Perdagangan Anak di Indonesia Berakar Pada Permasalahan Ekonomi
Di Negara kita ini, telah banyak dikejutkan dengan beragamnya kasus kriminalitas nan ada. Salah satunya nan ada ialah kasusu perdagangan anak. Kasus perdagangan anak di Indonesia ini telah mencapai pada tingkat nan memprihatinkan.
Semua manusia rasanya sudah paham bahwa anak ialah salah satu karunia Tuhan nan pantas disyukuri. Kehadiran seorang anak dalam sebuah keluarga dipercaya akan semakin menambah keharmonisan antara suami dan istri. Estetika nan dibawa seorang anak, nyatanya tak selalu berimbang dengan kebahagiaan nan didapatkan oleh anak tersebut.
Namun terkadang ada beberapa situasi dan kondisi nan membuat para orang tua merasa tak begitu suka ketika akan diberikan karunia anak oleh Tuhan nan Maha Esa. Di sisi lain, ada beberapa pasangan suami istri nan begitu mengidamkan lahirnya anak di tengah kehidupan mereka.
Anak, ketika kehadirannya tidak diharapkan, maka aka nada beberapa cara dari orang tua buat menghilangkan keberadaannya. Hal ini bisa dimulai sejak si anak berupa janin dalam perut ibunya,atau bahkan ketika anak baru saja dilahirkan.
Kita tahu bagaimana banyaknya kasus aborsi atau pengguguran janin nan terungkap. Atau kasus pembuangan bayi. Bahkan bayi nan masih merah atau baru saja dilahirkan banyak kita temui. Sungguh kadang perbuatan tidak bermoral perasaan ini banyak membuat marah dan geram sebagian masyarakat kita.
Perdagangan Anak di Indonesia
Anak-anak tak sporadis justru dijadikan komoditi dalam global perdagangan. Perdagangan anak di Indonesia mendapatkan nilai nan "cukup baik" di mata dunia. Sejak tahun 2001 lalu, Indonesia sudah "dinobatkan" sebagai negara nan memiliki nilai trafficking atau jual beli manusia cukup tinggi.
Pengertian trafficking sendiri menurut para pakar ilmu sosial ialah konvoi manusia secara bebas nan mengandung berbagai konotasi negatif, seperti pemaksaan, penipuan dan eksploitasi manusia secara ilegal.
Berbagai isu mengenai perdagangan manusia telah dibahas secara menyeluruh oleh global internasional, sebab permasalahan ini menyangkut kebebasan setiap manusia buat merasa bebas.
Perdagangan anak di Indonesia sangat berhubungan erat dengan kesejahteraan para penduduknya. Negara Indonesia nan hingga kini masih belum sepenuhnya menuntaskan rakyatnya dari kemiskinan lagi-lagi menjadi kambing hitam dalam persoalan ini.
Sebagian besar anak nan diperjualbelikan ialah mereka nan memang berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi. Hal nan membuatnya menjadi lebih miris, pelaku perdagangan tersebut tak lain ialah orang tuanya sendiri.
Perdagangan anak tentu saja berbeda dengan istilah mengadopsi anak. Adopsi anak dilakukan berdasarkan peraturan nan absah dan memiliki kekuatan hukum. Sedangkan perdagangan anak, hanya akan membawa penderitaan nan panjang bagi si anak.
Para pelaku penjualan anak, ternyata ada juga nan bersembunyi dibalik istilah adopsi anak tersebut. Mereka berdalih, melakukan itu semua demi kesejahteraan anak mereka di masa depan.
Alasannya cukup masuk akal, tapi apakah mereka tahu bahwa dibalik itu semua ada hal nan lebih mengerikan daripada hayati dalam kemiskinan? Seperti perbudakan, pendayagunaan anak dari berbagai bidang, seperti seks, dan tenaga. Mereka para orang tua nan melakukan hal itu pastilah "berhati baja".
Alasan nan mereka pikir cukup manusiawi tersebut, nyatanya langsung dimentahkan dengan adanya transaksi jual beli di antara mereka. Mereka "menukarkan" anak nan telah dikandungnya selama sembilan bulan, serta melahirkannya ke global dengan pertaruhan nyawa hanya dengan beberapa lembar uang.
Negara, dalam hal ini pemerintah, nyatanya telah menyediakan beberapa "amunisi" buat melindungi hak-hak anak penerus generasi bangsa tersebut. Negara Indonesia terbilang sangat peduli dengan permasalahan ini.
Terbukti dengan adanya empat macam undang-undang nan memiliki poin-poin krusial berkenaan dengan permasalahan hak asasi anak. Di antaranya, Undang-undang Kesejahteraan Anak, Undang-undang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Konservasi Anak, serta Undang-undang Hukum Pidana.
Penerapan ketentuan hukum nan tercantum dalam undang-undang tersebut nyatanya mendapat banyak hambatan. Hal ini berbenturan dengan sistem sosial dan akar budaya Indonesia nan sebagian besar masih mendeskriminasikan anak-anak dan wanita.
Perdagangan Anak di Indonesia Berakar Pada Permasalahan Ekonomi
Dari istilah dagang atau perdagangan, sebenarnya kita sudah bisa mengerti dengan sahih akan maksud dari aktivitas atau kegiatan ini. Perdagangan ialah sebuah aktivitas ekonomi nan membuat suatu barang bisa berpindah tangan dari tangan orang pertama yaitu penjual ke tangan orang nan kedua yaitu pembeli. Dalam aplikasi aktivitas ini, sangat memungkinkan terjadinya perpindahan uang pula sebagai ganti atau imbalan dari barang nan diterima oleh pihak kedua.
Termasuk dalam hal ini perdagangan anak. Melihat dari istilah awalnya bahwa anak diperdagangkan berarti bahwa anak dianggap sebagai barang nan dijual dari seorang penjual kepada pembeli dengan disertai imbalan atas hal ini. Imbalan ini tentunya dalam bentuk uang nyata.
Dan memang itulah tujuan primer pelasanaan kegiatan perdagangan ini. Si penjual bisa memperoleh laba secara material dari barang nan ia jual. Begitu juga perdagangan anak ini nan memang tujuannya ialah mendapatkan uang dari hasil menjual anak ini.
Perdagangan anak ini memang bisa dilakukan oleh kerabat dekat misalnya orang tua atau bahkan sanak keluarga nan lain. Namun dapat jadi, anak nan diperdagangkan ialah hasil dari penculikan atau penipuan anak. Semuanya memungkinkan asalkan tujuan bisa tercapai.
Selanjutnya anak akan dicarikan pembeli. Biasanya pihak pembeli berasal dari orang nan memiliki niat buat menggunakan tenaga atau pun jasa dari si anak. Misalnya sebagai tenaga kerja murah atau bahkan buat bekerja dalam bisnis protistusi.
Perdagangan anak ini memang merupakan hal nan saling memanfaatkan bagi kedua belah pihak nan melakukannya. Dan semuanya sama-sama memiliki satu motif nan jelas yaitu motif ekonomi.
Sudah tampak jelas bahwa tujuan seseorang nan bertindak sebagai penjual dalam hal melakukan perdagangan ini ialah buat mencari untung atau uang. Sudah jelas bawha setiap penjual ingin bisa uang. Termasuk dalam hal perdagangan anak ini. Penjual juga menginginkan buat mendapatkan uang dari hasil menjual atau memperdagangkan anak ini.
Banyak selai alas an atau pun alih-alih bagi pihak penjual ini. Bagi para orang tua nan melakukan ini, mereka sering berdalih bahwa mereka berada dalam kesemppitan ekonomi sehingga taka da jalan lain kecuali dengan menjual anak mereka agar mereka tetap bisa makan dan menyambung hidup.
Entah apakah itu selalu sahih aau tidak. Namun, jikalau memang itu sahih namun hal ini tetap tidak bisa dibenarkan. Anak ialah titipan Tuhan Yang Maha Esa kepada orang tua. Bagaimana pun juga keadaan orang tua, mereka harus tetap menjaga dan merawat si anak. Tidak justru malah diperdagangakan ke tangan orang nan masih belum jelas.
Atau pun bagi para oknum lain sebut saja penculik atau penipu nan sukses mendapatkan anak buat dipergadangkan. Mereka tetap saja membuat dalih ekonomi sebagai alasan.
Mereka membutuhkan uang buat bertahan hidup. Mereka menganggap bahwa tidak ada hal lain nan bisa dilakukan keluacli dengan memperdagangkan anak ini. Mereka tidak memiliki keahlian atau kemampuan buat bekerja. Sedangkan usaha buat mendapatkan pekerjaan pun tidak selalu menjadi sebuah hal nan mudah buat dilakukan.
Di pihak lain, pembeli pun juga ingin mendapatkan laba secara material dari aktivitasnya membeli anak. Pembeli sudah mengeluarkan sejumlah uang nan bisa dianggap sebagai kapital ketika membeli si anak.
Nantinya ketika sudah menggunakan tenaga dan jasa si anak maka kapital atau uangyang telah dikeluarkan tersebut bisa tergantikan. Bahkan banyak nan mengharapkan bahwa tak hanya kapital nan kembali namun pembeli malah dapat memperoleh laba lebih dari si anak baik secara material atau pun immaterial.
Pihak pembeli ini juga tetap berkedok dengan dalih ekonomi. Ingin mendapatkan tenaga nan murah buat memperkecil pengeluaran. Ingin mendapatkan laba nan besar dari tenaga dan jasa anak nan telah dijual kepada mereka.
Jadi memang di dalam aplikasi perdagangan anak ini terdapat interaksi nan saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Dan semuanya sekali lagi dilandaskan pada motif ekonomi.
Tak terlepas hal perdagangan anak di Indonesia juga selalu mendasarkan apa nan dilakukan pihak-pihak terkai dengan alasan ekonomi. Mereka berpikir bahwa ada banyak laba dari memperdagangkan anak ini. Itulah nan menjadi dasar maraknya kasus perdagangan anak ini.