Lambang Rona Daerah Ciamis
Ciamis adalah sebuah daerah nan berada dalam cakupan wilayah Jawa Barat. Kota ini terletak berdekatan dengan perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Itu sebabnya, di daerah ini akan banyak kita temui percampuran bahasa Sunda dan bahasa Jawa.
Di sebelah barat, kota ini berbatasan dengan Kota Tasikmalaya, sementara di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, dan di sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.
Pantai Pangandaran salah satu kekayaan alam nan dimilikinya, lebih tepatnya berada di daerah Kabupaten Ciamis. Pantai nan langsung menuju lautan lepas Samudra Hindia ini menjadi andalan wisata pemerintah setempat sebagai pendapatan daerah. Pantai Pangandaran tidak hanya dikunjungi wisatawan dalam negeri, tapi juga digemari pula oleh wisatawan mancanegara.
Pantai Pangandaran menjadi daya tarik wisatawan buat berkunjung ke kota ini dan mengenal juga budayanya. Nama dari kota ini memang tak sepopuler kata Galuh. Kata Ciamis digunakan pada tahun 1915. Sebelumnya, kata Galuh nan digunakan dalam menunjukkan wilayah tersebut.
Penggunaan kata Galuh didasarkan atas Kerajaan Galuh nan sangat terkenal dan berlangsung cukup lama. Kerajaan Galuh bisa menjangkau wilayah di Surabaya nan diberi nama Galuhan (Hujung Galuh atau Ujung Galuh). Hal tersebut menandakan Kerajaan Galuh sangat luas wilayahnya hingga ke wilayah nan sekarang masuk dalam cakupan Jawa Timur.
Meskipun belum bisa dibuktikan secara pasti, namun hal tersebut bisa dipercaya karena penamaan sebuah daerah pada zaman dulu dikaitkan dengan peristiwa dan wilayah kekuasaan.
Kata Ciamis digunakan pada saat wilayah ini dimasukkan ke dalam wilayah Karesidenan Priangan nan sebelumnya berada dalam wilayah Karesidenan Cirebonan. Sejak itu, nama Ciamis digunakan dan nama Galuh pun sudah tak digunakan lagi. Kata Galuh kemudian masih dipakai buat hal-hal nan berkaitan dengan sejarah dan budaya.
Asal Muasal Kata Ciamis
Asal mula kata Ciamis banyak dikaitkan dengan keadaan alamnya nan sungainya memiliki banyak ikan. Hal tersebut didasarkan pada kata amis dalam bahasa Jawa nan berarti anyir, dikaitkan pada ikan nan berbau anyir. Sementara kata "ci" sendiri berarti air, yakni sungai. Jadi, arti nama kota ini ialah air nan anyir sebab banyak ikannya.
Asal kata kota ini berkaitan dengan peristiwa berdarah didasarkan pada tahun 1739. Ketika itu, daerah Ciancang (yang masih dalam wilayah Galuh) mendapat agresi penjarah dari Banyumas. Dalam agresi tersebut, pasukan Ciancang sukses menaklukan penjarah dengan donasi pasukan dari Limbangan, Parakan Muncang, dan Sumedang.
Banyaknya korban di pihak penjarah menyebabkan daerah Ciancang dipenuhi darah, seperti halnya lautan darah dan menghasilkan bau amis/anyir nan sangat menyengat. Ketika itulah, kata Ciamis dikenal dan kemudian menggantikan kata Galuh.
Kata Galuh selalu identik dengan kerajaan besar. Bahkan, nama Galuh diabadikan menjadi nama sebuah universitas di wilayah kota ini dengan nama Universitas Galuh. Kata Galuh pun banyak digunakan oleh masyarakat sekitar kota ini nan merupakan keturunan dari Raja Galuh.
Nama anggota keluarga kerap dimulai dengan nama Galuh. Ada pula nan memulainya dengan huruf G pada nama mereka nan menandakan bahwa mereka berasal dari kota ini atau dahulu disebut Galuh. Huruf G pada sebuah nama selain menandakan berasal dari Ciamis, juga menandakan bahwa pemilik nama tersebut merupakan keturunan Raja Galuh.
Kata Galuh memang sangat dibanggakan oleh masyarakatnya. Kebanggaan akan sebuah kerajaan nan berjaya, makmur, kokoh, dan luas wilayahnya ketika itu membuat masyarakatnya bangga dengan nama Galuh. Bahkan, mereka nan merantau buat bersekolah atau bekerja pun tetap membanggakan dan memakai nama Galuh sebagai bukti diri ikatan mereka.
Seperti halnya di Bandung, Jakarta, bahkan Yogyakarta. Di Bandung, terdapat sebuah serikat masyarakat nan berasal dari kota ini dengan nama Wargi Galuh. Di Jakarta pun, Keluarga Besar Mahasiswa Galuh menjadi bukti diri kelompok mahasiswa nan berasal dari kota ini. Sedangkan di Yogyakarta terdapat sebuah Asrama Galuh menandakan bahwa mereka berasal dari kota ini.
Kata Galuh memang memiliki “kekuatan” dan kebanggan tersendiri bagi masyarakatnya. Sementara itu kata Ciamis tak banyak digunakan sebagai bukti diri kelompok dan hanya diidentikkan dengan sebuah wilayah. Sedangkan, kata Galuh memiliki falsafah kemasyuran dan kesejahteraan sehingga lebih mengena, berbekas di masyarakatnya.
Kata Galuh dipercaya telah ada sejak zaman pra sejarah, nan bisa dibuktikan dengan adanya Ratu Galuh nan tercantum dalam naskah kuno. Dalam naskah antik Wawacan Sajarah Galuh, pendiri kerajaan di Lakbok bernama Ratu Galuh.
Kata Galuh digunakan selama 9 abad lamanya sejak abad ke-7 hingga ke-16. Pada abad ke-16 ini, Kerajaan Galuh mencapai puncak kejayaan saat dipimpin oleh Prabu Niskala Wastu Kancana nan merupakan adik dari Citraresmi atau nan lebih dikenal dengan Dyah Pitaloka, seorang putri raja nan melakukan patrem, bunuh diri di medan Bubat.
Pusat Kerajaan Prabu Niskala Wastu Kancana berada di Kawali. Hal tersebut sinkron dengan beberapa peninggalan nan ditemukan di sekitar Astana Gede Kawali atau Surawisesa.
Prasasti tapak kaki dan tangan Prabu Niskala Wastu Kancana pun terdapat di situs Astana Gede Kawali. Selain itu, terdapat pula beberapa prasasti lainnya nan menunjukkan pada riwayat Galuh. Seperti halnya pada prasasti nan terdapat di Astana Gede Kawali pada Prasasti Kawali I nan berisikan nilai-nilai kehidupan dan petuah bagi generasi selanjutnya.
Bunyi dari Prasasti Kawali tersebut yaitu: "pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya di buana". Prasasti tersebut mengajarkan bahwa kita harus senantiasa berbuat kebajikan agar bisa memperoleh kejayaan, keselamatan selama hayati di dunia.
Lambang Rona Daerah Ciamis
Lambang rona daerah ini mengandung nilai-nilai kehidupan nan terlihat dalam rona ungu nan dijadikan lsebagai lambang wilayahnya. Rona ungu memiliki nilai filosofis nan sangat tinggi dan bukan berarti jomblo seperti kebanyakan penafsiran orang.
Jika kita mengetahui strata warna, kita akan mengetahui bahwa rona ungu merupakan rona tertinggi dalam strata warna. Rona ungu melambangkan keagungan, mistis, dan luhur. Dalam beberapa film nan bercerita mengenai kerajaan, acapkali rona ungu hadir sebagai rona agung, rona nan muncul sebab kekuatan suci, rona nan menjadi karakteristik dari senjata pusaka.
Dalam global teater pun rona ungu menjadi simbol dari keagungan dan mistis. Agung dan mistis menjadi selaras karena sesuatu nan agung bersifat tidak kasat mata. Tak bisa terlihat dengan mata namun bisa diyakini, dirasakan, dan dilihat dengan mata batin.
Itu sebabnya raja-raja atau kekuasaan disimbolkan dengan rona ungu. Ungu berarti agung, luhur, bijaksana, sekaligus mistis, penuh misteri. Tentu saja rahasia nan dimaksud bukan berhubungan dengan hal-hal mistik atau menyeramkan melainkan berhubungan dengan hal-hal tidak terduga.
Dalam global cakra atau aura pun, rona ungu merupakan rona nan paling tinggi. Rona ungu merupakan simbol dari cakra ajna yakni cakra tertinggi nan letaknya ada di ubun-ubun. Rona aura sama halnya seperti warana pelangi.
Seseorang nan auranya berwarna ungu, memiliki makna bahwa ia telah mampu menjaga hatinya agar tetap bersih, mampu bersikap bijak, dan bertutur kata dengan santun. Berbekal makna filosofis rona ungu, pemerintah Ciamis menjadikan rona ungu sebagai lambang daerahnya.
Penggunaan rona ungu diharapkan menjadi doa, menjadi refleksi atas daerah Ciamis nan dipenuhi dengan pegunungan dan pesisir agar tetap jaya dan makmur. Terlebih dengan pesona lautnya nan langsung terhubung dengan bahari lepas Samudra Hindia.