Pelaksanaan Badal Haji
Ibadah haji merupakan rukun Islam nan kelima nan harus dilakukan oleh semua umat Islam apabila mampu. Mampu di sini meliputi mampu secara fisik atau kesehatan, mampu secara mental, dan tentu saja mampu secara material. Rukun Islam nan kelima ini dilakukan pada bulan Zulhijah sehingga semua umat Muslim di global akan melakukan ibadah haji pada waktu nan sama.
Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 8 bulan Zulhijah, yakni ketika umat Islam sedang bermalam di Mina, lalu melakukan wukuf di Padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijah, dan diakhiri dengan kegiatan melempar jumrah pada tanggal 10 Zulhijah. Pada saat umat Muslim nan lainnya melaksanakan ibadah haji, sebagain umat Islam lainnya melakukan ibadah kurban.
Ibadah haji ini sudah dikenal oleh masyarakat Arab sejak zaman jahiliyah. Mereka mengenalnya dari nenek moyang terdahulu. Namun, pada perkembangannya, terdapat beberapa hal nan tak sinkron dengan hukum dan syariat Islam sehingga aplikasi ibadah haji harus dibenahi lagi oleh para pelaku fiqih Islam.
Pelaksanaan ibadah haji ini tentu saja dilatarbelakangi oleh pengetahuan umat Islam mengenai kewajibannya sebagai muslim, serta sejarah para nabi dalam agama Islam nan juga melakukan kewajiban tersebut, seperti nabi Ibrahim dan isterinya nan bersusah payah mencari sumber air di padang Arafah.
Lalu, pada zaman nan semakin modern ini, ibadah haji memang tak dapat dilakukan serupa dengan nan dilakukan oleh umat islam pada zaman dahulu. Pada zaman sekarang, orang harus terlebih dahulu mendaftar haji, melakukan berbagai pemenuhan persyaratan, hingga akhirnya dapat menunaikan ibadah tersebut.
Berbagai hambatan pun muncul hingga akhirnya ada satu masa di mana seseorang nan telah berniat haji, tak dapat melaksanakannya dengan alasan nan sangat krusial, yakni sakit atau bahkan meninggal dunia. Jika sudah begitu, apa nan dapat kita lakukan sebagai sesama umat Islam? Tentu saja dengan mewakili ibadah haji tersebut atau biasa disebut dengan badal haji.
Bagimana sebenarnya pandangan fiqih terhadap istilah badal haji dalam kegiatan ibadah haji?? Berikut akan penulis sajikan sedikit citra tentang pandangan fiqih tentang ibadah haji dan badal haji.
Ibadah haji termasuk rukun Islam nan terakhir. Umat Islam wajib melaksanakan Ibadah haji jika telah mampu secara fisik, batin, dan finansialnya. Ibadah haji termasuk ibadah nan paling komplit.
Ibadah ini membutuhkan fisik nan kuat, biaya nan tak sedikit, dan batin nan ikhlas dalam memenuhi panggilan Allah Swt. Fisik kuat dan sehat, hatinya ikhlas mendapat panggilan Allah, tetapi tak ada biayanya, tak jadi pergi berhaji. Begitu juga sebaliknya.
Oleh sebab itu, ibadah haji nan merupakan ibadah ritual tahunan ini ditujukan kepada mereka nan mampu. Baik secara fisik, batin, maupun finansial. Ibadah haji wajib dilaksanakan satu kali seumur hidup.
Jika ada orang nan setiap tahun pergi berhaji, hukumnya sunnah dan dibolehkan. Selain orang tersebut mampu secara fisik dan finansial, dapat juga sebagai tanda bersyukur atas nikmat dan karunia nan telah diberikan Allah Swt.
Pengertian Badal Haji
Tahun ini, ribuan calon jamaah haji Indonesia sudah mulai memadati tanah kudus buat melaksanakan rukun Islam nan kelima. Banyak juga calon jamaah nan batal berhaji sebab berhalangan, seperti uzur atau meninggal dunia.
Padahal orang tersebut sudah berniat dengan kuat buat melaksanakan ibadah haji. Apakah ritual ibadah hajinya bisa diwakilkan kepada orang lain?
Di dalam ritual ibadah haji, dikenal istilah 'badal haji'. Artinya seseorang nan menggantikan ritual ibadah haji dan pahalanya diniatkan buat orang nan tak mampu melaksanakan haji, baik nan masih hayati (dengan syarat tak mampu pergi sebab uzur) maupun tak mampu pergi sebab sudah wafat. Dengan kata lain, badal haji merupakan suatu tindakan dalam menghajikan orang lain dengan ketentuan bahwa orang nan menjadi wakil dalam melakukan haji tersebut sudah melakukan haji wajib sebelumnya. Sementara itu, orang nan dihajikan sudah mampu buat pergi menunaikan ibadah haji, namun tak bisa melakukannya sendiri sebab beberapa alasan nan tak dapat dihindari.
Seorang laki-laki atau perempuan boleh mewakilkan hajinya pada siapapun, baik laki-laki maupun perempuan asalkan sinkron dengan syariat dan hukum nan berlaku dalam ilmu fiqih Islam. Namun, nan lebih diutamakan ialah dari kalangan keluarga atau kerabat dekat terlebih dahulu.
Hukum Aplikasi Badal Haji
Ibadah haji merupakan ibadah wajib nan harus dilaksanakan apabila seseorang telah mampu, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Namun, jika seseorang nan hendak melakukan ibadah haji tersebut berhalangan sehingga tak bisa melaksanakannya, maka kewajiban tersebut dapat dilaksanakan atau digantikan oleh orang lain. Orang nan dapat menggantikan seseorang tersebut dalam ibadah haji ialah keturunannya, keluarga, kerabat, atau orang nan dipercayainya semasa hayati (bila nan diwakilkan sudah meninggal dunia).
Badal haji dalam istilah fiqihnya disebut ' Al-hajju 'anil Ghair '. Bagaimana hukum badal haji? Sebagian besar ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah memperbolehkan badal haji. Hampir semua ulama memperbolehkan aplikasi haji semacam ini. Namun, tetap apabila kondisi seseorang nan bersangkutan memang sinkron dnegan syarat atau kriteria aplikasi badal haji, yakni mampu secara fisik dan materi namun tak dapat menunaikan ibadah wajib tersebut sebab terhalang oleh sakit atau meninggal.Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW sebagai berikut.
"Ada seorang pria datang kepada Nabi SAW seraya berkata, 'Saat haji difardhukan kepada para hamba, ketika itu ayahku sudah amat sepuh dan ia tiada sanggup menunaikan haji maupun menunggang kendaraan. Bolehkah saya menghajikan dia?' Rasulullah SAW menjawab, 'Lakukanlah haji dan umrah buat ayahmu!'" (HR. Ahmad dan An Nasa'i)
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi SAW dan bertanya,"Sesungguhnya ibuku nadzar buat hajji, namun belum terlaksana sampai ia meninggal, apakah aku harus melakukah haji untuknya?" Rasulullah SAW menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, sebab hutang Allah lebih berhak buat dibayar." (HR Bukhari)
Pelaksanaan Badal Haji
Orang nan melaksanakan badal haji harus orang nan sudah berhaji atau sudah melakukan haji buat dirinya sendiri. Artinya, badal haji tak absah dilakukan orang lain nan belum pernah menunaikan ibadah haji. Orang nan ditunjuk buat melaksanakan badal haji lebih baik dari anggota keluarga. Jika tak ada nan sanggup, bisa dilakukan orang lain nan dipercayakan.
Orang nan melakukan badal haji harus meniatkan ibadah haji dan pahalanya buat orang nan digantikannya. Diterima atau tidaknya pahala ibadah haji itu menjadi urusan Allah Swt.Yang krusial ialah pelaksana berniat haji buat orang nan diwakilkannya itu.
Pelaksanaan badal haji ini diprioritaskan buat pakar waris atau keluarga terdekat dari orang nan hajinya akan diwakilkan. Namun, jika tak ada pakar waris atau keluarga nan dapat menggantikannya, barulah aplikasi haji dapat diamanahkan kepada orang lain nan dapat dipercaya.
Jika Anda termasuk salah seorang keluarga nan ditinggal oleh orang nan hendak melaksanakan ibadah haji, maka penuhilah ibadah tersebut dengan niat nan mewakili kerabat Anda tersebut. Selamat melakukan badal haji!