Cerita Mengharukan - Hikmah di Balik Cerita
Cerita mengharukan cenderung lebih disukai pembaca sebab pembaca dapat bercermin dari cerita tersebut. Seperti cermin pula, cerita mengharukan lebih jujur mengambil materi. Oleh sebab itu, si penulis mengolahnya sebagai kisah unik dan otentik. Artinya, meskipun telah dipoles dengan dramatisasi sebagai bentuk kreativitas, materi primer cerita mengharukan merupakan pengalaman faktual tokoh nan dikisahkannya.
Pembaca nan menyukai cerita mengharukan akan mengetahui bahwa hayati ialah sebuah proses. Keberadaan seseorang di masa kini merupakan proses dari serangkaian perjalanan hidupnya di masa nan telah berlalu. Melalui cerita mengharukan tersebut, pembaca akhirnya mengetahui alur atau jalan kehidupan seseorang, jatuh-bangunnya, suka-dukanya maupun interaksi kausalitas atau karena dampak sehingga seseorang akhirnya meraih kesuksesan.
Cerita Mengharukan - Menjadi Inspirasi dan Motivasi
Sebuah kisah nan dikemas sebagai cerita mengharukan dapat menstimulasi khayalan dengan kekayaan pengalaman hayati nan disampaikan penulisnya. Walhasil, pembaca bisa memetik hikmah dari cerita mengharukan tersebut dan menjadikannya sebagai motivasi buat meningkatkan kualitas hidupnya.
Mari kita bayangkan, sebuah kisah tentang sepasang suami-isteri, keluarga Abi nan berumah tangga selama lima belas tahun, namun belum dikaruniai seorang anak pun. Sementara itu, keluarga adik Abi, yaitu Aji sedang menanti kelahiran anaknya nan keenam. Kelahiran anak keenam itu, diam-diam ternyata kurang antusias disambut oleh adik ipar Abi nan mengandungnya.
Mungkin oleh karena itu, pada detik-detik melahirkan, ia mengalami kesulitan. Dokter kandungan pun tak dapat membantu meski sudah dipacu dengan alat. Kata dokter, kemudahan dalam proses melahirkan sangat bergantung sepenuhnya dari sang ibu. Tampaknya si ibu mengalami tekanan. Ada kemungkinan ia menganggap kelahiran anak keenamnya akan semakin membebani ekonomi keluarganya. Oleh sebab itu, sebagai suaminya, Aji memotivasi isterinya agar melepaskan pikirannya dari khayalan atau bayangan-bayangan jelek nan memengaruhi proses kelahiran anaknya.
Aji prihatin memikirkan keadaan isterinya. Setiap usai shalat di masjid rumah sakit, ia memohon doa kepada Tuhan agar memberikan kemudahan kepada isterinya dalam melahirkan. Demikian juga hari itu, Jumat, saat Aji shalat Subuh berjamaah di masjid rumah sakit, ia memohon doa agar diberi jalan keluar buat memudahkan isterinya dalam berjuang melahirkan anaknya. Ia pun izin tak masuk kantor sebab hendak konsentrasi menunggu dan mendampingi isterinya serta berdoa kepada Tuhan.
Saat shalat Jumat berjamaah di masjid rumah sakit, agaknya Tuhan berkenan memberikan jalan keluar bagi Aji. Melalui khatib nan berkhutbah nan mengatakan, setiap di balik kesukaran, niscaya ada jalan keluar. Khatib tersebut memberikan solusi bagaimana cara menemukan jalan keluar melalui proses, selain dengan berdoa dan memohon pertolongan Tuhan.
Lalu, khatib memberikan contoh tentang dua keluarga nan bersahabat. Keluarga nan satu diberi keberuntungan rezeki berupa kekayaan dan anak berjumlah banyak. Sebaliknya, keluarga nan kedua tak kunjung memiliki anak. Kemudian, Tuhan mempertemukan kedua keluarga itu. Keluarga nan kaya dan banyak anak merasakan kegundahan sahabatnya nan merindukan anak.
Akhirnya, ia memutuskan buat menitipkan anak bungsunya nan masih bayi kepada sahabatnya dengan asa bisa “memancing” mereka memiliki anak. Kalaupun tetap tak memiliki anak, ia pun merelakan anak bungsunya itu dirawat dan dibesarkan sahabatnya itu.
Cerita khatib menggugah hati Aji. Ia teringat kakaknya, Abi nan belum memiliki anak seorang pun sementara ia sedang menanti kelahiran anak keenamnya. Maka, ia berencana akan menitipkan anak keenamnya itu kepada kakaknya agar dirawat dan dibesarkan oleh kakaknya, sekalian sebagai “pancingan” sampai akhirnya keluarga kakaknya tersebut dikarunai anak.
Aji menyampaikan idenya kepada isterinya. Ternyata gayung pun bersambut. Mungkin sebab secara psikologis isteri Aji kurang antusias terhadap anak keenam itu. Mereka pun menyampaikan ide tersebut kepada Abi. Betapa terkejut Abi mendengar planning Aji dan isterinya itu. Ia pun bersuka cita menerimanya dan keajaiban pun datang. Anak keenam keluarga Aji akhirnya lahir dengan selamat.
Singkat cerita, si bayi tumbuh besar menjadi gadis bernama Ayu. Namun, kelakuan Ayu bertolak belakang dengan kedua orang tua kandungnya dan juga pamannya. Ayu suka hayati foya-foya dan hedonistik. Oleh sebab tuntutan gaya hayati metropolis itu, Ayu sering mencuri uang dari saku baju atau dompet Abi. Tidak jarang, kerabat Abi dijadikan korban atau kambing hitam sebagai si pencuri.
Pada saat dewasa, Ayu terjebak pergaulan bebas. Puncaknya, Ayu hamil dampak berteman bebas dengan mitra kuliahnya. Mereka kemudian terpaksa menikah. Abi pun berkenan memberikan hadiah perkawinan berupa rumah baru. Ayu terpaksa keluar dari kuliah, sedangkan suaminya mengambil kredit bank dengan agunan sertifikat tanah buat kapital usaha.
Celakanya, usaha suami Ayu bangkrut. Hutang bank tak terlunasi. Sertifikat berikut rumahnya disita bank. Abi menarik Ayu berikut menantu dan kedua cucunya buat tinggal satu atap dengannya. Abi memutuskan buat memberitahu jati diri Ayu nan sebenarnya. Tapi, Abi juga menegaskan bahwa ia sudah menganggap Ayu sebagai anak kandungnya. Maksud Abi agar Ayu memahami kesejatian nan ada padanya. Abi juga memberitahu Aji bahwa ia sudah membuka misteri jati diri Ayu. Ia berharap dengan dibukanya misteri itu, konduite Ayu lebih baik.
Namun, nan terjadi justru sebaliknya. Kelakuan Ayu semakin menjadi-jadi. Kedua anaknya sengaja diterlantarkan. Suaminya pun menjadi kewalahan. Puncaknya, suaminya kabur dari rumah. Ayu juga tak peduli pada kedua anaknya. Abi terpaksa nan mengasuh kedua cucunya itu. Namun, semua nan terjadi diterima oleh Abi dengan penuh kesabaran. Abi merasa semua itu ujian dari Tuhan. Jika mereka sukses melewati ujian itu dengan penuh kesabaran dan tawakal, maka akan selamat pula hayati mereka.
Ayu masih mencoba mencari pekerjaan di kotanya. Meski buat kebutuhan pokok kedua anaknya sudah disubsidi dari Abi, tapi nafsu Ayu buat memuaskan diri dengan gaya hayati hedonis harus dipenuhi. Caranya, ia harus mencari uang buat memenuhi kebutuhan konsumtifnya itu. Kedua anaknya pun sudah akrab dengan kakeknya di rumah dan mulai melupakan ayah kandung mereka nan minggat. Abi bertekad akan mendidik kedua cucunya sepenuh daya.
Sebagai pensiunan sebuah BUMN, ia memiliki banyak waktu buat kedua cucunya. Setiap tiba waktu shalat, ia mengajak kedua cucunya berjamaah di masjid dekat rumahnya. Kedua cucunya -yang sulung, Laila dan nan bungsu, Jamal- rajin mengaji dan pandai membaca ayat-ayat kudus Al-Quran.
Suatu ketika, Laila bertanya kepada Abi, “Apa maksud sampaikan ajaran Allah kepada manusia walaupun hanya satu ayat?”. Abi pun menjawab "Maksudnya, kalau Laila sudah mengamalkan sebuah ayat dan Laila menyampaikannya kepada teman-teman dan tetangga, maka Laila mendapatkan hadiah dari Allah".
"Hadiahnya apa, Eyang?”, tanya Laila selanjutnya. "Apa pun nan diminta Laila. Coba Laila minta apa?", jawab Abi. "Bagaimana kalau Laila minta surga?”, tanya Laila. "Insyaallah, Allah akan memberikannya buat Laila”, jawab Abi. “Sungguh, Eyang?”, tanya Laila penuh kesungguhan. Abi mengangguk lembut.
Abi dan isterinya sudah mendaftarkan berangkat haji. Mereka masuk waiting list lima tahun lagi. Namun, ia selalu berdoa agar dapat dipercepat ke tanah suci. Dalam doanya, ia memohon kepada-Nya, “Ya, Allah, bila keikhlasanku dalam merawat dan membesarkan anak dan kedua cucuku dapat meringankan doaku, saya ingin Kau percepat saya dan istriku ke rumah-Mu di tanah suci…”
Tuhan rupanya mendengar doa Abi. Ia pun mengabulkannya. Sebuah pengumuman memberitahukan Abi dan isterinya berangkat ke tanah kudus tahun itu. Artinya, mereka sudah terbebas dari antrian panjang jamaah calon haji nan terdaftar di waiting list . Persiapan pun dilakukan.
Sampai tiba waktunya, Abi dan isterinya benar-benar berangkat ke tanah suci. Di tanah suci, tak henti-hentinya Abi menangis karena sudah lama ia merindukan tanah suci. Tubuhnya gemetaran bagai tidak kuasa buat berjalan. Juga, tatkala ia memanjatkan doa di Masjid Nabawi, ia merasakan kehadiran-Nya. Ia diperlihatkan semua perbuatannya sepanjang hayatnya, dari sejak ia dilahirkan ke global hingga detik itu ia bersujud di tanah suci.
Semula ia memohon segalanya, kecukupan harta buat anak dan cucunya, lelaki nan soleh sebagai pengganti suami Ayu nan minggat, dan lainnya. Namun, setelah ia diperlihatkan segala perbuatannya nan baik dan buruk, Abi pun malu. Bahkan, buat minta surga seperti cucunya, Laila, ia malu. Abi pun hanya mohon keselamatan.
Cerita Mengharukan - Hikmah di Balik Cerita
Bagaimana, cerita tersebut cukup mengharukan, bukan? Mungkin ada di antara Anda nan pernah mendengar atau membaca kisah serupa atau memiliki kemiripan dengan cerita mengharukantersebut. Ya, boleh jadi. Sebuah pengalaman secara substansial seringkali memiliki kemiripan dengan beberapa pengalaman nan dialami sekian banyak orang nan hayati di seantero pelosok global ini.
Hal itu mengingat materi primer cerita mengharukan tersebut dipetik dari kisah nyata. Selebihnya, cerita mengharukan tersebut didramatisasi melalui kreativitas imajinasi. Setelah menyelesaikan pembacaan cerita di atas, kita pun bisa memetik hikmah di balik cerita mengharukan.