PSM Makassar - Berbagai Prestasi nan Berhasil Diukir Klub Sepak Bola Ini
PSM Makassar atau kepedekan dari Persatuan Sepakbola Makassar ialah klub sepak bola Indonesia nan berbasis di Makassar, Sulawesi Selatan. klub sepak bola ini merupakan salah satu tim sepak bola legendaris nan sudah malang-melintang di global si kulit bundar tanah air.
Tim nan sudah lama berdiri ini merupakan salah satu tim terkuat di Indonesia, di samping Persija Jakarta, Persib Bandung, Persipura Jayapura, Sriwijaya FC Palembang, dan Arema Malang. PSM Makassar diakui sebagai tim sepakbola tertua di Indonesia. Membicarakan klub sepak boloa ini, sama saja kita membicarakan sepakbola nasional.
PSM Makassar - Sejarah Berdirinya
PSM Makassar berdiri pada masa kolonial Belanda, tepatnya tanggal 2 November 1915. Ketika itu klub sepak bola ini masih punya nama Belanda, yakni Makassar Voetbal Bond (MVB). Pada rentang tahun 1926 hingga 1940, MVB sudah melakukan pertandingan dengan banyak tim dari Jawa, Sumatra, Borneo (Kalimantan), dan Bali. Semisal tim Quick, Exelcior, dan HBS. Selain itu, MVB pun melakukan pertandingan melawan tim asal Hong Kong dan Australia.
Saat Jepang masuk, MVB lumpuh. Orang-orang Belanda nan ada dalam kepengurusan ditangkap, beberapa pemain pribumi dikirim ke Burma (Myanmar), dan sebagian lagi dijadikan pekerja paksa alias Romusha. Selama sepak terjangnya di zaman Belanda tadi, MVB nan notabene embrio PMS Makassar mencetak beberapa pemain nan menonjol, seperti Sagi dan Sangkala. Sinkron kampanyenya nan menghilangkan segala hal berbau Belanda, Jepang pun merubah nama MVB menjadi nama Indonesia, yaitu Persatuan Sepakbola Makassar (PSM Makassar).
Pascakemerdekaan, PSM Makassar berbenah. Lalu, diangkatlah Achmad Saggaf sebagai Ketua klub sepak bola ini. Roda kompetisi mulai bergulir, meski masih sangat sederhana. Klub sepak bola ini pun ikut kompetisi di tanah Jawa pada tahun 1949 nan kala itu diselenggarakan oleh Nederlandsche Indische Voetbal Unie (NIVU), organisasi zaman Belanda nan masih eksis.
Di pertandingan pertama kompetisi itu, klub sepak bola ini berhadapan dengan tim asal Surabaya, SVB, salah satu tim kuat nan nantinya menjadi kampiun kompetisi ISNIS/VUVSI (Ikatan Sepakbola Negara Indonesia Serikat/ Voetbal Uni Verenigde Staten van Indonesie ) pada tahun 1949. Formasinya saat itu, de Wilde, Dorst, Sunar, Pasanea, Hukom, Itjing, Fattah, Simauw, Pattinasarane, Dekkers, dan pemain legendaris mereka, Ramang. Kehebatan Ramang masih harum dalam sejarah persepakbolaan nasional, hingga saat ini.
Semangat Ramang tetap ada dan hayati di tubuh PSM Makassar, bahkan sempat membuat klub sepak bola ini dijuluki Pasukan Ramang. Kisah Ramang ini menjadi inspirasi wartawan senior Makassar, M. Dahlan Abubakar menulis buku setebal 512 halaman berjudul Ramang Macan Bola nan terbit 2011 lalu.
PSM Makassar - Berbagai Prestasi nan Berhasil Diukir Klub Sepak Bola Ini
Prestasi PSM Makassar mencapai tangga kampiun di kancah kompetisi nasional terjadi di tahun 1957, mengalahkan PSMS Medan di final. Hebatnya, partai final digelar di Medan. Sejak itu, klub sepak bola nan memiliki karakteristik khas kostum berwarna merah tua ini diperhitungkan sebagai salah satu tim kuat di Indonesia. Di era perserikatan, klub sepak bola ini menyabet lima kali gelar juara, yaitu pada tahun 1957, 1959, 1965, 1966, dan 1992.
Pada tahun 1994, tim-tim liga digabungkan dengan tim-tim galatama. Sejak saat itu, kompetisi bernama Perserikatan Indonesia. Di Perserikatan Indonesia pun klub sepak bola ini tetap disegani. Namun, di kompetisi paling tinggi ini, klub sepak bola hanya sekali menjadi champion , yaitu pada tahun 2000. Selebihnya, bercokol di posisi kedua dan kerap masuk delapan besar. Luar biasanya, saat menjadi kampiun mereka hanya kalah 2 kali dari total 31 pertandingan.
Di partai final nan berlangsung di Gelora Bung Karno, Jakarta, klub sepak bola ini menekuk tim asal Kalimantan Timur, Pupuk Kalimatan Timur (PKT) Bontang dengan skor 3-2. Di tahun 2000 ituklub sepak bola ini menyumbangkan banyak pemain buat tim nasional, seperti Hendro Kartiko (kiper), Djet Donald La’ala (bek tengah), Aji Santoso (bek sayap), Bima Sakti Tukiman (gelandang), Miro Baldo Bento (striker nan kini menjadi warga negara Timor Leste), dan Kurniawan Dwi Yulianto (striker).
Bisa dibilang, mungkin awal tahun 2000 ini PSM Makassar mencapai titik puncak prestasinya. Tidak hanya di taraf nasional, klub sepak bola ini bahkan dapat berbicara banyak di level Asia. Saat itu, klub sepak bola ini sukses melaju ke babak perempat final Piala Champions Asia tahun 2001, setelah di babak penyisihan menyingkirkan Song Lahm Nghe An (Vietnam) dan Royal Thai Air Force (Thailand).
Di perempat final nan diselenggarakan di Stadion Mattoangin, Makassar, klub sepak bola ini berada satu grup dengan tim-tim kuat Asia Timur, yaitu Jubilo Iwata (Jepang), Suwon Samsung Bluewings (Korea Selatan), dan Shandong Luneng (Cina). Perjuangan tim Juku Eja, julukan PSM Makassar, pun kandas. Klub sepak bola ini hanya duduk manis di juru kunci dengan kekalahan atas Shandong Luneng (skor 1-3), Suwon Samsung Blewings (skor 1-8), dan Jubilo Iwata (skor 0-3).
Dalam lingkup perseteruan antarpengurus dan benang kusut persepakbolaan nasional, klub sepak bola inipun “terlibat”. Pada Desember 2010, klub sepak bola ini mengundurkan diri dari kompetisi Perserikatan Super Indonesia (LSI) nan saat itu berada dalam naungan PSSI di bawah Nurdin Halid dan memilih kompetisi protesis pengusaha Arifin Panigoro, yakni Perserikatan Utama Indonesia (LPI). Hingga saat ini, klub sepak bola ini masih berlaga di LPI dan tetap mengisi perseteruan papan atas.
PSM Makassar sendiri memiliki dua puluh empat pendukung setia, di antaranya The Macz Man, Mappanyuki, Ikatan Suporter Makasar (ISM), Suporter Hasanuddin, Suporter Dealos, Suporter Reformasi, Komando, Suporter Bias, Suporter Kubis, Karebosi, Gunung Lokong, Suporter PKC (Pannampu, Kalumpang, dan Cumi-cumi), Red Gank (Pattene), KVS, Zaiger, dan Antang Communitty. Namun nan besar di media massa dan terkenal sangat fanatik ialah The Macz Man.
Stadion Andi Matalata menjadi home base PSM Makassar buat menjamu lawan-lawannya. Stadion nan memiliki kapasitas 30.000 loka duduk ini dahulu bernama Stadion Mattoangin. Nama Mattoangin berasal dari Bahasa Makassar, yaitu mattoa artinya melirik atau menengok dan kata anging nan artinya angin. Pemberian nama itu sebab stadion ini daerah pantai, loka pelabuhan bahtera Pinisi nan awak-awaknya biasanya menengok angin sebagai tanda cuaca saat itu dalam kondisi baik dan siap berlayar.
Nama Andi Mattalata sendiri diambil dari nama seorang mantan Panglima Kodam XIV/Hasanuddin. Dahulu, stadion ini merupakan sebuah perkebunan milik pemerintah Hindia Belanda. Kemudian, atas prakarsa Andi Mattalata, tanah perkebunan itu dijadikan sebuah stadion olahraga setelah kemerdekaan Indonesia. Pada 1957, stadion ini dijadikan pusat Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-4.
PSM Makassar, seperti halnya Persipura, banyak melahirkan pemain nasional Indonesia nan mempuni. Selain pemain legendaris Ramang, contoh pemain berkelas hasil didikan PSM Makassar antara lain Ronny Pattinasarany, Tony Ho, Yusuf Ekodono, Yeyen Tumena, Bima Sakti, Syamsul Chairuddin, Ponaryo Astaman, Charis Yulianto, Hamka Hamzah, dan Rahmat Latief.
Pemain naturalisasi asal Uruguay nan sejak kedatangannya menjadi langganan top skorer, Christian Gonzales, termasuk pemain nan berhasil direkrut klub sepak bola ini dari klub Deportivo Maldonado, Uruguay, pada tahun 2003. Setelah itu, klub sepak bola ini juga aktif mendidik bibit-bibit muda orisinil Makassar buat dijadikan regenerasi di masa mendatang.
Banyak pengamat sepakbola nasional mengatakan, kunci primer diseganinyaklub sepak bola ini di kancah sepakbola nasional ialah karakteristik khas permainan mereka nan lugas, keras, taktis, cepat, serta dikombinasikan dengan teknik tinggi. Semangat pantang menyerah di lapangan hijau juga turut andil membuat klub sepak bola ini diperhitungkan.
Para pemainnya sporadis ada nan mengeluh. Para pemain PSM Makassar bersikap andal dalam situasi lapangan apapun dan di manapun bermain. Mungkin semangat ini nan perlu dijaga terus buat menciptakan pemain-pemain berkualitas, di samping iklim kompetisi nan professional dan fair play tentunya.