Pengaturan Interaksi Diplomatik
Saling Menguntungkan
Tidak ada satu negara pun nan mampu hayati sendiri. Iran sempat dikatakan sebagia negara nan luar biasa. Negara nan dianggap sangat berbahya bagi kedamaian global ini disinyalir mempunyai program senjata nuklir sehingga negara-negara seperti Amerika, berusaha membuat Iran tidak berdaya dengan memberikan ultimatum dan mengajak PBB memboikot negara dengan karakter pemimpi nan kuat ini. Kenyataannya, Iran bukannya negara biasa. Negara barat dapat saja memboikot hingga tak boleh melakukan perdagangan secara internasional.
Apa nan terjadi ialah Iran bekerja sama dengan negara-negara timur nan memang merasa bahwa kekuatan barat ini cukup menindas padahal belum tentu memberikan kegunaan nan cukup besar kepada masyarakat dunia. Indonesia pun pernah merasakan boikot dari Amerika terkait dengan apa nan dianggap sebagai kejahatan atas manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Awalnya cukup berat bagi Indonesia buat bertahan. Namun, dengan usaha nan cukup keras, Indonesia mampu mengatasi masalah tersebut.
Iran lebih hebat lagi. Negara kaya gas alam ini memang dibutuhkan oleh banyak negara. Kalai Iran menghentikan kegiatannya penujualan gas alamnya, apsti banyak industri besar nan kelimpungan. Jepang menjadi salah satu negara nan bingung kalau gas dari Iran tak boleh dipasok ke negaranya. Terutama setelah beberapa protes masyarakat tentang pembangkit listri tenaga nuklir. Setelah tsunami nan sebelumnya terjadi gempa, rakyat Jepang menjadi serba salah. Nuklir memang bagus, tetapi sangat mematikan.
Kontaminasi nan luar biasa ini membuat kematian perlahan nan menyakitkan. Gas alam dari Iran menjadi salah satu penyebab. Kolaborasi nan saling menguntungkan dan suatu negara nan menjadi tumpuan harapan, telah membuat kisah dalam sejarah nan menyangkut hukum ini semakin menarik buat disimak. Tuhan tahu bahwa manusia ini tak mampu hayati sendiri. Manusia itu saling membutuhkan sehingga harus aada anggaran main nan cantik.
Hukum diplomatik ialah hukum/ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip nan mengatur interaksi luar negeri antar negara. Ketentuan-ketentuan itu tentu saja merupakan hasil kesepakatan bersama antara negara-negara berdasar kebiasaan-kebiasaan internasional dan perkembangan masyarakat internasional. Budaya dan Norma nan berbeda dari satu negara dengan negara lain juga semakin menjadikan interaksi internasional ini harus berdasarkan kepentingan bersama.
Walaupun sebenarnya dari fenomena nan ada, ada negara-negara eksklusif nan mampu mendapatkan laba lebih sebab mereka mampu memberikan barang nan jauh lebih bagus sehingga disenangi oleh konsumen di negara-negara lainnya. Misalnya, Cina. Negara satu ini mempunyai kehebatan nan luar biasa. Negara mana nan tak ada bangsa Cina? Paling tak ada orang keturunan Cina nan mendiami negara tersebut.
Berhubungan Cina terkadang malah membawa malapetaka. Barang dari negara lain sulit masuk sebab Cina sangat melindungi rakyatnya. Inilah Cina. Negara satu ini mampu memanfaatkan apa nan tak dimanfaatkan oleh orang lain. Itulah mengapa produk Cina ini cukup merajarela di seluruh dunia. Interaksi diplomati itu mencakup semuanya dan tak hanya buat bidang bisnis.
Semua negara-negara di global pastilah saling melakukan interaksi luar negeri atau lebih sering disebut dengan interaksi diplomatik. Interaksi diplomatik itu dilakukan oleh para diplomat dan anggota kedutaan nan merupakan wakil dari masing-masing negara.
Fungsi Diplomat
Peran besar para diplomat atau dubes antara lain ialah sebagai simbol dan wakil formal negara asal atau negara pengirim. Sebagai agen nan memiliki tugas buat meningkatkan interaksi nan telah terjalin antar negara dalam masyarakat internasional. Sebagai duta buat melakukan berbagai perundingan internasional dengan pihak luar negeri buat kepentingan negara asal.
Mereka juga sebagai pelindung bagi kepentingan warga negaranya dan juga kepentingan negara asal/ pengirim di negara penerima. Sebagai pihak nan bertanggung jawab buat aplikasi misi kerja luar negeri dan pihak nan melakukan koordinasi dan pengaturan kerja. Sebagai pihak pelapor nan wajib melaporkan berbagai informasi serta data-data nan diperoleh dari negara penerima buat negera asal/pengirim, termasuk berbagai hasil perjanjian dan perundingan internasional.
Kalau perwakilan nan ada di luar negeri ini tak mampu menjalankan tugasnya dengan baik, maka kesan nan didapatkan orang terhadap negara tersebut akan berbeda. Mereka mungkin saja tak dapat menaruh hormat kalau perwakilan itu sendiri tak dapat menunjukan kualitas nan bagus. Untuk itulah pemilihan para diplomat ini tak dapat dilakuan dalam beberapa hari saja. Sine qua non penelusuran kepribadian nan informasi nan didapatkan akurat. Kepribadian nan baik akan menjadi satu cermin nan baik juga.
Sejarah Hukum Diplomatik
Pada zaman Mesir, India dan Cina antik sudah ditemukan beberapa bukti tentang adanya utusan diplomatik dan konsuler nan memiliki berbagai fungsi dan keistimewaan. Pada tahun 1179 SM, sudah ada perjanjian perdamaian nan dibuat oleh Ramses II dari Mesir dengan Hattusili II dari Kerajaan Kheta (Asia kecil)dengan menggunakan bahasa Akkadi/Babylon.
Raja Iskandar Agung juga pernah menjalin interaksi diplomatik dengan Kerajaan Maurya di India. Di saat nan bersamaan, beberapa duta besar dari Yunani ditempatkan atau dipercayakan pada Raja Pataliputra. Kemudian, ada pula pertukaran utusan antara Maharaja Ashoka dengan pemerintah di negara-negara lain, seperti Syria, Macedonia, Cyprus dan juga Mesir.
Kaidah-kaidah pokok hukum diplomatik dibentuk oleh negara-negara seperti Romawi, Perancis, Yunani dan Turki. Selain itu, kerajaan-kerajaan di wilayah Indonesia juga telah sejak lama melakukan interaksi diplomatik dan perdagangan dengan Cina, India dan negara-negara kawasan timur tengah lainnya. Awal hukum diplomatik dimulai dengan hukum Norma nan telah berlaku sebelumnya. Contohnya ialah sebuah Norma nan telah menjadi ketentuan mengenai keistimewaan dan kekebalan para duta besar.
Hal ini dikarenakan duta besar ialah dianggap orang suci, nan perlu diperlakukan dengan istimewa. Duta besar mempunyai kekebalan hukum. Kekebalan hukum ini hendaknya tak disalahartikan dan disalahgunakan sehingga bebas melakukan berbagai kejahatan demi kepentingan diri sendiri.
Sejarah tentang hukum diplomatik kemudian bergulir dengan adanya perjanjian Whesphalia, nan merupakan awal perkembangan hukum diplomatik, karena sejak saat itu pula perwakilan-perwakilan diplomatik kemudian bersifat permanen, utusan-utusan diplomatik kemudian mulai diangkat, dikirimkan dan dipercayakan pada negara lain.
Pengaturan Interaksi Diplomatik
Konvensi Wina pada tahun 1815, disusul Protokol Aix La Capelle tahun 1819 ialah ketentuan-ketentuan nan telah mengatur prinsip-prinsip hukum diplomatik menjadi sistematis dan tetap. Menjelang Perang Global I dan II, peran diplomat dalam diplomasi-diplomasi internasional mulai dianggap penting. Karena para perwakilan itu harus mampu mendengar, melindungi, memantau dan kemudian melaporkan, bahkan mereka pun harus dapat menjadi penyampai suara di perundingan-perundingan internasional buat negara asal atau nan diwakilinya.
Liga Bangsa-bangsa (LBB) membentuk sebuah Komite Pakar di tahun 1927 nan bertugas buat membicarakan serta melakukan pembahasan tentang perkembangan dan kodifikasi hukum internasional, nan termasuk di dalamnya hukum diplomatik. Hanya saja, komite tersebut baru sukses merumuskan dua buah konvensi saat konferensi di Havana pada tahun 1928. Dua konvensi nan dihasilkan ialah Convention on Diplomatic Officers dan Convention on Consullar Agents.
Kemudian PBB memprakarsai Konferensi Menteri Berkuasa Penuh di Wina tanggal 2 Maret-14 April 1961 nan lalu mengesahkan Konvensi Wina tentang Interaksi Diplomatik. Konvensi Wina tersebut terdiri dari 52 pasal dan dua protokol pilihan. Lalu diadakan lagi konferensi nan sejenis, menghasilkan Konvensi Wina tentang interaksi konsuler nan dinyatakan berlaku sejak 19 Maret 1967.
Lalu Majelis Generik PBB pada tanggal 8 Desember 1969 menyetujui Resolusi 2530, disertai teks konvensi tentang misi khusus. Berikutnya, tanggal 14 Desember 1977 Majelis Generik PBB mengesahkan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Orang-orang nan Menurut Hukum Internasional Dilindungi, dalam hal ini termasuk para diplomat.
Catatan panjang sejarah hukum diplomatik ialah bukti keseriusan interaksi antara negara-negara di tengah kehidupan masyarakat internasional. Karena adanya majemuk kepentingan antar negara, membuat peran diplomat amat diperlukan. Tentu saja nan paling utama, para diplomat tersebut harus mau melindungi kepentingan negara asalnya, khususnya para warga negaranya baik saat mereka di negeri sendiri ataupun di negeri orang.