Konflik Cerita

Konflik Cerita



Antara Fakta Sejarah dan Imajinasi

Film berjudul Merah Putih ini dimulai dengan adegan dokumenter nan berkisah tentang menyerahnya Jepang dari sekutu. Kisah tersebut dilanjutkan secara medley dengan tayangan serangan militer Belanda ke II pada tahun 1947, dengan mengambil setting di Jawa Tengah. Selanjutnya, mengalirlah jalan cerita nan sesungguhnya dari film dengan teknologi setara film Hollywood ini. Penonton diajak melihat betapa hebatnya perjuangan bangsa ini dalam merebut haknya buat menghirup udara kemerdekaan.

Kalau kini banyak anak bangsa nan merasa tak harus membanggakan bangsa sendiri sebab merasa kecewa dengan paras bangsa ini, seharusnya menonton film ini. Jangan hanya melihat kejelekan nan terjadi pada saat ini. Hari ini ialah hasil dari perjuangan hari kemarin. Dalam perjuangan itu niscaya akan ditemui orang-orang nan apatis, pragmatis, dan oportunis. Mereka ini selalu ada dalam setiap gerakan dan langkah dalam meraih tujuan bersama.

Ketika orang banyak menghujat Suharto, sebaiknya mempertimbangkan apa nan telah Suharto lakukan buat bangsa ini. Bahwa ternyata kehidupan nan menyenangkan pada masa pemerintahan Suharto ternyata seperti hayati dalam mimpi, nyatanya mimpi itu indah. Harga bahan pokok murah, sekolah mudah, harkat dan prestise bangsa dihargai dan dihormati oleh bangsa lain. Suharto memang mempunyai kharisma nan tidak dapat dipungkiri. Ia banyak memberikan pedagogi pada rakyatnya.

Terlepas pada apa nan telah dilakukannya termasuk dalam hal korupsi, kolusi, dan nepotisme, Suharto pernah juga membuat bangsa ini merasa damai dan kondusif serta terlindungi ketika ia membuat gerakan atau operasi petrus (penembak misterius). Operasi ini ditujukan buat menumpas kejahatan nan meresakan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa rakyat sangat resah ketika begitu banyak partikelir nan semakin berani mengganggu masyarakat.

Lalu Suharto melancarkan operasi petrus ini. Setiap partikelir nan dianggap membahayakan, langsung ditembak mati. Jenazahnya ditinggal di jalanan dan di atas tubuhnya diberi uang serta catatan agar mayat tersebut dikubur secara layak. Suharto mengakui hal ini sebab ia tidak mau ada nan berbuat keji kepada rakyatnya. Tentu saja rakyat bahagia dan merasa terlindungi. Rakyat tidak perlu memanggil Superman buat melindungi mereka.

Bagaimana dengan sekarang? Calon hakim agung pun malah ada nan mengatakan bahwa korban perkosaan itu juga menikmati kejahatan nan menimpahnya. Bagaimana mau menjatuhkan sanksi wafat kalau pemahamannya sudah seperti itu. Orang nan telah membunuh itu memang patut dibunuh. Darah dibalas darah. Itulah keadilan. Dengan catatan bahwa niatnya memang membunuh secara terencana. Citra mencoba buat melindungi rakyat inilah nan juga tergambar dalam film nan berjudul Merah Putih tersebut.

Di setiap dada rakyat ini seharusnya ada merah putih nan menjadi semangat membangun bangsa dan negara. Saat malas melakukan apa-apa, lalu teringat bahwa ada merah putih nan harus dibela. Kalau tak memberikan nan terbaik, hasilnya pun tak baik. Hasil nan tak baik artinya membiarkan diri terpuruk monoton sehingga bangsa lain dapat saja menginjak-injak bangsa ini. Mereka datang ke sini, digaji lebih tinggi, dan berusaha memanfaatkan kekayaan bangsa ini.

Lalu apa nan terjadi pada bangsa ini. Selalu silau melihat bule nan tinggi, putih. Padahal mereka ialah manusia juga. Kalau mereka bisa, mengapa bangsa ini tak dapat melakukan hal nan lebih baik. Tidak perlu silau dengan bangsa kulit putih. Belum tentu mereka memang jauh lebih hebat dan lebih pintar dibandingkan orang Indonesia. Hanya saja memang bangsa ini masih harus belajar banyak bagaimana mengelola potensinya dan bagaimana menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris.

Menonton film satu ini, anak muda terutama, diajak buat mempunyai sikap. Sikap nan menjadi cerminan pembangunan karakter nan hebat. Karakter ini didapatkan dari tata kelola pendidikan nan luar biasa menempatkan bangsa sebagai salah satu motivasi berbuat terbaik. Ketika rasa nasionalisme tinggi, maka perjuangan menegakan kedaulatan bangsa juga tinggi. Lihatlah orang Cina nan belajar mati-matian buat mengerti tentang kehidupan. Mereka melakukan nan terbaik agar jalan menuju berhasil itu cukup mudah.

Ketika waktu lebih banyak dihabiskan buat berleha-leha, maka sama dengan membiarkan diri menjadi budak dihari tua. Tidak ada ilmu, artinya tak tahu harus bagaimana memanfaatkan waktu. Padahal waktu ini sangat krusial dan tak akan kembali. Tidak berinvestasi dengan baik mengenai waktu, maka sama dengan membunuh karakter sendiri secara perlahan. Tidak mudah buat memahami bagaiman memanfaatkan waktu. Untuk itulah, rajin mendatangi orang-orang nan dianggap berilmu dapat menjadi salah satu langkah tepat.



Alur Cerita

Tersebutlah tiga pemuda dengan latar belakang berbeda nan turut mendaftar sebagai tentara pejuang. Ketiga pemuda nan diperankan oleh Lukman Sardi (guru madrasah), Donny Alamsyah (anak kuli nan ayahnya wafat oleh Belanda) dan Darius Sinathrya (pemuda terpelajar), saling bersaing menjadi tentara Indonesia.Ketiga pemuda nan berperan sebagai tokoh sentral tersebut saling terlibat hubungan. Khususnya, persaingan antara Thomas (Donny Alamsyah) dan Marius (Darius Sinathrya).

Sedangkan Ahmad (Lukman Sardi) ialah tokoh nan dapat menengahi konfrontasi kedua orang tersebut. Konfrontasi ini sebenarnya tak harus terjadi kalau dapat menerima disparitas dan menghargai apa nan diyakini oleh orang lain. Namun, rasa benci itu terkadang memang sangat menguasai hati manusia sehingga merasa tak tahan melihat tingkah laku orang lain nan berbeda dengan etos diri sendiri.


Pada saat ini hal nan digambarkan dalam film ini, masih juga dapat ditemui. Bahwa bangsa ini bhineka seharusnya dipahami dengan memberikan kebebasan kepada setiap individu buat menjadi dirinya sendiri. Namun dengan satu syarat. Syaratnya ialah setiap individu memahami apa nan ada pada budaya dan Norma orang lain sehingga ia tak akan mengganggu. Tidak saling mengusik inilah nan membuat global ini damai.



Konflik Cerita

Konflik nan dimunculkan oleh kedua orang tersebut (Thomas dan Marius), sangat beragam. Mulai berlatar belakang suku dan juga agama. Thomas bukan orang Jawa, dikisahkan selalu berada di pihak nan ditindas oleh Marius nan berlatar belakang memiliki keturunan ningrat. Bumbu percintaan pun sedikit dimasukkan ke dalam film ini.

Bagaimana Ahmad harus memilih buat menjaga istrinya nan sedang hamil, atau harus maju berperang.Pilihan kedua akhirnya menjadi keputusan bapak guru tersebut. Namun, sinkron dengan tema sebagai film perjuangan, maka dalam perpisahan tersebut tak diumbar air mata. Hanya perbedaan makna kesedihan nan ditonjolkan melalui musik tema nan digarap apik oleh Thoersi Ageswara. Seorang tentara harus memiliki tugas negara. Istri tentara tahu sekali kondisi itu.

Hingga saat ini pun, para istri tentara dididik buat tabah, sabar, dan mandiri. Mereka harus rela tak didampingi oleh suami ketika harus maju ke maden perang membela negara. Mereka harus dapat hayati prihatin dan ikhlas saat diberitahu kalau suaminya gugur di medan juang.

Keseimbangan cerita nampak jelas terlihat ketika porsi perjuangan dan porsi drama mendapat jatah nan sama. Sehingga dalam film nan berdurasi 110 menit ini, tak terus-menerus menyajikan dar der dor peperangan saja. Meskipun adegan pertempuran nan disajikan pun cukup menawarkan tampilan nan menawan ala film Hollywood seperti Mission Impossible.

Hal ini tidak lain sebab adanya berbagai macam imbas nan muncul seperti tembakan, ledakan bom dan lain-lain menggunakan tenaga pakar dari Amerika, nan pernah menggarap film-film box office seperti Saving private Ryan, Mission Impossible dan lain-lain.



Layak Ditonton

Satu hal nan mengganggu dalam film merah putih ini, yaitu ending cerita nan seakan mengambang, memberi kesan menggantung. Hanya jika memahami bahwa setelah film ini akan dibuat sekuelnya, tentu penonton akan segera memahaminya. Itulah mengapa, film nan dibuat dengan dana Rp. 60 Miliar ini sangat layak buat disaksikan. Bukan hanya ketika menjelang 17 Agustus, namun setiap saat layak disaksikan.