Pesan Moral dari Dongeng 7 Bidadari

Pesan Moral dari Dongeng 7 Bidadari

Dongeng 7 bidadari ternyata merupakan dongeng legenda nan berasal dari dua loka nan berbeda, pulau Jawa dan Kalimantan Selatan. Bila di pulau Jawa dongeng 7 bidadari ini "diperankan" oleh pemuda nan bernama Aryo Menak dan 7 bidadari, maka di Kalsel dikisahkan Datu Awang Sukma.

Dongeng 7 bidadari dari Kalimantan nan bertokohkan Datu Awang Sukma ini merupakan asal mula legenda Telaga Bidadari nan ada di desa Pematang Gadung, dekat Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Kisah dari keduanya nyaris sama, bahkan sangat mirip, hanya akhir kisah saja nan sedikit berbeda.

Kebudayaan Indonesia memang masih memungkinkan hadirnya cerita-cerita dongeng di masyarakat. Sebagai salah satu legenda di masyarakat, dongeng 7 bidadari tak kalah terkenal dengan legenda-legenda lain di seputaran masyarakat Indonesia.

Dongeng atau mitos nan dimiliki Indonesia memang cukup banyak. Anda dapat menemukannya dari ujung barat hingga timur Indonesia. Tidak dapat tak bahwa dongeng atau mitos itu sendiri memang terlahir dari kebudayaan masyarakat Indonesia. Eksistensi nan dimiliki oleh dongeng atau mitos Indonesia sendiri juga menjadi semacam kewajiban taktertulis bagi masyarakat Indonesia.

Ciri khas legenda atau dongeng nan dimiliki Indonesia ialah sering terjadinya kecenderungan antara cerita legenda nan dimiliki oleh satu wilayah eksklusif dengan wilayah lainnya. Nasib sama juga dialami oleh cerita dongeng 7 bidadari ini. Secara letak geografis, Pulau Jawa dan Kalimantan sama sekali tak berdekatan. Namun, dengan ajaibnya cerita nan sama dengan versi nan berbeda dapat dimiliki oleh dua pulau milik Indonesia ini. Berikut ini ialah dua versi cerita dongeng 7 bidadari nan terdapat di Pulau Jawa dan Kalimantan.



Dongeng 7 Bidadari versi Pulau Jawa - Aryo Menak dan 7 Bidadari

Dikisahkan dalam dongeng 7 bidadari versi Jawa seorang lelaki bernama Aryo Menak ialah seorang pemuda tampan nan hobi menerobos hutan belantara. Suatu malam dia menemukan pendar cahaya nan berasal dari sebuah danau, ternyata di sana sedang mandi tujuh bidadari sambil bersenda gurau.

Sambil mengintip, Aryo terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul niat Aryo buat memiliki salah seorang bidadari. Maka diam-diam diambillah selembar selendang nan tergeletak di pinggir danau. Disinilah asal mula cerita dongeng 7 bidadari tersebut.

Setelah mandi, mereka bergegas mengenakan baju dan selendangnya, tetapi satu bidadari dalam cerita dongeng 7 bidadari ini tak menemukan selendangnya. Padahal dengan selendang itulah bidadari bisa kembali ke kayangan. Akhirnya bidadari nan termuda ini ditinggalkan oleh kakak-kakaknya.

Aryo Menak kemudian mendekati bidadari itu dan berpura-pura hendak menolong bidadari nan tampak bingung dan sedih. Akhirnya sang bidadari mau ditolong dan bersedia tinggal di rumah Aryo Menak. Waktu berselang, dalam dongeng 7 bidadari ini diceritakan Aryo melamar bidadari itu dan kemudian mereka menikah.

Dongeng 7 bidadari menceritakan kesaktian nan dimiliki oleh para bidadari tersebut. Selama menjadi istri Aryo Menak, salah satu bidadari nan dipinang Aryo Menak itu memasak sepanci nasi hanya dari sebulir beras, dan hal ini tidak boleh dilihat oleh suaminya. Suatu hari Aryo Menak penasaran sebab beras di lumbung padinya tetap banyak padahal telah lama, akhirnya dia mengintip isi panci. Dan ini menyebabkan kesaktian istrinya hilang.

Mulai saat itu, diceritakan dalam dongeng 7 bidadari sang bidadari harus memasak nasi seperti orang kebanyakan, hingga lama kelamaan beras di lumbung hampir habis. Di dasar lumbung padi itulah tersembul kain selendangnya nan dahulu hilang.

Terkejut, sedih, dan sakit hati sang bidadari. Akhirnya diceritakan dalam dongeng 7 bidadari, bidadari tersebut mengenakan seluruh baju bidadari beserta selendangnya dan pulang kembali ke kayangan. Aryo Menak sangat sedih ditinggal istrinya. Mulai saat itu ia dan anak keturunannya pantang makan nasi, sebab dianggap membawa sial.



Dongeng 7 Bidadari versi Pulau Kalimantan - Legenda Telaga Bidadari

Garis besar cerita nan dimiliki oleh dongeng 7 bidadari versi Pulau Jawa dan Kalimantan ini memang tak ada beda. Diceritakan seorang pemuda bernama Awang Sukma. Ia ialah seorang pemuda tampan nan menjadi penguasa daerah hutan belantara. Bergelar Datu Pulut atau Datu Suling, sebab kegemarannya menangkap burung dengan alat bambu diberi getah nan disebut pulut, dan sebab kemahirannya meniup seruling.

Suatu hari diceritakan dalam dongeng 7 bidadari, ketika ia hendak berburu burung ke dalam hutan nan lebat, tidak ada satu binatang pun nan terlihat. Ternyata di tengah hutan itu ada sebuah telaga nan sedang dijadikan loka mandi dan bersenda gurau tujuh bidadari. Karena kecantikan mereka, Datu Awang Sukma dengan mengendap-endap menyembunyikan salah satu baju bidadari kedalam bumbung, agar tidak dapat kembali ke kayangan. Begitulah nan diceritakan dalam dongeng 7 bidadari ini.

Dalam dongeng 7 bidadari diceritakan ketika semua bidadari kembali ke kayangan, seorang bidadari nan paling bungsu tak dapat terbang sebab kahilangan pakaiannya. Di saat itulah Datu Awang muncul dan menawarkan donasi agar bidadari bungsu bersedia tinggal di rumahnya. Akhirnya mereka pun menikah dan kemudian dikaruniai seorang putri nan diberi nama Kumalasari.

Pada suatu hari, ada seekor ayam hitam naik ke atas lumbung padi Datu Awang Sukma. Ayam ini mengais dan mematuk-matuk padi sambil berkotek ribut, hingga padi berhamburan. Bidadari berusaha menangkap ayam itu, tetapi tanpa sengaja ia menemukan sebuah bumbung tersembul keluar dari tumpukan padi. Karena penasaran sang bidadari mengorek isi bumbung itu dan ternyata isinya baju bidadari. Disparitas cerita dari versi dongeng 7 bidadari antara Pulau Jawa dengan Kalimantan terjadi pada bagian ini.

Kaget, sedih, sakit hati, tetapi juga masih cinta pada sang suami berkecamuk dalam hatinya. Akhirnya dia memutuskan buat pergi kembali ke kayangan. Datu Awang nan kemudian mengetahui bahwa istrinya akan kembali ke kayangan menjadi sangat sedih. Perasaan nan dirasakan bidadari dalam dongeng 7 bidadari itu tentu saja sama.

Dalam dongeng 7 bidadari versi Pulau Kalimantan, disparitas juga terjadi pada sikap bidadari. Meskipun marah, tapi bidadari tersebut tetap berbaik hati. Bidadari bungsu berpesan pada Datu agar memelihara Kumalasari, dan bila anaknya itu rindu pada ibunya, ambil tujuh biji kemiri nan dimasukkan ke dalam bakul, lalu digoyang-goyangkan. Nanti ia akan datang menemui anaknya itu.

Datu Awang akhirnya berpantang buat tak memelihara ayam hitam sebab dianggap membawa petaka. Mungkin sebab itu hingga sekarang penduduk sekitar Telaga Bidadari tak ada nan memelihara ayam hitam. Jika di Pulau Jawa beraslah nan menjadi "tersangka utama", maka di Pulau Kalimantan "tersangka utama" dari dongeng 7 bidadari ini ialah ayam hitam.



Pesan Moral dari Dongeng 7 Bidadari

Tidak berbeda jauh dengan cerita-cerita legenda kebanyakan, dongeng 7 bidadari juga menyelipkan beberapa pesan moral bagi kehidupan manusia, khususnya bagi anak-anak. Ada beberapa hikmah atau pesan moral dari dongeng ini nan berguna bagi anak-anak kita, di antaranya:

  1. Kebanyakan kaum pria mudah terpesona oleh kecantikan wanita, karenanya buat laki-laki berhati-hati dan kendalikan diri dengan kuat. Untuk perempuan, berhati-hati dan jagalah diri dengan baik.
  2. Suatu keinginan nan didapat dengan ketidakjujuran akan terbongkar juga pada akhirnya.
  3. Serapat-rapat apapun kebohongan nan disimpan, niscaya akan terkuak juga, dan kebohongan tak pernah menyuguhkan cerita nan bahagia.