Peradaban dan Budaya
Di tengah gencarnya arus globalisasi nan menghajar kehidupan bangsa ini, budaya barat nan liberal telah menjadi nafas bagi sebagian besar anak muda bangsa kita. Saat ini semua tayangan dan cara berpikir bebas telah diserap genarasi muda kita tanpa filter nan baik. Sehingga nan muncul ialah tindakan anarkis nan didasarkan pada asas demokrasi dan moderat.
Benarkah hanya cara anarkis nan akan menyelesaikan masalah? Inilah karakteristik bangsa nan belum sepenuhnya dewasa nan masih berpikir bahwa demonstrasi ialah tindakan nan paling baik dalam menyampaikan aspirasi, baik pada pemerintah maupun pada masyarakat itu sendiri. Di sinilah peran dan fungsi budaya lokal sebagai alat buat memahami pemikiran bangsa kita nan masih kanak-kanak.
Pemahaman Fungsi Budaya
Ketika kita belum beranjak dewasa sebab belum paham betul dengan budaya sendiri, budaya asing dengan gencar menyerang. akibatnya kita menjadi kehilangan arah dan kehilangan jati diri bangsa. Dalam memahami budaya lokal, kita harus memahami corak setiap tradisi masyarakat nan plural.
Kita harus mengarahkan dan menambahkan keyakinan bahwa kearifan budaya lokal nan berkembang di suatu wilayah ialah ajaran nan benar. Sebab, kerap suatu tradisi lama dianggap tak lagi sinkron dengan tuntutan zaman sehingga tradisi tersebut ditinggalkan penganutnya. Yang akhirnya budaya lokal itu lama-lama hilang dan berganti dengan kelompok masyarakat nan kehilangan jati diri.
Kita harus memahami bahwa aspek-aspek budaya lokal dari keyakinan masyarakat perlu ditingkatkan sebab dengan aspek-aspek budaya lokal kita akan lebih toleran terhadap nilai-nilai budaya lokal tersebut. Dengan cara tersebut akan menghasilkan kebudayaan lokal nan kuat dan rasa cinta terhadap bangsa sendiri sehingga kita akan lebih mengenal diri sendiri daripada mengenal orang lain.
Bukankah begitu nan ilmu sosiologi ajarkan? Kenalilah diri sendiri sebelum mengenal orang lain, demikian pun dengan kehidupan berbangsa, kenalilah budaya sendiri dulu sebelum mengenal budaya orang lain.
Mengingat peran dan fungsi tersebut, kita sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memelihara jati diri bangsa harus melaksanakan pembinaan terhadap masyarakat modern Indonesia buat kembali mencintai kebudayaan lokal. Pembinaan budaya lokal ini harus dikemas dengan menarik sehingga masyarakat modern nan tinggal di perkotaan tak berpikiran bahwa budaya lokal itu kampungan dan ortodok.
Pembinaan masyarakat modern nan cenderung liberal melalui pendekatan budaya lokal dapat disampaikan melalui pertuntukan kesenian. Para artis lokal harus mampu menyampaikan misi-misi moral nan terkandung dalam budaya lokal. Konsep budaya lokal serta filsofi sebuah ajaran tradisional nan universal harus disampaikan dengan penuh kesadaran.
Tujuannya tentu saja agar masyarakat modern nan sudah hedonis, kapitalis, anarkis, dan kehilangan jati diri bisa menghormati dan memahami budaya lokal loka dia berdiri. Pembinaan budaya lokal pada masyarakat modern melalui kesenian dipandang sebagai cara nan efektif dan efisien sebab bisa diterima oleh semua kalangan, baik muda maupun tua.
Pesan nan terkandung dalam pertunjukan kesenian biasanya mengingatkan kita agar senantiasa mencintai kerarifan budaya dan memelihara kerukunan berbangsa dan bernegara, mengingat kerukunan menjadi masalah vital dalam masyarakat nan majemuk seperti Indonesia.
Dalam wacana kehidupan budaya asing nan carut marut ini, kita harus meningkatkan kualitas kehidupan budaya lokal. Kembali mencintai budaya masing-masing. Menjadikan kerarifan lokal sebagai pondasi buat mengenali jati diri.
Mengenal Rumah Adat, Mengenal Filosofi Budaya
Rumah adat di Indonesia merupakan salah satu pelengkap kebudayaan nan berfungsi buat melindungi manusia secara jasmaniah. Rumah adat berfungsi buat melindungi manusia dalam berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.
Namun, ada filosofi lain nan tersimpan dari adanya rumah adat tersebut. salah satunya ialah bagaimana kita menegnal filosofi tradisional nan dimiliki oleh satu kelompok sosial tertentu.
Berbagai aspek secara filosofis dimunculkan melalui bentuk rumah, bahan-bahan nan digunakan buat membangun rumah adat tersebut, serta menjadikan rumah tersebut sebagai loka bernaung buat beberapa pihak. Misalnya saja, di tataran tanah Jawa, rumah adat Jawa terkesan sangat luas, terbuka, dan tak bersekat. Hal tersebut merupakan bentuk citraan mengenai masyarakat Jawa nan memiliki prinsip hayati legowo, terbuka terhadap berbagai hal nan positif, serta tak memiliki dinding atau batas antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.
Lantas pada masyarakat Sunda, terdapat istilah kawasan lelaki dan kawasan perempuan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya berbagai sekat di dalam rumah nan berfungsi menandakan wilayah kelaki-lakian dengan wilayah keperempuanan. Wilayah ini diciptakan buat memberi batasan terhadap laki-laki dan perempuan mengenai apa saja kewajiban dan hak nan harus dipenuhi oleh keduanya.
Selain itu, ada juga hal lain nan berpengaruh terhadap citraan dan filosofi masyarakat adat di Indonesia. Sebagai contoh, kita dapat melihat hal tersebut dari bahan standar bangunan nan digunakan buat membangun rumah. Ada nan menggunakan bahan standar batu, kayu, anyaman, bambu, dan bahan lain nan berasal dari alam.
Hal tersebut merupakan simbol mengenai filosofi alam bahwa manusia boleh saja mempergunakan segala sumber daya alam nan ada di sekitarnya asalkan dilakukan dengan wajar dan sinkron dengan keperluan. Bukan dengan cara pendayagunaan seperti nan dilakukan masyarakat modern sekarang ini.
Hal berikutnya nan juga menjadi salah satu simbol makna filosofis dalam kehidupan adat istiadat ialah penempatan rumah adat. Ada nan memberikan kode etik eksklusif sehingga rumah adat tersebut hanya dapat diisi oleh satu kepala keluarga saja. Tapi, ada juga rumah adat nan justru menjadi media penyatuan antara satu kepala keluarga dengan kepala keluarga nan lain. Hal tersebut membuktikan bahwa ada disparitas cara pandang antara satu adat istiadat dengan adat istiadat nan lain mengenai penyatuan keluarga.
Peradaban dan Budaya
Jika dilihat secara sekilas, tak ada disparitas antara peradaban dengan budaya. Keduanya nampak sama dan memiliki arah nan sama. Padahal, kedua hal tersebut memiliki disparitas nan signifikan dan berlawanan. Jika kedua hal tersebut terus didikotomikan, akan memunculkan konflik nan berimbas pada krisis budaya.
Budaya merupakan sebuah pengalaman memahami dan mengidentifikasi diri lewat berbagai hal nan sudah ditempuh. Sementara itu, peradaban ialah kebudayaan semu nan muncul buat mengakulturasi budaya dengan pengalaman lain di luar kebudayaan. Munculnya peradaban memberikan akibat nan baik seklaigus jelek terhadap masyarakat budaya.
Di satu sisi, peradaban memberikan pemahaman lain mengenai kemajuan ilmu dan teknologi terhadap masyarakat Indonesia. Akan tetapi di sisi lain, peradaban justru malah menghancurkan budaya itu sendiri. Dengan munculnya berbagai peradaban, manusia menjadi lupa akan akar budayanya sendiri. Kebanyakan dari mereka lupa bahwa mereka dibesarkan oleh budaya, bukan oleh peradaban.
Oleh karena itu, masyarakat Indonesia seyogyanya mampu menyaring dengan baik berbagai budaya nan datang. Pemilihan berbagai budaya sangat berpengaruh terhadap bagaimana cara seseorang memandang kehidupan. Kebudayaan sebagai sebuah pengalaman hayati seharusnya mampu membuktikan peran dan fungsinya sebagai jati diri bangsa.
Dengan kebudayaan nan kuat, maka akar budaya dan jati diri pun akan menjadi kuat pula. Berbeda dengan bangsa nan tak memiliki akar budaya nan kuat, mereka akan mudah seklai ditempa peradaban hingga budaya lokal mereka menjadi hancur dan tak lagi menyisakan citraan bukti diri suatu bangsa.