Proses Membuat
Membuat kerangka karangan buat menulis menjadi salah satu aktivitas nan bersifat intelektual. Kegiatan tersebut meliputi upaya seorang penulis buat merangkum segenap ide, pengalaman, dan wawasan nan dimilikinya dalam bentuk tulisan. Supaya tulisan bisa dibaca dan dipahami oleh orang lain dengan mudah, banyak orang menyarankan buat memiliki kemampuan membuat kerangkanya dulu.
Boleh Dibuat, Boleh Tidak
Dengan menguasai kemampuan membuat kerangka suatu karangan, laba lainnya ialah menulis akan jadi aktivitas nan mudah dilakukan. Penulis tak akan terjebak oleh kemacetan ide atau dihinggapi kebingungan dalam menyelesaikan karangannya. Begitu pun isi dari tulisan akan lebih berbobot. Hal ini sebab apa nan hendak dibuat telah dirancang dan dipersiapkan lebih matang.
Benarkah demikian? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, krusial buat diketahui fungsi dasar dari pembuatan kerangka suatu karangan. Yang mana, kerangka karangan pada dasarnya bersifat membantu seorang penulis agar tetap fokus dengan isi tulisan dan pesan nan hendak disampaikan kepada pembaca. Maksudnya, dengan membuat kerangka dari suatu tulisan/karangan, maka secara tak langsung penulis tersebut telah membuat blue print atau acuan suatu tulisan.
Nah, acuan ini akan memandu penulis buat bagaimana memulai tulisannya, apa saja nan akan disampaikan (isi tulisan), dan pesan atau tujuan dari dibuatnya tulisan tersebut. Akan tetapi, acuan tersebut tak bersifat absolut atau wajib ada.
Jadi, sah-sah saja jika ada seorang penulis tak membuat kerangka karangan ketika memulai aktivitas menulis . Bukan berarti ia tak mampu membuat atau menganggap kerangka dari suatu tulisan itu tak penting. Tetapi, beberapa penulis memilih buat tak membuatnya sebab mengetahui fungsi dasar dari kerangka tulisan atau karangan. Adapun fungsinya ialah sebagai pedoman nan bebas buat dibuat atau tidak. Homogen mind map atau ‘peta’ acuan dalam menulis, nan mana kebebasan membuatnya tergantung dari jenis karangan dan Norma atau style seorang penulis dalam membuat tulisan.
Jenis Karangan dan Style Penulis
Bila seorang penulis hendak membuat tulisan atau karangan fiksi , seperti cerpen, cerbung, novel, maka keberadaan kerangka tulisan biasanya tak terlalu penting. Dalam beberapa kasus, penulis fiksi malah akan merasa kreativitas mereka jadi terkekang oleh keberadaan kerangka tulisan/karangan. Hal ini dikarenakan daya khayalan nan jadi bahan primer penulisan fiksi bersifat fleksibel dan dinamis.
Adapun kerangka tulisan bersifat sebaliknya, rigid (kaku) dan cenderung tak mudah berubah, sehingga penulisan fiksi tidak dapat mengalir lepas. Berkaitan dengan penulisan non fiksi seperti artikel, esai dan karya ilmiah, maka kerangka suatu karangan amat dibutuhkan. Terutama tulisan karya ilmiah berupa jurnal, skripsi, tesis, dan disertasi, pembuatan kerangka tulisan amat membantu. Bahkan lancar atau tidaknya proses penulisan karya ilmiah, pembuatan kerangka tulisan atau karangan jadi faktor nan signifikan memengaruhi. Ini sebab tulisan karya ilmiah sangat berlandaskan pada data atau bahan nan valid. Dengan adanya kerangka tulisan/karangan, proses mencari data atau bahan tersebut akan sangat terbantu.
Dengan kata lain, jika penulis hendak membuat tulisan jenis non fiksi, disarankan membuat kerangka tulisan/karangan buat mempermudah proses pengerjaan. Sebaliknya, jika akan menulis fiksi maka pembuatan kerangka dari suatu karangan tak terlalu relevan. Dipersilahkan buat membuatnya, tapi akan lebih baik jika tulisan dibiarkan bebas mengalir tanpa direpotkan oleh keberadaan kerangka tulisan/karangan.
Lalu, ada satu faktor lagi nan juga menentukan apakah kerangka tulisan relevan buat dibuat. Faktor itu ialah Norma atau style dari seorang penulis. Hal ini memang bersifat subjektif, tapi menentukan kenyamanan ketika menulis. Contohnya seperti ini, seorang penulis hendak membuat artikel (tulisan non fiksi). Jika dilihat dari kelaziman, maka pembuatan kerangka tulisan disarankan buat dilakukan terlebih dahulu. Namun, jika penulis tersebut punya style nan terbiasa menulis mengalir begitu saja tanpa menggunakan acuan dari kerangka tulisan/karangan, hal ini dapat saja terjadi. Tidak akan menghambat atau membuatnya kehabisan ide buat ditulis.
Pun demikian bagi penulis nan terbiasa menulis menggunakan kerangka tulisan/karangan. Walau penulis tersebut hendak membuat tulisan non fiksi , ia akan merasa nyaman dan terbantu jika telah memiliki acuan dari kerangka tulisan. Jadi, Norma atau style penulis nan merupakan faktor psikologis ini, harus jadi pertimbangan buat menilai relevansi pembuatan kerangka suatu karangan.
Proses Membuat
Hal krusial lain dalam membuat kerangka tulisan/karangan ialah pada prosesnya. Seorang penulis sebaiknya menyadari bahwa membuat kerangka suatu karangan harus serius dilakukan. Tidak boleh dikerjakan setengah hati sebab menganggap kerangka tulisan /karangan bukanlah tulisan sesungguhnya. Padahal, kualitas suatu tulisan sangat dipengaruhi oleh kualitas dari kerangka tulisan nan terlebih dahulu dibuat.
Bentuk keseriusan ditunjukkan dengan mengikuti tahap-tahap (proses) membuat kerangka tulisan/karangan nan benar. Termin pertama dimulai dengan selektif mencari bahan referensi. Termin ini harus mendapat perhatian lebih sebab sangat berpengaruh pada kualitas dari isi tulisan. Ada banyak cara buat memperoleh bahan referensi, yaitu dengan membaca (studi pustaka), melakukan observasi atau pengamatan, dan mewawancarai nara sumber nan relevan serta kompeten.
Setelah bahan dianggap telah memadai, berlanjut pada termin berikutnya yakni pemilahan bahan sinkron kebutuhan bagi pembuatan kerangka tulisan. Pemilihan ini mengacu pada kesesuaian dengan tema atau topik nan telah dibuat. Misalnya jika hendak membuat tulisan bertemakan ‘budaya korupsi di dunia’, penulis bisa memilah bahan-bahan nan sekiranya mendukung dari tema tersebut. Bahan dengan keterkaitan nan tak terlalu bersinggungan dengan tema segera dipisahkan.
Pada termin pemilahan bahan, masih membuka kemungkinan buat melakukan perombakan tema atau topik. Hal ini dikarenakan adanya masukan informasi dari berbagai bahan nan telah diperoleh. Apakah bahan-bahan buat tulisan cukup tersedia atau sangat minim sehingga diperkirakan akan menyulitkan proses penulisan nantinya.
Contoh, kembali pada tema nan sebelumnya telah ditentukan yaitu ‘budaya korupsi di dunia’. Ternyata dari hasil pencarian bahan referensi, ditemukan sedikit sekali bahan relevan dengan tema tersebut. Sebaliknya, lebih banyak membahas mengenai budaya korupsi nan terjadi di Indonesia. Nah, penulis sebaiknya tak ngotot melanjutkan tema awal. Ia bisa merevisi temanya menjadi sinkron dengan ketersedian bahan, yakni menjadi ‘budaya korupsi di Indonesia’.
Contoh Kerangka Karangan
Berikut ini contoh lengkap dari kerangka suatu karangan berdasarkan tema nan telah ditentukan sebelumnya. Setelah kerangka tulisan/karangan dibuat, penulis pun bisa segera memulai menulis.
Tema : Budaya korupsi di Indonesia
Tujuan : Menjelaskan kenyataan timbul dan maraknya budaya korupsi di Indonesia
Judul Karangan : Memiriskan! Budaya Korusi di Indonesia
Kerangka Tulisan/Karangan:
Pendahuluan
1. Pengertian korupsi
2. Pengertian budaya
3. Pengertian budaya korupsi
Isi Karangan
1. Asal muasal budaya korupsi di Indonesia
2. Penyebab maraknya kenyataan korupsi di Indonesia
a. Ditinjau dari displin ilmu sosiologi
b. Ditinjau drai displin ilmu antropologi
c. Ditinjau dari disiplen ilmu psikologi
d. Ditinjau dari disiplin ilmu komunikasi politik
Penutup
1. Konklusi tulisan
2. Saran
Namun bila saat mulai proses menulis tiba-tiba muncul ide baru di luar kerangka, tentunya dapat langsung ditambahkan pada bagian-bagian tulisan nan mendukung ide baru tersebut. Karena contoh kerangka karangan di atas hanya berfungsi sebagai garis besar ide-ide penulisan.