Bukti Lama Tak termanfaatkan
Keberadaan sebuah perpustakaan di sekolah hendaknya bukan sekadar penghias, pelengkap penderita, atau formalitas. Jika hanya ditempatkan pada posisi itu, perpustakaan sekolah tidak memberi kegunaan apa-apa kecuali menambah poin evaluasi dari sebagian orangtua murid atau dari diknas. Pemanfaatan perpustakaan sekolah sebagai pendukung proses kegiatan belajar mengajar tentu membutuhkan lebih dari sekadar basa-basi.
Jangan Hanya Dikunjungi Debu
Pemanfaatan perpustakaan sekolah nan tak optimal membuat perpustakaan itu hanya dikunjungi oleh debu. Debu nan menggunung itu bahkan dapat terlihat dengan jelas ketika terkena cahaya matahari nan amsuk melalui celah-celah ventelasi. Di zaman serba digital ini, perpustakaan harus bersaing dengan berbagai perangkat nan memfasilitasi para pengunjung sebuah perpustakaan tidak lagi harus beranjak dari tempatnya. Mereka dapat saja memasuki berbagai perpustakaan digital nan menyediakan berabgai informasi nan sangat dibutuhkan.
Bahkan perpustakaan digital itu dapat memperlihatkan letak buku secara tiga dimensi. Namun, tak semua sekolah dapat menyediakan fasilitas internet dengan kecepatan tinggi dan tak semua murid mempunyai laptop atau tablet nan dapat digunakannya secara leluasa dalam berselancar di global maya. Inilah salah satu fungsi perpustakaan sekolah. Sayangnya, keberadaan perpustakaan sekolah ini seakan kalah dengan keberadaan informasi nan berkembang. Buku-bukunya terlihat usang dan tidak mampu memberikan infromasi aktual.
Bangku-bangkunya mungkin saja masih nyaman, tetapi panasnya udara terkadang masuk hingga ke ruang perpustakaan sekolah nan tidak diberi penyejuk ruangan. Sama dengan ruangan kelas nan lain nan hanya diberi kipas angin. Citra perpustakaan sekolah seperti ini tentu saja bukan milik perpustakaan sekolah bonafid dengan julukan sekolah RSBI atau sekolah SBI mulai dari taraf sekolah dasar hingga taraf sekolah menengah atas. Citra ini mungkin saja ada di perpustakaan sekolah di daerah nan jauh dari kota.
Buku-buku nan memuat infromasi nan telah ketinggalan itu masih saja dibuka. Lalu, apa nan diharapkan dari semua informasi nan telah ketinggalan zaman itu? Walaupun mungkin saja masih ada anak mau menikmatinya, mungkin saja mereka mulai berpikir lebih baik melakukan hal nan lain daripada mengisi otaknya dengan informasi nan tidak dapat lagi diamnfaatkan. Untuk menghindari hal ini, ada baiknya, perpustakaan memuat buku-buku nan berisi infromasi nan tidak lekang oleh hujan dan tidak usang oleh panas. Informasi nan abadi nan dibutuhkan selama hidup. Hanya saja perawatan buku-buku seperti ini memang harus dilakukan secara ekstra.
Buku-buku nan memuat informasi abadi tentu saja akan dibaca oleh banyak orang sehingga taraf kerusakanm buku dapat sangat tinggi. Namun, dapat saja bahwa buku-buku itu tidak tersentuh. Bila hal ini terjadi, penggalakan kunjungan ke perpustakaan harus ditangani oleh pihak sekolah dengan sangat bijaksana. Dapat jadi ada beberapa rangkaian lomba nan mengharuskan anak mengunjungi perpustakaan. Memberikan penghargaan kepada anak nan sering berkunjung ke perpustakaan juga dapat menjadi perangsang anak melakukan hal itu berulang kali. Para guru bidang studi nan ‘memaksa’ anak-anak didiknya ke perpustakaan sebab ia meletakkan informasi nan dibutuhkan ada di perpustakaan.
Kalau ingin menggalakan siswa ke perpustakaan, maka konsekuensinya adalh bahwa perpustakaan harus nyaman dan mampu memuat sebanyak siswa satu kelas nan dapat berjumlah sekira 40 orang anak. Kalau ketika satu kelas berkunjung ke perpustakaan dan ternyata ruang perpustakaan tidak mampu menampung semua anak, maka akan ada kesamaan buat mengurangi kunjungan ke perpustakaan. Paling tak mungkin guru bidang studi akan memberikan giliran kepada kelompok anak buat melakukan pencarian data di perpustakaan.
Bukti Lama Tak termanfaatkan
Apa bukti kalau satu perpustakaan sekolah tak dimanfaatkan secara maksimal atau bahkan belum berjalan dengan semestinya? Hal ini bisa dilihat dari selalu sepinya perpustakaan. Sepanjang hari, isi perpustakaan hanya penjaga perpustakaan nan berusia cukup lanjut nan setia menemani buku-buku nan juga kesepian. Bila memang pandai mencari petugas perpustakaan nan memang lulusan jurusan perpustakaan, maka bukannya tak mungkin bahwa petugas perpustakaan ini akan dapat merekomendasikan buku-buku nan mungkin akan bermanfaat bagi anak-anak.
Anak-anak pun niscaya akan bahagia berteman dengan petugas perpustakaan nan sangat aktif menawarkan berbagai buku bagus nan berkaitan dengan ilmu tertentu. Ia niscaya akan menjadi acum nan baik bagi para siswa. Pengaturan buku pun akan baik. Intinya jangan sampai petugas perpustakaan ialah seseorang nan seolah dibuang dan tak mempunyai ketrampilan apa-apa selain sebagai petugas penjaga buku dan bukan seorang pustakawan. Tidak mudah menemukan seorang pustakawan nan profesional. Namun, bila telah mendapatkannya, maka sang pustakawan ini akan menjadi aset sekolah nan sangat diandalkan. Ia tentunya sangat tahu bagaimana menarik perhatian para pengunjung perpustakaan dan ia juga tahu buku apa nan dibutuhkan oleh para pengunjungnya.
Ciri perpustakaan nan kurang dimanfaatkan selanjutnya ialah stereotip bahwa perpustakaan hanya loka siswa-siswi nan kutu buku. Selain itu, penempatan perpustakaan nan asal-asalan (di kantor kepala sekolah, di ruang BP, di dekat gudang nan gelap, atau bersebelahan dengan toilet nan bau). Penempatan perpustakaan seperti ini justru akan menjauhkan siswa dari perpustakaan. Apalagi kalau cara penyusunan buku dan tata letak barang di perpustakaan tak jauh beda dengan gudang sehingga tiada ada keinginan agar orang lain tahu bahwa ruangan nan tal layak itu ialah sebuah perpustakaan.
Penempatan tenaga pengelola nan asal ada dan tak memiliki kompetensi nan memadai dalam mengelola perpustakaan. Buku-buku nan ditumpuk atau dijejalkan begitu saja ke dalam rak buku. Ketidaktahuan siswa tentang keberadaan perpustakaan di sekolahnya. Semua karakteristik perpustakaan nan tidak termanfaatkan dengan baik itu, tentunya tidak boleh ada di sekolah. Perpustakaan dapat dikatakan sebagai salah satu saluran kehidupan sekolah nan harus dijaga. Perpustakan dapat menjadi gudang inspirasi dan gudang merentas jalan menuju cita-cita nan jauh tinggi ke angkasa.
Fungsi Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan sekolah, seperti halnya jenis-jenis perpustakaan lainnya, memiliki fungsi edukatif, informatif, riset, dan rekreatif. Pada perpustakaan sekolah, fungsi nan paling menonjol ialah fungsi edukatif. Segala informasi nan ada di perpustakaan sebagai penunjang kurikulum pendidikan harus bersifat mendidik (edukatif). Tak hanya memberikan dukungan secara langsung terhadap mata pelajaran nan dipelajari oleh para siswa di sekolah, namun juga memberikan dukungan pada pembentukan tabiat dan intelektual para siswa secara menyeluruh.
Fungsi selanjutnya nan menonjol dalam pemanfaatan perpustakaan sekolah ialah fungsi rekreatif. Dalam melaksanakan fungsi rekreatif ini, perpustakaan menyediakan bahan bacaan nan bersifat ringan dan menghibur. Akan tetapi fungsi rekreatif ini tidak bisa lepas dari fungsi edukatif. Artinya, bacaan ringan dan menghibur nan disediakan oleh perpustakaan hendaknya tetap memiliki muatan edukatif nan bermanfaat bagi perkembangan jiwa dan intelektual siswa.
Komik, misalnya. Komik bisa berguna buat menjelaskan konsep abstrak, mengembangkan minat terhadap sesuatu hal, meningkatkan estetika, dan pintu masuk buat menumbuhkan kesukaan membaca. Namun tak semua komik bermuatan edukatif. Lebih jauh lagi, tak semua komik pantas dibaca oleh siswa-siswi nan masih berusia kanak-kanak hingga remaja. Begitu juga dengan bacaan fiksi seperti novel, kumpulan cerpen, atau kumpulan puisi.
Bacaan seperti ini bisa meningkatkan minat baca siswa, melatih dan meningkatkan kemampuan nalar siswa, menumbuhkan inspirasi, menghaluskan rasa, dan sebagainya. Agar fungsi ini berjalan optimal, pilihlah hanya bacaan fiksi nan bermutu dan sinkron dengan usia siswa. Fungsi berikutnya ialah fungsi informatif dan riset. Kedua fungsi ini kurang menonjol dalam pemanfaatan perpustakaan sekolah.
Perpustakaan sebagai Ruang Belajar
Jika perpustakaan menempati sebuah ruangan sendiri (idealnya memang demikian), pustakawan bekerja sama dengan guru kelas atau guru mata pelajaran bisa menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar di perpustakaan. Entah itu pelajaran bahasa (bahasa Indonesia, bahasa asing, atau bahasa daerah), IPA (fisika, kimia,biologi), Matematika, IPS (sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi), atau seni. Pada prinsipnya nyaris semua mata pelajaran bisa diberikan di perpustakaan. Jangan berpikir bahwa hanya pelajaran bahasa Indonesia saja nan cocok diselenggarakan di perpustakaan.
Dengan “memindahkan” kegiatan belajar-mengajar di perpustakaan, siswa-siswa akan terbiasa dengan suasana perpustakaan nan tenang dan penuh buku. Guru dan siswa juga bisa dengan mudah memperoleh bahan-bahan pengayaan. Jangan lupa, pustakawan harus siap buat ikut mengajar. Bukan mengajar materi nan disampaikan oleh guru namun memberikan bimbingan pembaca (readers’ advisory work) kepada para siswa.