulullah menikahkan Ali dengan putrinya Fatimah Az-Zahra. Romansa Ali dan Fatimah memiliki keunikan tersendiri. Inilah sejarah nan membuktikan betapa Rasulullah telah mengajarkan prilaku nan arif dalam mempertemukan cinta antara putrinya dengan Ali. Romansa inilah nan seharusnya menjadi landasan jalan cinta para pejuang dakwah Islam hari ini. Ali mendapat julukan Karamallahu Wajhah yakni paras nan dimuliakan.
Ali bin Abi Thalib dan Kekhalifahannya
Sejarah kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib ialah sejarah terakhir masa kekhalifahan ummat Islam dalam sejarah setelah masa kenabian. Pada saat diangkat menjadi khalifah, mewarisi kondisi nan sedang kacau. Ketegangang politik terjadi dampak pembunuhan atas Khalifah Usman bin Affan. Seluruh jabatan gubernur saat itu hampir seluruhnya diduduki oleh keluarga Umayyah. Para gubernur ini menuntut Ali buat mengadili pembunuh Usman.
Tuntutan nan sama juga dilakukan oleh Aisyah, dan Zubair dan Thalhah. Zubair dan Thalhah juga termasuk ke dalam dua orang nan pertama masuk Islam, sama seperti Ali. Kondisi ini sangat mempersulit Ali dalam menjalankan pemerintahan, juga buat menyelesaikan kasus pembunuhan Usman.
Ali pun melakukan pemecatan terhadap beberapa pejabat nan berasal dari keluarga Usman, dan mengambil tanah nan telah dibagikan Usman kepada keluarga-keluarganya. Hal ini memicu kebencian dan tuduhan dari keluarga Usman bahwa Ali terlibat dalam kasus pembunuhan Usman.
Dalam Sejarah kepemimpina Khalifah Ali bin Abi Thalib, tercatat beberapa macam pertempuran nan terjadi di kalangan ummat Islam, diantaranya; perang Jamal, perang Shiffin. Dampak perpecahan di tubuh ummat Islam kala itu, berakhirlah masa kekhalifahan Islam sebagai model kepemimpinan dalam Islam. Ali sendiri terbunuh ketika hendak pulang dari Masjid, beliau diserang menggunakan pedang. Dua hari berikutnya Ali terbunuh, yakni bertepatan dengan Ramadhan 40 Hijrah.
Banyak hal nan bisa dipelajari dari bagaimana khalifah Ali bin Abi Thalib memerintah. Salah satu hal nan sangat pantas buat dikenang dan dijadikan pelajaran di jaman saat ini ialah kecenderungan antara semua warga Daulah Islam pada sat itu. Tidak ada pembedaan di antara penguasa dan juga rakyat.
Hal ini terjadi ketika khalifah Ali bin Abi Thalib melaporkan kepada hakim pada saat itu seorang Yahudi nan telah ia tuduh mencuri pakaian besi miliknya. Ali bin Abi Thalib memiliki keyakinan bahwa si Yahudi telah mencuri pakaian besi nan kini berada di tangan si Yahudi.
Sedangkan di pihak si yahudi tersebut juga tetap bersikukuh bahwa ia tidak mencuri pakaian besi miliki khalifah Ali bin Abi Thalib pada saat itu. Ia mengatakan bahwa ia telah membelinya dari orang lain.
Hakim pun kemudian memutuskan bahwa nan menjadi berhak buat memiliki pakaian besi itu ialah si Yahudi sebab dari pihak khalifah Ali bin Abi Thalib tak bisa menghadirkan skasi bahwa pakaian besi tersebut ialah miliki dari beliau.
Seketika itu juga si Yahudi begitu terkesima dengan bagaimana penerapan hukum Islam nan dilakukan kepadanya. Walaupun ia ialah rakyat biasa nan justru beragama non Islam nan ada di negara Islam masih tetap mendapatkan pemenuhan haknya sebagai seorang warga negara.
Bahkan ketika ia harus dihadapkan dengan kasus perselisihan dengan sang Khalifah nan nota bene ialah sosok pemimpin di negara Islam tersebut. Namun, dalam pandangan si hakim nan tetap menjaid pemilik absah dari pakaian besi tersebut adalh si Yahudi.
Sungguh sebuah penerapan hukum Islam nan benar-benar memperhatikan masalah kecenderungan di mata hukum. Hukum tidak memandang apakah seorang penguasa atau hanya rakyat biasa. Semuanya dipandang sama di mata hukum.
Dan estetika dalam mata hukum inilah nan kemudian membuat si Yahudi tak hanya begitu terkesima dan kagum dengan ajaran Islam. Namun, kemudian ia pun bersyahadat dan mengatakan masuk Islam sebab memang Islam begitu Latif dan memperhatikan setiap hak dari setiap warganya.
Hal inilah nan ada di dalam Islam. Dan sejatinya masih banyak sekali bukti nan akan memperlihatkan bagaimana indahnya Islam. Namun memang estetika ini akan bisa dirasakan ketika Islam tersebut tak hanya terbatas pada teori nan ada di dalam Al Quran. Semua ajaran Islam ini haruslah diterapkan di setiap segi kehidupan manusia.
Penerapan semua anggaran Islam dengan total dan menyeluruh ini hanya akan bisa dilakukan dengan paripurna dalam bingkai sebuah institusi negara nan disebut dengan Daulah Islam atau Negara Islam atau Khilafah.
Inilah nan ada sejak hari pertama rasul datang ke Madinah dan terus diteruskan pada masa empat sahabat dan sampai pada masa Khalifah terakhir. Termasuk ada di dalam sejarah Khalifah Ali bin Abi Thalib.