Sudah Sunnatullah Bila Akuntansi Bersifat Bebas Nilai

Sudah Sunnatullah Bila Akuntansi Bersifat Bebas Nilai

Akuntansi syariah sebenarnya bukanlah produk baru. Bahkan, akuntansi tersebut sempat mengalami tiga masa, yaitu masa keemasan, masa kemunduran, dan masa pertumbuhan kembali. Bila saat ini akuntansi mulai populer dan didengungkan lagi, hal tersebut sebenarnya "hanyalah" menghidupkan kembali (dan bukan menciptakan) akuntansi berbasis syariah nan pernah wafat suri sebab tergeser oleh akuntansi konvensional. Mari berkenalan lebih jauh dengan akuntansi syariah.



Semua Diciptakan Berpasangan, Begitu Pula

Bapak akuntansi, Luca Pacioli menemukan sistem tata buku berpasangan, nan maksudnya dalam akuntansi dikenal dua sisi, yaitu kredit dan debit. Dua sisi atau ruas tersebut jumlahnya harus sama atau seimbang. Syarat tersebut ialah MUTLAK dan wajib dilaksanakan oleh orang-orang nan bergerak di bidang akuntansi. Misalnya saja pada neraca, jumlah aktiva (sisi kiri) harus sama dengan jumlah utang dan kapital (sisi kanan).

Penemuan Luca Pacioli tersebut dianggap sebagai sesuatu nan spektakuler saat itu. Dan diakui bahwa dia memang banyak memberikan kontribusi nan sangat berarti bagi global akuntansi melalui karya- karyanya.

Namun, tidak sadarkah kita bahwa konsep "berpasangan" ialah konsep alamiah dan bukan protesis manusia? Akuntansi syariah, nan secara tersirat dijelaskan dalam Alquran, sudah mengatakan hal tersebut.

Dalam salah satu surat nan ada pada Alquran disebutkan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan wanita berpasang-pasangan. Dan ternyata, masalah "berpasangan" ini tidak hanya berlaku buat laki-laki dan perempuan, namun buat segala aspek kehidupan. Lihat saja contoh berikut ini: hitam putih, tua muda, cantik jelek, atas bawah, siang malam, tidur bangun, dan contoh- contoh lain nan semuanya berpasangan. Lihatlah, semua berpasangan bukan?



Menghitung Faktor Invisible

Laporan keuangan nan ada pada akuntansi konvensional selama ini "hanya" menghitung hal-hal nan sifatnya kasat mata saja, misalnya pendapatan, beban, laba, rugi, dan nan sejenis. Artinya, akuntansi konvensional hanya menghitung sesuatu nan dapat diukur. Lalu, bagaimana dengan sesuatu nan tidak dapat diukur? Bagaimana cara menghitung nama baik perusahaan, kejujuran, dan aset berharga nan dimiliki karyawan seperti skill ?

Padahal, sesuatu nan terukur tersebut ada sebab campur tangan nan luar biasa dari sesuatu nan tidak dapat diukur. Tak mungkin perusahaan dapat mencapai keuntungan maksimum bila manajemennya buruk. Inilah salah satu kelemahan akuntansi konvensional, yaitu tak menghitung hal-hal tidak kasat mata nan menentukan tersebut.

Akuntansi syariah hadir kembali buat memperbaikinya. Menurut akuntansi syariah, sesuatu nan visible dan invisible itu saling berkaitan dan sudah seharusnya bila tidak dipisahkan satu sama lain. Apa dampak ketika dua aspek tersebut dipisahkan? Salah satu akibatnya ialah kurangnya penghargaan.

Diakui atau tidak, atasan dalam perusahaan kadang hanya mau tahu "laba sebanyak-banyaknya" saja nan dapat dihasilkan pihak manajemen tanpa pernah memedulikan berapa "keringat" atau "darah" nan telah dikorbankan pihak manajemen buat mewujudkan mimpi atasan tersebut. Padahal, seperti nan telah dikatakan sebelumnya, sesuatu nan sifatnya invisible itu justru nan menentukan.

Coba saja bila detik ini, karyawan berprestasi nan masuk dalam jajaran manajemen di perusahaan tiba-tiba resign , apakah perusahaan tak akan kelimpungan? Akuntansi syariah menganggap sesuatu nan sebelumnya hanya dipandang sebelah mata oleh banyak pihak.



Sudah Sunnatullah Bila Akuntansi Bersifat Bebas Nilai

Salah satu syarat laporan keuangan ialah bebas nilai atau jujur. Tak ada campur tangan nan sifatnya emosional sehingga apa nan ditulis pada laporan keuangan ialah benar-benar mencerminkan kondisi nan sebenarnya. Lima ya ditulis lima. Sepuluh ya ditulis sepuluh. Bila sepuluh ditulis sepuluh setengah, itu sudah SALAH TOTAL. Apalagi bila deviasinya sangat jauh.

Kenyataannya, hal tersebut banyak dilanggar, tidak terkecuali perusahaan raksasa. Masih ingat dengan kasus Enron? Perusahaan energi raksasa global nan jatuh tidak bersisa "hanya" sebab pihak manajemen memanipulasi laporan keuangan dengan tujuan buat meningkatkan performance laporan keuangan.

Kasus tersebut turut menyerat KAP internasional Anderson nan berakibat ditutupnya KAP nan termasuk the big five di global tersebut. Mungkin, pelanggaran tersebut juga disebabkan sebab peraturan mengenai syarat-syarat laporan keuangan nan baik dan sahih itu dibuat oleh manusia sehingga banyak nan menyepelekan, termasuk si pembuat peraturan sendiri.

Dalam akuntansi syariah, dijelaskan bahwa tanggung jawab pihak manajemen dalam membuat laporan keuangan tidak hanya kepada manusia melainkan juga kepada Sang Pencipta. Hal tersebut semakin dikuatkan dengan banyaknya ayat-ayat nan mengecam seseorang buat mengambil hak orang lain nan itu artinya mencuri (korupsi), menambah- nambahi nilai nan itu artinya riba (sama seperti memakan bangkai), serta azab nan pedih bagi manusia nan tak amanah.

Tanggung jawab yangtak hanya kepada manusia ini seharusnya menjadikan manusia berpikir dua kali bila ingin berbuat curang.



Setiap Tindakan Selalu Melibatkan Hati dan Pikiran

Karena akuntansi syariah melibatkan interaksi manusia dengan manusia dan manusia dengan Sang Pencipta, maka dalam setiap tindakan ada hati dan pikiran nan bekerja sama. Untuk meningkatkan keuntungan perusahaan apa nan harus dilakukan? Bila hanya pikiran nan berbicara tanpa hati, mungkin kita akan mengambil langkah instan. Ya sudah, manipulasi saja datanya, toh dapat membuat transaksi fiktif.

Namun, bila pikiran dan hati bekerja sama, kita tidak akan pernah tersesat sebab ketika terlintas pikiran dursila buat berbuat curang, ada hati nan mencegahnya. Ya, itu sebab hati nurani tidak pernah dapat berbohong. Dan akuntansi syariah menekankah hal tersebut.

Dalam sebuah ayat Alquran juga disebutkan bahwa hati ialah raja. Dalam tubuh manusia ada segumpal daging, bila daging tersebut baik, maka baiklah manusia tersebut. Namun bila segumpal daging tersebut buruk, maka buruklah manusia tersebut. Begitu bukan?

Akuntansi syariah tidak memisahkan urusan duniawi dengan akhirat sebab keduanya saling memengaruhi dan terhubung walau beda dimensi. Akuntansi tersebut juga tidak mengurusi masalah nan dapat diukur melainkan nan tidak terukur dan tidak dapat terdeteksi.

Dari situ dapat kita simpulkan bahwa ruang lingkup akuntansi tersebut ialah sangat luas. Masalah uang ialah masalah krusial. Itu sebabnya, akuntansi syariah mengaturnya sedemikian rupa hingga ke akar-akarnya demi kemaslahatan umat manusia.



Akuntansi Syariah Untuk Semua

Satu hal lagi nan berkaitan dengan akuntansi syariah nan perlu diluruskan, yaitu masih banyak orang-orang nan beranggapan bahwa akuntansi tersebut hanya buat umat beragama eksklusif hanya sebab namanya. Padahal, akuntansi tersebut tidak hanya dikhususkan buat agama eksklusif melainkan buat semua orang nan ada di muka bumi ini.

Sama halnya dengan label "halal" pada makanan, apakah hanya buat umat beragama tertentu? Padahal, para pakar pun mengakui bahwa makanan nan dikategorikan tak halal memang tak baik buat kesehatan. Sama seperti akuntansi tersebut, prinsip-prinsip tanggung jawab nan tidak hanya pada manusia melainkan pada Sang Pencipta juga tidak hanya buat umat golongan tertentu.

Logikanya, memang sahih bukan apa nan kita perbuat akan dipertanggungjawabkan. Bila saat ini kita korupsi dan belum ketahuan, apakah artinya kita menang? TIDAK. Jujurlah, sebenarnya hati kita tak tenang. Dan ketidaktenangan tersebut ialah salah satu bentuk balasan dari Sang Pencipta dalam bentuk nan sangat- sangat halus dan kecil.

Bagaimana mungkin kita dapat senang bila hati tak tenang dan hayati serba mengkhawatirkan sesuatu? Tentu saja hal tersebut sungguh sangat menyiksa. Siapapun sepakat akan hal itu. Siapapun dan dari manapun berasal. Itu sebabnya ialah salah bila hingga detik ini masih ada pihak- pihak nan menganggap sebelah mata akuntansi syariah sebab akuntansi tersebut sifatnya sangat universal dan dapat buat siapa saja.