Penduduk Jateng
Provinsi Jawa Tengah atau Jateng merupakan daerah di Indonesia nan mengalami pergolakan paling panas, paling revolutif, dari semua wilayah nan ada di Indonesia. Secara historis, wilayah ini ialah ‘medan perang’ loka bertemunya barat dan timur mengadu nasib. Bagaikan suatu meja judi, di Jateng semua kartu disimpan, filosofi orang Jawa Tengah ialah orang Jawa itu sendiri, berbeda dengan mereka nan berada di pesisir Timur alias Jawa Timur.
Seluk Beluk Jatreng
Terdapat beberapa spot nan dilalui Sungai Brantas sebagaimana peradaban hebat tepian sungai. Namun, dapat dikatakan sejarah Brantas partikular dengan Majapahitnya dan tak semata Jawa Timur saja. Namun di Jawa Tengah, keberadaanya ialah reign , loka di mana orang cari kuasa dan kekuasaan. Karena keberadaan sang paku bumi sendiri. Gunung Merapi nan berada di pusat Jateng. Menjadi paku penahan segala aktivitas di Jawa. Ketika gunung itu bermasalah dengan dirinya, artinya Jawa pun bermasalah. Oleh sebab itu, orang pergi ke pusat Jawa, ke Jateng, salah satunya ialah tribusi kepada energi hebat nan tumbuh mengiringi Merapi.
Di Jawa, terletak kekuasaan Mataram, pengganti dari berbagai generasi kerajaan nan hilang berganti di pulau Jawa. Pada akhirnya, Mataram menjadi kerajaan terakhir nan pecahannya hingga saat ini tetap eksis, dan salah satu wilayahnya menjadi daerah otonom secara kekuasaan di republik ini, yakni Keraton Yogyakarta. Di Jateng, tumbuh majemuk budaya nan lantas menjadi budayanya kaum strugling . Daerahnya termasuk subur, puluhan candi pertanda geliat kebudayaan terdapat.
Belum lagi Jateng sebagai salah satu daerah tujuan wisata Indonesia, nan menawarkan berbagai macam loka wisata baik alam, budaya, atau fitur protesis manusia.
Secara formal, sebagai wilayah administratif RI, Jateng terletak persis di tengah Pulau Jawa. Berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di bagian barat, sedangkan di bagian timur perbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Pada bagian dari sisi selatan terletak juga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jateng ialah jantung pulau budaya, geografis, dan bersejarah. Universitas, tari, sekolah, tembikar, kerajinan, tekstil, dan ukiran, berikan ke daerah budaya nan kaya dan belanja menarik. Jateng juga merupakan loka candi Jawa terkenal Borobudur.
Tapi, ini bukan satu-satunya nan dicatat; Dieng dataran tinggi dan candi Sukuh nan patut dikunjungi. Seni pertunjukan masih banyak dipraktikkan, dan tari drama tradisional (Wayang Orang) atau wayang kulit (Wayang Kulit) pertunjukan nan mudah ditemukan. Pegunungan menyeberangi bagian tengah seluruh provinsi. Lereng dingin mengandung banyak resort bukit (Tawangmangu, Kaliurang, Sarangan).
Kerajaan Islam pertama di pulau ini didirikan pada tahun 1511 di Demak, sekitar 40 km dari Semarang. Demak ialah kota kecil nan kurang geliat. Namun, kemuliaan masa lalu masih terlihat dari salah satu peninggalan besar, nan masih terjaga dengan baik. Masjid Agung Demak, perpaduan antik Hindu dan arsitektur Islam, masih dihormati dan diziarahi oleh peziarah Jawa.
Surakarta, atau lebih dikenal sebagai Solo, ialah loka lahirnya kebudayaan Jawa di provinsi ini. Solo mewujudkan nilai mulia nan orang Jawa melampirkan rahmat dan perbaikan, dengan upacara nan megah dan festival kerajaan masih dipegang dengan keangkuhan dan keadaan percaya diri nan penuh pula diliputi keanggunan dan kehalusan budaya. Meski tidak lagi memegang kekuasaan dulu, keturunan dari kerajaan rumah Solo dianggap sebagai pemimpin, budaya Jawa dan tradisi, mempertahankan baku dari konduite para priyayi, begitulah disebut para bangsawan dan mereka nan berada di tengah baku hayati budaya masa lalu nan feodalistis.
Dataran nan kaya dan fertile di wilayah tersebut mendukung populasi nan besar lebih dari 30 juta orang mendiami Jateng . Dataran dataran rendah ditemukan di sepanjang pantai utara. Dataran tanah tinggi ditemukan di pusat Jateng dengan pegunungan nan membentang memanjang dari barat ke timur dengan garis gunung, seperti Gunung Slamet (3.428 m), Gunung Bahtera (2.585 m), Gunung Sindoro (3.135 m) Gunung Sumbing (3.321 m), Gunung Merapi (3.142 m), Gunung Ungaran (2.050 m). Dekat perbatasan dengan Provinsi Jawa Timur ialah Gunung Lawu (3.265 m), sementara di sisi utara terdapat Gunung Muria (1.602 m).
Di kaki pegunungan ini akan menemukan dataran dataran tinggi menyenangkan dan sejuk dengan panorama nan latif seperti Baturaden, Dataran Tinggi Dieng, Bandungan, Kopeng, Tawangmangu, Solo, dll Selain dari pegunungan ini ada beberapa gunung kecil dan pegunungan kapur. Sungai terbesar di Jateng ialah Sungai Serayu nan bersumber dari Dataran Tinggi Dieng dan "Bengawan Solo" Sungai.
Demografi Jateng
Secara geografis Jateng terletak antara 5o 40 'dan 8o 30' Lintang Selatan dan antara 108o 30 'dan 111o 30' Bujur Timur. Provinsi ini berbatasan dengan: Sebelah Utara: Bahari Jawa Selatan sisi: Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta.. Barat sisi: Provinsi Jawa Barat Timur samping: Provinsi Jawa Timur dengan Luas provinsi sebesar 34.206 km persegi.
Jateng dipimpin oleh seorang gubernur sebagai peringkat tinggi kepala daerah dan dalam hal ini mengingat ‘kemajuan’ di demokrasi Indonesia. Kepala daerahnya mengalami pemilihan langsung, hingga ke taraf bupati/walikota. Provinsi Jateng terdiri dari 35 kabupaten dan kota. Bupati memimpin kabupaten dan kotamadya dipimpin oleh Walikota. Kabupaten dan kota dibagi menjadi kabupaten nan dipimpin oleh Camat dan kabupaten dibagi ke desa-desa nan dipimpin oleh Lurah atau Kepala Desa.
Suhu rata-rata Jateng sekitar 21 - 32 derajat C dengan curah musim hujan pada Oktober hingga April dan musim kemarau pada April hingga Oktober. Agama, walau sering sekali terjadi pergesekan Agama sesekali. Secara generik kebebasan agama pelukan sepenuhnya dijamin oleh pemerintah. Islam ialah agama dengan jumlah penganut agama terbesar di antara lima agama nan diakui (Islam, Protestan, Katolik, Buddha dan Hindu).
Bahasa, dari segi bahasa orang Jawa mengucap bahasa lokal, bahasa Jawa dengan berbagai dialek, namun spesifik buat Solo atau Surakarta, kono bahasa Jawa-nya paling enak dan paling halus merupakan bahasa sehari-hari digunakan oleh sebagian besar orang Jateng, tapi bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu.
Penduduk Jateng
Selain suku asli, beberapa suku asing tinggal di sini, seperti Arab, Cina, India, dan Pakistan. "Kebaya" mewakili baju adat dipakai oleh wanita, sementara blankon menjadi karakteristik khas kaum prianya nan sekarang entah ke mana baju kebesaran itu. Orang-orang dari Jateng akan menyambut semua orang dengan ramah dan bersahabat, mungkin sebab tak ada istilah begajulan, Bonek dan sejenisnya, nisbi tak ada kondisi chaos berdasarkan fanatisme sempit golongan sebab filosofi Jawa setidaknya masih tersampaikan dengan baik, termasuk filosofi nrimo , menang tanpa nsorake , dan filosofi damai sejenis.
Populasi Jateng sekitar 30,7 juta (berdasarkan sensus tahun 2002) atau sekitar 896 orang per kilometer persegi. Profesinya mayoritas sebagai sebagai petani, pedagang, dan pegawai pemerintah, dan barangkali dengan pesatnya kapital masuk desa, dapat jadi beberapa di antara mereka ialah buruh-buruh lepas nan diikat dengan sistem penggajian outsourcing , mengingat kesempatan semacam itu begitu sporadis di Jawa, dan outsourcing dapat jadi merupakan jawaban ketika petani di Jawa Tengah sedang nganggur atau puso dapat beralih profesi, kita lihat saja nanti.