Sejarah Beberapa Suku Nelayan di Nusantara

Sejarah Beberapa Suku Nelayan di Nusantara

:

Pengertian nelayan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah orang atau masyarakat nan mata pencaharian utamanya ialah menangkap ikan (di laut). Sedangkan dari Wikipedia Indonesia, nelayan ialah istilah nan diperuntukkan bagi orang-orang nan dalam kesehariannya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya nan hayati di dasar, kolam, maupun permukaan perairan, dapat perairan tawar, payau, maupun laut.

Nelayan di Indonesia masih banyak nan menjalani aktivitas sehari-harinya dengan cara tradisional. Kelompok masyarakat inilah nan disebut sebagai nelayan tradisional. Pengertian nelayan tradisional sendiri ialah kelompok nelayan nan belum menggunakan teknologi mesin dalam menjalani kegiatan mencari ikan.



Profesi Nelayan di Indonesia

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan , jenis nelayan dibedakan menjadi dua, yaitu nelayan dan nelayan kecil. Masing-masing dari jenis nelayan tersebut mempunyai definisi nan berbeda.

Pengertian nelayan, menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 seperti nan dikutip dari buku Hukum Perikanan Nasional dan Internasional (2010) karya Marhawni Ria Siombo, ialah orang nan mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

Sedangkan pengertian nelayan kecil, menurut sumber nan sama, ialah orang nan mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan buat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Jadi, dalam hal ini, undang-undang negara membedakan jenis nelayan berdasarkan besar dan kecilnya skala penangkapan ikan nan menjadi pekerjaannya sehari-hari.

Persebaran nelayan di Indonesia sendiri sebenarnya sangat luas. Hal itu disebabkan sebab Indonesia ialah negara maritim nan mempunyai potensi kelautan nan cukup besar. Masyarakat nan hayati di daerah pesisir inilah nan kemudian lekat dengan sebutan kaum nelayan.



Sejarah Beberapa Suku Nelayan di Nusantara

Sejak zaman dahulu kala, masyarakat Indonesia sudah identik sebagai pelaut alias nelayan, terutama buat warga pesisir . Nenek moyang pelaut dari berbagai daerah di Indonesia pun dikenal sebagai orang-orang pemberani nan getol menjelajah samudera, tentunya buat mencari ikan, berdagang, dan singgah ke wilayah lain serta berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Oleh sebab itu, tak mengherankan apabila Indonesia memiliki cukup banyak suku nelayan nan tersebar di berbagai wilayah. Kelompok masyarakat nelayan di Indonesia ini tentunya memiliki karakteristik khas dan keistimewaan masing-masing. Beberapa masyarakat nelayan di Indonesia tersebut di antara ialah Suku Laut, Suku Bugis, Suku Mandar, Suku Makassar, Suku Madura, dan masih banyak lagi.



1. Suku Laut

Salah satu kelompok masyarakat nelayan ialah Suku Bahari nan kerap juga disebut sebagai Orang Laut. Suku bangsa pelaut ini terdapat di Kepulauan Riau dan pulau-pulau di sekitarnya nan terletak di lepas pantai Sumatera Timur dan Semenanjung Malaya bagian selatan.

Peran Orang Bahari dalam kehidupan maritim di Indonesia sudah terkenal sejak zaman dahulu. Bahkan, mereka punya andil nan cukup besar di era kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Malaka, dan Kesultanan Johor. Orang-orang Suku Bahari secara turun-temurun berperan menjaga keamanan maritim di wilayah ketiga kerajaan tersebut.

Orang-orang Suku Bahari masih terikat garis darah dengan leluhur orang Melayu di Nusantara. Antara tahun 2500-1500 Sebelum Masehi (SM), gelombang pertama dari golongan ras Proto-Melayu melakukan migrasi ke Nusantara. Keturunan Proto-Melayu inilah nan di antaranya menurunkan orang-orang Suku Bahari nan kemudian bermukim dan beranak-pinak di Riau dan sekitarnya.

Sesuai namanya, dari generasi ke generasi, orang-orang Suku Bahari menyandarkan kehidupannya pada laut, yakni sebagai nelayan atau pelaut, bahkan hingga saat ini. Masyarakat Suku Bahari sangat piawai dalam menjalani aktivitas di tengah samudera. Bahkan ketika cuaca paling jelek sekalipun, para nelayan dari Suku Bahari tak pernah gentar buat tetap melaut.

”Kalau tahu caranya, tak perlu takut dengan gulungan ombak. Ombak tinggi tak akan menghancurkan perahu. Orang nan hilang di bahari itu sebab memang sudah saatnya hilang. Orang itu juga tak kenal laut,” demikian pengakuan Boncet, salah seorang sesepuh orang Suku Laut, seperti dikutip dari Kompas (16 April 2013).

Seolah memang telah ditakdirkan, orang-orang Suku Bahari memang sudah akrab dengan bahari sejak dini. Sedari kecil, mereka sudah diperkenalkan dengan suasana masyarakat pesisir, seperti mengenali perahu, cara memperlakukan ombak, mencari arah di tengah lautan dengan pedoman bintang, dan lain sebagainya.

Boncet menuturkan, kunci keamanan orang-orang Suku Bahari saat berada di tengah luasnya samudera ialah jangan sekali-kali menentang laut. Orang Suku Bahari memang sangat mencintai bahari dan berusaha menjalin persahabatan dengan ganasnya ombak nan seringkali menjadi momok bagi kaum nelayan.

”Jangan menantang ombak, jangan berusaha menaklukkan ombak, tetapi justru memanfaatkan energi ombak. Inilah nan sudah diajarkan kepada anak-anak Orang Suku Laut,” kata Boncet.

Sampai saat ini, masyarakat nelayan Suku Bahari tetap menjaga bahari dengan sepenuh hati. Mereka tak pernah menggunakan alat-alat modern nan justru dikhawatirkan dapat merusak potensi bahari. Nelayan dari Suku Bahari masih menangkap ikan dengan menggunakan tombak dan keranjang perangkap nan sederhana. Itulah Suku Laut, salah satu suku nelayan sejati di Nusantara.



2. Suku Bugis

Selain Suku Laut, kelompok masyarakat nelayan Nusantara nan juga terkenal sejak dulu ialah orang-orang dari Suku Bugis dari Sulawesi Selatan. Berkat kepiawaian dalam melaut sehingga sering melakukan pelayaran, orang-orang Suku Bugis pun tersebar ke berbagai penjuru, dari seluruh wilayah Sulawesi, Papua, Borneo (Kalimantan), Jawa, Nusa Tenggara, Sumatera, Malaysia, Filipina, Brunei Darusalam, Thailand, Australia, Madagaskar, bahkan hingga ke Afrika Selatan.

Sama seperti Suku Laut, masyarakat Suku Bugis juga terkait erat dengan leluhur suku bangsa Melayu. Bedanya, orang-orang Suku Bugis merupakan keturunan dari orang-orang ras Melayu Deutero nan melakukan migrasi ke Nusantara setelah periode 1500 SM, atau gelombang migrasi kedua setelah rombongan golongan ras Proto-Melayu nan kemudian menurunkan orang-orang Suku Laut.

Suku bangsa turunan ras Melayu Deutero nan kemudian dikenal sebagai Suku Bugis tersebut sukses memantapkan kehidupannya di kawasan pesisir di Celebes atau Sulawesi. Mereka pun berhasil membangun peradaban dengan membentuk kerajaan dengan segala produk budayanya, termasuk bahasa, aksara, kesenian, dan lain-lain.

Beberapa kerajaan orang Bugis nan pernah berkuasa di Sulawesi antara lain Kerajaan Luwu, Kerajaan Bone, Kerajaan Wajo, Kerajaan Soppeng, Kerajaan Suppa, Kerajaan Sawitto, Kerajaan Sidenreng, Kerajaan Rappang, dan lain-lain. Kini, persebaran orang Bugis di Sulawesi meliputi di sejumlah Kabupaten seperti Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru, Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan, Polmas, Pinrang, dan lain-lain.

Orang-orang Suku Bugis dikenal sebagai kaum pelaut nan gagah berani. Dalam berlayar, mereka membuat bahtera nan namanya pada akhirnya menjadi cukup legendaris, yakni Kapal Pinisi. Dengan Kapal Pinisi, orang-orang Bugis mengarungi samudera buat mencari penghidupan, selain juga melakukan pelayaran ke berbagai tempat.

Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, kaum pelaut dari Suku Bugis sering melakukan perlawanan terhadap penjajah, tentunya lewat jalur laut. Tidak sporadis mereka merampas kapal-kapal Belanda nan melintas sehingga merepotkan pemerintahan Belanda nan menguasai Nusantara.

Sebenarnya masih banyak lagi kelompok masyarakat nelayan nan ada di Indonesia sebab negeri ini ialah negara kepulauan nan dikelilingi oleh lautan. Dari Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, hingga Papua, terdapat komunitas masyarakat nelayan nan masih eksis dan tetap menjalani kehidupan sederhana sebagai pelaut hingga saat ini.