Anekdot Pancasila dan Presiden Indonesia
Paham demokrasi nan dianut oleh negara ini menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai dasar hukumnya. Kemudian apa nan dimaksud dengan paham demokrasi? Apa saja fungsi Pancasila di negara ini? Berikut penjelasannya.
Demokrasi di Indonesia
Demokrasi ialah kebebasan berbicara dalam mengeluarkan pendapat dari hasil pemikirannya. Istilah demokrasi berasal dari negara Yunani, demos yang artinya rakyat, dan kratos nan artinya kekuasaan. Jadi, demokrasi ialah kekuasaan rakyat.
Kata demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles, yaitu sebagai bentuk suatu pemerintahan nan mengatur bahwa kekuasaan itu berada di tangan rakyat (banyak orang).
Selain itu, Abraham Lincoln mendefinisikan demokrasi dalam sebuah pidatonya bahwa demokrasi itu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan buat rakyat. Artinya, dalam sistem demokrasi kekuasaan paling tinggi itu berada di tangan rakyat, sehingga rakyat mempunyai hak di dalam mengatur sebuah kebijakan pemerintah. Keputusan dalam suatu demokrasi diambil menurut suara terbanyak.
Pada awal terbentuknya demokrasi, kebebasan dalam berpendapat ternyata tak semuanya mendapatkan hak tersebut, hanya kaum laki-laki saja. Para wanita, budak, orang asing, dan orang nan bukan dari Athena, tak memiliki hak buat berpendapat.
Demokrasi terbentuk menjadi sebuah sistem pemerintahan nan bertujuan buat merespon masyarakat generik di Athena nan menginginkan mengeluarkan pendapat.
Oleh sebab itu, kekuasaan nan mutlak dari satu pihak melalui tirani, kediktatoran, dan kekuasaan nan otoriter bisa dihindari sebab demokrasi memberikan kebebasan berpendapat pada rakyatnya.
Negara Indonesia ialah salah satu negara nan menganut demokrasi dalam sistem pemerintahannya. Indonesia sudah membuktikan hal tersebut dengan mengadakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.
Selain itu, masyarakat Indonesia bebas menyelenggarakan sebuah rendezvous dan bebas berbicara buat mengeluarkan pendapat, kritikan, atau bahkan mengawasi jalannya sistem pemerintahan.
Kebebasan dalam memeluk agama pun merupakan sebuah perwujudan dari negara nan demokratis. Setiap masyarakat Indonesia bebas memilih memeluk agama sinkron dengan keyakinannya masing-masing, tanpa ada paksaan dari orang lain.
Dalam membangun sebuah negara nan demokrasi tidaklah mudah. Hal tersebut dikarenakan pembangunan sebuah sistem demokrasi dalam suatu negara dimungkinkan akan mengalami kegagalan.
Akan tetapi, di negara Indonesia ini, sistem demokrasi nan dijalankan terbilang mengalami kemajauan. Dapat dilihat dari bebasnya berkeyakinan, berpendapat, atau kebebasan buat berkumpul dengan siapa pun tanpa ada nan membatasi.
Meskipun begitu, demokrasi nan dijalankan di Indonesia masih ada kritik-kritik kepada sistem pemerintahan nan belum paripurna dalam melaksanakan demokrasi tersebut.
Hal tersebut membuat bangsa Indonesia ini mengalami banyak persoalan. Akan tetapi, sistem demokrasi nan dijalankan oleh negara Indonesia perlu dibanggakan sebab ada beberapa negara nan juga ingin menerapkan sistem demokrasi, tapi tak sukses dan gagal.
Sistem demokrasi nan dijalankan oleh suatu negara tentu memberikan akibat positif dan negatifnya. Akibat positifnya ialah demokrasi memberikan asa dalam menciptakan suatu kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan. Untuk itu, banyak negara-negara nan ingin menerapkan sistem demokrasi ini.
Dampak negatif dari sistem demokrasi ialah meningkatnya angka pengangguran, stagnasi lalu lintas di mana-mana, korupsi, dan lain sebagainya. Sebenarnya demokrasi ialah sistem nan jelek di antara alternatif nan lebih buruk. Akan tetapi, jika semua berjalan dengan lancar, maka semuanya juga akan lancar.
Apabila sebuah negara ingin melakukan sebuah perubahan, maka sistem demokrasi ialah gagasan nan bergerak maju sebab prosesnya terus-menerus. Negara nan berhasil menjalankan sistem demokrasi ialah negara nan mampu menerapkan kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan.
Akan tetapi, negara nan tak bisa menjalankan sistem demokrasi tersebut, maka negara tersebut tak bisa dikatakan sebagai negara nan menganut sistem demokrasi.
Misalnya, dalam kehidupan berpolitik, setiap negara selalu menikmati kebebasan dalam berpolitik. Akan tetapi, kebebasan tersebut tak sepenuhnya bisa dijalankan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan bahwa sebuah sistem politik mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing.
Negara Indonesia ialah negara nan berbentuk demokrasi konstitusi. Beberapa nilai dasar demokrasi konstitusi termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945, Dalam UUD 1945 disebutkan secara eksplisit bahwa:
- Indonesia ialah negara nan berdasarkan hukum, tak berdasarkan kekuasaan saja.
- Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi, tak bersifat absolutisme (kekuasaan nan tak terbatas).
Demokrasi nan dianut oleh Indonesia ialah demokrasi nan berdasarkan asas pancasila. Pancasila secara objektif-ilmiah ialah suatu paham filsafat, suatu phylosophical way of thingking atau philosophical sistem atau sehingga uraian mengenai pancasila harus logis dan masuk akal.
Dalam mengamalkan dan melaksanaan pancasila sebagai dasar negara tentu saja disertai dengan sanksi-sanksi hukum. Sementara itu aplikasi dan pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari tak disertai hukuman sanksi (sepanjang tak melanggar undang-undang nan berlaku), namun mempunyai sifat mengikat. Ikatan tersebut ialah ikatan bersama (memiliki cita-cita bersama).
Walaupun tak tercantum secara jelas dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan pada batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, namun pada pada alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 jelas disebutkan lima dasar negara kita, yaitu sebagai berikut.
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan nan adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan nan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaa dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Budaya demokrasi di Indonesia perlu ditanamkan sejak dari anak-anak. Demokrasi nan berdasarkan pancasila. Pancasila berfungsi sebagai panduan bangsa Indonesia, juga sebagai rambu penunjuk arah semua aktifitas dan kehidupan manusia sehari-hari. Termasuk dalam aplikasi demokrasi.
Untuk itu, sebagai masyarakat Indonesia nan menganut sistem pemerintahan secara demokrasi, perlu menjaga dan menjalankan sistem tersebut sinkron dengan aturannya, sehingga sistem demokrasi tersebut bisa terwujud secara utuh di dalam sebuah sistem pemerintahan Indonesia, menuju masyarakat nan sejahtera, aman, dan damai.
Anekdot Pancasila dan Presiden Indonesia
Pemahaman Pancasila sebagai ideologi negara sering diselewengkan oleh rezim-rezim nan berkuasa. Percaya atau tidak, secara berurutan, lima presiden awal Indonesia secara kebetulan bersinggungan dengan penerapan sila-sila dalam Pancasila sinkron urutan kekuasaan mereka.
1. Soekarno dan Sila Pertama
Sebuah kebetulankah jika Soekarno, sang presiden pertama, melanggar sila pertama tentang Ketuhanan Yang Maha Esa? Soekarno menggabungkan tiga kekuatan bangsa saat itu, yaitu nasionalis (terlihat dari PNI, partai nan dibinanya, pemenang Pemilu 1955), agama (tecermin dari Masyumi dan NU, dua partai politik Islam nan jika suaranya digabung akan mengalahkan PNI dalam Pemilu 1955), dan komunis (terlihat dari PKI nan dapat berbicara banyak dalam Pemilu 1955).
Gabungan ini secara simpel disebut Nasakom. Gabungan ini jelas melukai hati Masyumi nan menganggap komunis identik dengan atheis. Bagi mereka, tak mungkin umat Islam manunggal dengan umat nan tak beragama.
Apalagi, di arus bawah, beberapa oknum PKI memang menjelek-jelekkan Islam. Jika dilihat dari sudut pandang beberapa komunis ialah atheis (meski tak semuanya demikian), Soekarno melanggar Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Soeharto dan Sila Kedua
Seperti halnya presiden pertama nan melanggar sila pertama, Soeharto melanggar sila kedua, Humanisme Yang Adil dan Beradab. Sepanjang masa rezim Soeharto, keturunan PKI dikucilkan (setelah sebelumnya kebanyakan PKI dibantai setelah Gestapu) dan orang Islam diteror dengan kemunculan teroris berkedok Islam (yang sebenarnya dididik oleh negara).
Orde Baru juga dikenal garang terhadap siapa pun nan berani menentang Soeharto. Belum lagi, kisah-kisah pembantaian atau penciptaan "kekacauan" agar rakyat takut atau kalau tak memuji kecepatan Orde Baru menyelesaikan masalah nan sebenarnya dibuat sendiri. Kasus Tanjung Priok ialah salah satu kasus. Demikian pula, kasus pembantaian di Timor Leste (dulu Timor Timur).
3. BJ Habibie dan Sila Ketiga
Kalau dua presiden sebelumnya seakan-akan benar-benar "melanggar", Habibie hanya diklaim "melanggar" sila ketiga, Persatuan Indonesia, sebab membuat Timor Timur melakukan referendum dan akhirnya merdeka.
Pada masa Habibie pula, terjadi berbagai perpecahan antarsuku nan syahdan disebabkan oleh "kemarahan agen rahasia" nan tak puas atas jatuhnya Soeharto.
4. Abdurrahman Wahid dan Sila Keempat
Gus Dur diklaim melanggar sila keempat, Kerakyatan nan Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, sebab menciptakan Dekrit Presiden nan artinya tak butuh musyawarah. Padahal, pada masa Gus Dur, kebebasan rakyat benar-benar dijamin. Termasuk, pembolehan warga Tionghoa merayakan imlek.
5. Megawati dan Sila Kelima
Megawati diklaim melanggar sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sebab proyek-proyeknya nan syahdan mendukung wong cilik tidak sukses dengan sempurna. Tentang hal ini, rakyat kecil mungkin lebih layak memberi jawaban.
Lalu, bagaimana dengan SBY? Berdasarkan sebuah guyonan, hanya ada dua pilihan buat SBY, yaitu "menerapkan seluruh sila dalam Pancasila" atau malah "melanggar kelima-limanya". Dalam hal ini, Anda nan lebih tahu. Yang jelas, Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia di dalam menjalankan sistem pemerintahan secara demokrasi.