Kezaliman Firaun dan Kisah Nabi Musa a.s
Mendengar namanya sebagian besar dari Anda niscaya sudah tak asing lagi, bukan? Ya, Firaun memang memiliki nama nan tersohor berkat semua tindak-tanduknya di masa lalu. Dia ialah legenda nan tak dapat dipisahkan dari perjalanan umat manusia di dunia. Keberadaan Firaun memang menjadi sebuah cerita nan melegenda.
Dalam kepercayaan agama Islam misalnya, raja nan pernah menguasai Mesir dan seisinya ini pun seringkali disinggung. Cerita nan dimiliki oleh Firaun, cenderung getir dan tak manis. Ia ialah simbol kekejaman seorang penguasa.
Jika kalian cukup membenci George W. Bush sebab invasi-invasinya terhadap Afganistan sehubungan dengan penindaklanjutan peristiwa hancurnya WTC nan cukup menghebohkan global itu, lebih bencilah kepada Firaun. Dengan perangainya nan dalam kisah-kisah nabi digambarkan penuh keburukan, wajar jika Firaun dibenci lebih daripada presiden Amerika Perkumpulan ke-43 itu.
Seorang penguasa memang identik dengan kekuasaan. Penguasa nan baik ialah penguasa nan dapat membungkus kekuasaannya itu dengan hal-hal baik nan memberikan banyak laba bagi rakyat nan dipimpinnya. Bukan malah sebaliknya. Kekuasaan nan dimiliki olehnya hanya membawa banyak petaka bagi rakyat. Kurang lebih seperti itulah citra seorang Firaun ketika menjadi seorang pemimpin.
Dengan kekuasaan nan dimilikinya, Firaun justru bertindak semena-mena. Itulah nan kemudian membuat raja nan satu ini memang cukup terkenal dengan kezalimannya. Keidentikannya sebagai penguasa nan tak berprikemanusiaan inheren erat pada tubuh Firaun.
Siapa Sebenarnya Firaun di Zaman Nabi Musa a.s?
Hakikatnya, Firaun ialah bukan nama seorang penguasa, tapi Firaun ialah penguasa itu sendiri. Dalam kebudayaan masyarakat Timur Tengah, Firaun ialah gelar nan diberikan kepada seseorang nan tengah berkuasa. Awalnya, istilah Firaun mengacu pada loka kediaman para raja penguasa Mesir kuno, namun pada akhirnya digunakan sebagai nama gelar raja Mesir antik itu sendiri.
Layaknya sebuah peradaban, Mesir antik juga memiliki banyak pemimpin di masanya. Pemimpin tersebut semuanya memiliki gelar Firaun. Pertanyaan nan kemudian muncul adalah, Firaun manakah nan digambarkan memiliki kezaliman luar biasa? Firaun manakah nan diceritakan dalam Al-Quran dan hadits bersinggungan dengan Nabi Musa a.s?
Jika merunut sejarah, Mesir antik sudah cukup banyak memiliki Firaun. Dimulai dari Firaun bernama Menes nan berkuasa sekitar 3000 tahun sebelum almanak Masehi hingga pemerintahan Mesir antik nan dipimpin oleh rakyat Persia. Untuk mengetahui siapa Firaun nan berkuasa secara zalim dan menjadi cerita pada zaman Nabi Musa a.s, memang cukup sulit. Tapi, akan sia-sia jika Allah Swt. memberi kita akal jika tak digunakan bukan?
Kita dapat merunutnya dari mencocokkan tahun kekuasaan Firaun zalim (sebut saja demikian, buat membedakan dengan Firaun-firaun nan lain), dengan masa kehidupan Nabi Musa a.s di bumi. Cara seperti ini merupakan cara nan paling sederhana, bukan? Banyak nan mengatakan bahwa Firaun zalim nan hayati di zaman Nabi Musa a.s ialah Ramses, benarkah demikian?
Dugaan ini sepertinya tak seratus persen salah. Mengingat masa hayati Ramses sebagai Firaun Mesir antik nan mendekati masa hayati Nabi Musa a.s di bumi. Coba kita perhatikan. Nabi Musa a.s lahir pada 1527 tahun sebelum Masehi dan mati 1408 tahun sebelum Masehi. Beliau diangkat menjadi nabi Allah Swt. pada 1405 tahun sebelum Masehi. Sementara itu, Ramses nan dicurigai sebagai Firaun zalim, ternyata dibedakan menjadi dua, Ramses I dan Ramses II.
Ramses I hayati antara 1292 SM hingga 1290 M dan Ramses II hayati antara 1279 SM hingga 1213 SM. Jeda antara kehidupan Ramses, nan dicurigai sebagai Firaun zalim, dengan Nabi Musa terpaut cukup jauh. Secara logika, mereka tak hayati dalam waktu nan bersamaan. Kecurigaan bahwa Firaun zalim nan hayati pada zaman Nabi Musa a.s pun rasanya lebih pas jika dialamatkan pada Ahmose I.
Ahmose I hayati antara 1550 SM, setidaknya memiliki waktu nan hampir bersamaan dengan Nabi Musa a.s. Dalam kitab diceritakan bahwa ketika Nabi Musa a.s lahir, seseorang telah menguasai Mesir, seseorang itulah nan dikenal dengan sebutan Firaun. Namun, nama Ramses sebagai Firaun sepertinya akan tetap lebih dikenal oleh masyarakat luas sebagai Firaun nan zalim.
Kezaliman Firaun dan Kisah Nabi Musa a.s
Kisah Nabi Musa a.s memang tak dapat lepas pengaruhnya dari kezaliman Firaun. Diawali dengan cerita kelahiran Nabi Musa a.s nan sangat kontroversial. Bahwa Firaun didatangi seorang peramal nan membawa kabar bahwa akan lahir seorang anak lelaki nan nantinya akan menggantikan kekuasaan nan telah dimilikinya.
Khawatir dengan hal itu, dengan segala kesombongannya, Firaun memerintahkan buat membunuh semua bayi laki-laki nan lahir saat itu. Ibu Nabi Musa a.s nan saat itu akan menghadapi persalinan pun merasa terancam. Sebagai seorang ibu, ia tentu tak ingin anak nan dilahirkannya dibinasakan oleh Firaun .
Ibu Nabi Musa a.s risi jika anak nan dilahirkannya ternyata berjenis kelamin lelaki. Allah Swt. memiliki rencana, dan lahirlah Musa. Mengatahui hal tersebut dan takut ancaman Firaun menimpa anaknya, Ibunda Nabi Musa a.s kemudian memilih buat menghanyutkan anaknya tersebut di Sungai Nil. Musa kecil nan disimpan di dalam peti kemudian ditemukan oleh istri Firaun.
Musa pun tumbuh di dalam istana milik Firaun sebab rasa sayang nan dimiliki oleh istri raja zalim tersebut. Dari dalam istana itulah, Musa melihat kekejaman nan dilakukan Firaun. Bahwa raja itu benar-benar tak memiliki hati nurani dan rasa perikemanusaiaan. Firaun memerintah rakyatnya dengan semena-mena, menindas, dan bersikap keras.
Masyarakat Bani Israil menjadi masyarakat nan paling menderita kala itu. Kepemimpinan Firaun zalim benar-benar menyiksa. Mereka hayati dalam ketakutan dan keterpaksaan. Hingga akhirnya, Nabi Musa a.s nan diyakini sebagai kepanjangan tangan dari Allah Swt. diutus buat menyelamatkan mereka.
Tidak tahan dengan kepemimpinan Firaun nan bengis, warga Bani Israil kemudian bersama-sama meninggalkan Mesir menuju sebuah loka bernama Baitul Maqdis. Warga Bani Israil berjalan kaki menuju Baitul Maqdis. Melihat para warganya berpindah, Firaun tentu merasa tak rela. Ia memerintahkan para prajurit buat mengikuti dan mencegahnya.
Perjalanan kisah Nabi Musa a.s dengan Firaun pun berlanjut. Rombongan Nabi Musa a.s dan warga Bani Israil terhenti di tepi Bahari Merah. Di tengah kekhawatiran warga Bani Israil sebab terancam dengan kedatangan prajurit Firaun, Allah Swt. menunjukkan kekuasaan-Nya melalui Nabi Musa a.s.
Allah Swt. memerintahkan Nabi Musa a.s buat menghentakkan tongkat nan dipegangnya tepat di atas permukaan Bahari Merah. Dengan kekuasaan Allah Swt., Bahari Merah itu tiba-tiba saja terbelah dan memberikan loka bagi warga Bani Israil dan Nabi Musa a.s buat berjalan melintasinya. Melihat keajaiban tersebut, Firaun semakin konfiden bahwa jalannya buat memulangkan para warga Bani Israil semakin terbuka lebar.
Tanpa keraguan, Firaun dan prajuritnya pun ikut melintasi Bahari Merah nan sudah terbelah. Ketika Firaun dan prajuritnya tepat berada di tengah laut, Allah Swt. kembali menunjukkan kekuasaan-Nya. Dengan seketika, Allah Swt. kembali mengubah Bahari Merah ke bentuk asalnya. Melihat keajaiban itu, barulah Firaun sadar dan percaya bahwa ada kekuatan nan lebih besar daripada kekuatannya.
Saat Firaun mulai sadar, Nabi Musa a.s diperintahkan buat menyumpal mulut Firaun dengan pasir, agar Firaun tak memiliki kesempatan buat mengucapkan dua kalimat syahadat sebab tobat pada saat-saat seperti itu sangatlah tak berguna.
Perjalanan hayati Firaun pun berakhir dengan tragis. Kebengisan nan dimilikinya tak mampu menyelamatkan dirinya sendiri dari bala nan telah Allah Swt. turunkan. Beserta prajuritnya, Firaun mati ditelan Bahari Merah. Mayat Firaun kemudian ditemukan oleh warga Mesir dan diawetkan dan syahdan disimpan di dalam Piramida.