Menghargai eksistensi orang lain
Nerimo ing pandum ialah salah satu konsep hayati nan dianut oleh Orang Jawa . Pola ini menggambarkan sikap hayati nan serba pasrah dengan segala keputusan nan ditentukan oleh Tuhan. Orang dari Jawa memang menyakini bahwa kehidupan ini ada nan mengatur dan tak bisa ditentang begitu saja.
Setiap hal nan terjadi dalam kehidupan ini ialah sinkron dengan kehendak sang pengatur hidup. Kita tak bisa mengelak, apalagi melawan semua itu. Inilah nan dikatakan sebagai nasib kehidupan. Dan, nasib kehidupan ialah misteri Tuhan, kita sebagai makhluk hayati tak bisa mengelak. Orang dari jawa memahami betul kondisi tersebut sehingga mereka konfiden bahwa Tuhan telah mengatur segalanya.
Pola kehidupan orang dari jawa memang unik. Jika kita mencoba buat menelusuri pola hayati orang dari jawa, maka ada banyak nilai positif nan kita dapatkan. Bagi orang dari jawa, Tuhan telah mengatus jatah penghidupan bagi semua makhluk hidupnya, termasuk manusia. Setiap hari kita melihat banyak orang nan keluar rumah, seperti juga, banyak burung nan keluar sarang buat mencari penghidupan. Pagi mereka keluar rumah dan sore pulang dengan kondisi nan lebih baik.
Hidup jangan ngoyo
Konsep hayati nerimo ing pandum selanjutnya mengisyaratkan bahwa kita hayati jangan terlalu ngoyo. Jalani saja segala nan harus kita jalani. Kita tak perlu terlalu ambisi buat melakukan sesuatu nan nyata-nyata tak bisa kita lakukan. Orang dari jawa tak menyarankan hal tersebut.
Hidup sudah mengalir sinkron dengan koridornya. Kita boleh saja mempercepat laju genre tersebut, tetapi laju tersebut jangan terlalu drastis. Perubahan tersebut hanya sebuah improvisasi kita atas kehidupan nan lebih baik dari sebelumnya. Orang dari jawa mengatakan dengan istilah jangan ngoyo. Biarkan hayati membawamu sinkron dengan alirannya. Jangan membawa hayati dengan tenagamu!
Bagi orang dari jawa hayati dan kehidupan itu sama dengan kendaraan. Dia akan membawa kita pada tujuan nan pasti. Orang dari jawa memposisikan diri sebagai penumpang. Kendaraan atau hiduplah nan membawa mereka menuju kehidupan nan lebih baik. Mereka tak membawa kendaraan tersebut, melainkan dibawa oleh kendaraan.
Seperti air di dalam saluran sungai, jika mereka mengalir biasa, maka kondisinya kondusif dan nyaman. Tetapi ketika alirannya dipaksa buat besar, maka genre sungai tersebut tak kondusif lagi bagi kehidupan. Orang dari jawa memahami hal tersebut sehingga menerapkan konsep hayati jangan ngoyo . Ngoyo artinya memaksakan diri buat melakukan sesuatu.
Jika kita memaksakan diri buat melakukan sesuatu, maka kemungkinan besar kita akan mengalami sesuatu nan kurang baik, misalnya kita akan sakit. Rasa sakit terjadi sebab ada pemaksaan terhadap kemampuan sesungguhnya nan kita miliki.
Sesuatu nan bersifat memaksa memang terkadang memberikan imbas nan kurang baik bagi tubuh dan kehidupan kita. Seperti sebuah mobil nan hanya mampu menampung beban seberat 7 ton tetapi dipaksa buat mengangkat beban nan lebih dari 7 ton. Misalnya saja mengangkat 8 atau 9 ton maka nan terjadi ialah mobil tak akan bisa melaju dengan normal bahkan lebih parah lagi ialah mobil akan rusak.
Seperti itulah citra kehidupan nan memaksa nan dimaksdukan dalam ajaran jawa tersebut. Jika kita terlalu memaksakan sesuatu nan memang bukan buat kita atau sinkron dengan kondisi kita maka kemungkinan besar hal tersebut malah memperburuk keadaan dan menyakiti diri kita sendiri.
Dalam kehidupan ini banyak sekali orang nan tak sadar dan terlalu ngoyo dalam kehidupan sehari-harinya. Salah satu contoh konkret dalam kehidupan ialah ketika seseorang hanya memiliki pendapatan nan kecil namun memiliki keinginan nan besar buat segera dipenuhi.
Orang nan ngoyo atau memaksakan kehendak niscaya akan memenuhi keinginannya tersebut. Padahal sebetulnya dirinya sendiri tak mampu buat membiayai atau membayar kebutuhannya tersebut. Akibatnya ialah dengan jalan kredit buat membeli barang nan diinginkannya.
Karena faktor keinginan nan terlalu besar dan tak memperhitungkan pemasukkan nan ada maka kredit barang nan diambil melebihi dari pemasukkan nan ada. Alhasil semua kreditan tertunggak dan tak terbayar dan hutang ada dimana-mana. Inilah salah satu contoh ngoyo atau memaksakan kehendak nan tak diinginkan dalam kehidupan orang dari jawa tersebut.
Sebaiknya ialah ketika pemasukkannya tak seberapa maka sebaiknya pengeluarannya juga tak seberapa. Dengan demikian maka kehidupan akan tenang sebab sudah mensyukuri apa nan ada. Dengan banyak bersyukur maka sudah tentu akan menambah nikmat apa nan ada.
Bekerja bersama-sama
Pada konteks lainnya, nerimo ing pandum bagi orang dari jawa berarti melakukan kegiatan hayati secara bersama-sama. Nerimo ing pandum memungkinkan bagi kita buat secara bersama-sama menghadapi hidup. Bekerja bersama-sama berarti berupaya buat berbagi suka dan duka.
Pola kehidupan orang dari jawa memang telah tertata sejak nenek moyang. Berbagai nilai luhur kehidupan ialah warisan nenek moyang nan adi luhung. Dan, semua itu bisa kita ketahui wujud nyatanya. Bagaimana eksistensi orang dari jawa terjaga begitu kuat sehingga sampai detik ini pola-pola tersebut tetap diterapkan dalam kehidupan.
Pola hayati kerjasama ini bisa kita ketemukan pada kerja gotongroyong nan banyak diterapkan dalam masyarakat Jawa. Orang dari jawa sangat memegang teguh pepatah nan mengatakan: ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Ini merupakan konsep dasar hayati bersama nan penuh pencerahan dan tanggungjawab.
Kita harus mengakui bahwa kehidupan orang dari jawa memang begitu spesifik. Dari sekian banyak suku bangsa di Indonesia, bahkan nan ada di dunia, orang dari jawa mempunyai pola hayati nan berbeda. Kebiasaan hayati secara berkelompok menyebabkan rasa diri mereka sedemikian dekat satu dengan lainnya, sehingga saling menolong merupakan sebuah kebutuhan.
Mereka selalu memberikan pertolongan kepada orang lain nan membutuhkan pertolongan. Bahkan dengan segala cara mereka ikut membantu seseorang keluar dari permasalahan, apalagi jika sesaudara atau sudah menjadi teman.
Menghargai eksistensi orang lain
Dan, nan tak bisa kita abaikan ialah sikap hayati orang dari jawa nan menjunjung tinggi nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dalam hubungan antar personal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga segala kata dan perbuatan buat tak menyakiti hati orang lain.
Mereka begitu menghargai persahabatan sehingga eksistensi orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu nan sangat penting. Mereka tak ingin orang lain atau dirinya mengalami sakit hati atau terseinggung oleh perkataan dan perbuatan nan dilakukan karena bagi orang dari jawa, ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono artinya, harga diri seseorang dari lidahnya (omongannya), harga badan dari pakaian.
Orang nan bicaranya dan pakaiannya bagus, mempunyai nilai nan tinggi dalam masyarakat. Mereka dihormati dan diperlakukan sebaik-baiknya karena kondisi diri dan penampilan nan sangat baik.
Ini bukan berarti dalam kehidupan orang Jawa harus menghargai orang nan kaya saja tetapi ada sebuah pengertian bahwa buat menghargai diri sendiri secara fisik berarti dapat dilihat dari pakainnya. Jika baju nan kita gunakan rapi dan baik maka kita sudah termasuk mengagungkan atau menempatkan diri kita dalam posisi nan baik.
Orang nan tak dapat menggunakan baju dengan baik ketika berjumpa dengan orang lain maka orang tersebut secara nyat telah merendahkan dirinya sendiri. Dalam sebuah contoh ialah ketika ada orang dengan baju nan serba acak-acakan. Orang nan seperti ini telah menempatkan dirinya sendiri dalam posisi nan rendah, seharusnya ialah ketika bertamu atau berbicang dengan orang lain maka haruslah tampak rapi dan sopan. Hal tersebut juga berarti telah menghormati versus bicaranya.
Tentu saja jika dipandang dalam pergaulan nan ada saat ini oleh anak muda memang kurang bagus. Orang muda saat ini lebih suka dengan gaya nan bebas bahkan terkadang kurang sopan. Sebetulnya tak perlu baju nan mewah tetapi cukup baju nan rapi dan sopan maka hal tersebut sudah mencerminkan sebuah penghormatan baik pada diri sendiri maupun pada orang lain nan diajak bicara.
Ada Jawa memang penuh dengan hormat-menghormati, terutama kepada orang nan lebih tua. Akan sangat buruk sekali ketika ada seorang nan lebih mudah tetapi tingkah lakunya tak menghormati orang tua.
Seperti halnya dengan baju nan kurang rapi dan sopan. Ketika orang tersebut berbicara dengan orang tua maka dianggap sebagai anak nan tak memiliki etika atau sopan santun. Sebaiknya ialah ketika berbicara dengan orang tua menggunakan baju nan rapi dan sopan maka orang tua akan merasa dihormati dan dihargai. Begitu sebaliknya, orang tua akan menghormati nan muda jika nan muda mau menghormati nan tua.