Sejarah Indonesia Raya

Sejarah Indonesia Raya

Lagu Indonesia Raya merupakan lagu kebangsaan nan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Lagu ini menjadi salah satu simbol representasi negara dalam berbagai kegiatan internasional.

Kedudukannya pun sejajar dengan berbagai lagu kebangsaan nan dimiliki oleh negara lainnya. Di luar negeri, lagu ini selalu dinyanyikan pada acara resmi kenegaraan atau ketika ada prestasi dalam berbagai kejuaraan nan dimenangkan oleh wakil Indonesia.

Lagu Indonesia Raya ini diciptakan oleh salah seorang komponis Indonesia, yaitu Wage Rudolf Supratman. Pertama kali, Indonesia Raya ini diperdengarkan pada saat Kongres Pemuda II di Batavia pada tanggal 28 Oktober 1928 nan dikenal sebagai tonggak Sumpah Pemuda. Melalui lagu ini, semangat kebangsaan dan persatuan sukses dikobarkan di dada rakyat Indonesia buat bergerak bersama melawan penjajahan.

Pada saat itu, lagu Indonesia Raya nan diperdengarkan belumlah sebagaimana nan sering didengarkan setelah kemerdekaan. Disparitas nan nampak terdapat pada kalimat "merdeka", nan dilarang diucapkan oleh pemerintahan Belanda nan saat itu berkuasa. Sebab, Belanda takut jika kata "merdeka" tersebut dinyanyikan dapat memunculkan semangat rakyat Indonesia buat menuntut kemerdekaan dari tangan Belanda.

Untuk mensiasati kondisi tersebut, para pemuda mengganti kata "merdeka" menjadi "mulia". Dan lagu Indonesia Raya pun secara tak resmi menjadi lagu wajib bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan dinyanyikannya lagu ini dalam setiap aktivitas dan kedap para pejuang sebelum mereka memulai kegiatannya. Lagu ini dianggap mampu mewakili semangat perjuangan serta tak menunjukkan simbol pada suku eksklusif dan lebih mengedepankan persatuan bangsa.

Setelah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan sebagai lagu kebanggsaan dan lagu resmi kenegaraan. Lagu ini selalu diperdengarkan buat mengiringi proses pengibaran bendera pada saat upacara memperingati berbagai hari besar nasional. Upacara bendera nan primer diselenggarakan secara rutin setiap tanggal 17 Agustus buat memperingati hari kemerdekaan Indonesia.



Sejarah Indonesia Raya

Pada saat diperkenalkan pertama kali, komponis Lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudof Supratman menuliskan kalimat "lagu kebangsaan". Kalimat ini dituliskan di bawah judul primer lagu Indonesia Raya. Surat kabar berbahasa Tionghoa, Sin Po merupakan media massa pertama nan memperkenalkan teks lagu ini kepada masyarakat.

Polemic muncul setelah lagu ini diperdengarkan dalam kongres pemuda II. Pemerintah Belanda nan tengah berkuasa di Indonesia melarang lagu Indonesia Raya disebut sebagai lagu kebangsaan. Meski demikian, pelarangan ini dianggap angin lalu, dan para pemuda tetap mengumandangkannya di berbagai kesempatan kedap buat membahas perjuangan menuju kemerdekaan bangsa.

Mereka tetap memekikkan kata "mulia, mulia" nan ada di bagian refrain lagu tersebut. Hal ini dilakukan sebagai upaya mewujudkan harga diri bangsa nan memiliki kemuliaan serta harkat dan martabat. Dan setelah Indonesia merdeka, kata "mulia, mulia" tersebut kemudian diganti dengan "merdeka, merdeka".

Kontroversi Lagu Indonesia Raya

Lagu Kebangsaan Indonesia Raya sempat menimbulkan kontroversi sebab dianggap sebagai lagu jiplakan. Tudingan ini pertama kali dimunculkan oleh budayawan Remy Silado. Melalui tulisannya di harian Kompas, Remy menyebutkan bahwa lagu ini ialah jiplakan dari lagu tahun 1600 an nan berjudul Lekka Lekka Pinda Pinda.

Namun tudingan dari artis senior Indonesia ini kemudian mendapatkan bantahan dari seorang pengamat musik, Kaye A. Solapung. Menurut Solapung, apa nan ditudingkan oleh Remy Silado bukanlah hal baru. Sebab, tuduhan nan serupa sudah pernah muncul sebelumnya pada tahun 1950an.

Tudingan bahwa Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ialah hasil jiplakan, pernah diungkapkan oleh Amir Pasaribu pada tahun 1950an. Menurut Amir Pasaribu, selain lagu Lekka Lekka Pinda Pinda nan popular di Belanda, Indonesia Raya dinilai mirip pula dengan lagu Boola Boola nan lahir di Amerika Serikat.

Atas tuduhan ini, kemudian dilakukan sebuah penelitian pada ketiga lagu tersebut. Hasil penelitian nan dilakukan oleh Kaye A. Solapung menemuka fakta bahwa tuduhan Indonesia Raya hasil jiplakan tidaklah akurat.

Sebab, dalam Indonesia Raya hanya terdapat delapan ketukan nan memiliki kemiripan dengan kedua lagu nan dituduhkan tersebut. Demikian pula, chord nan digunakan pada ketiga lagu tersebut sangat berbeda. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Indonesia Raya bukanlah hasil jiplakan dan murni karya anak bangsa Indonesia, Wage Rudolf Supratman.

Saat ini, nilai nan bisa diambil dari adanya lagu kebangsaan ini telah banyak bergesr. Pada jaman terdahulu nilai lagu kebangsaan ini begitu meresap di hati para pahlawan nan saat itu berjuang buat merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah. Jadi, lagu kebangsaan ini sangatlah berarti bagi para pejuang kemerdekaan tersebut.

Dengan lagu ini, seakan membakar gelora semangat nan ada di dalam hati buat terus berjuang membebaskan negara Indonesia ini dari belenggu jajahan para penjajah. Semakin mendengarkan lagu ini, semangat nan ada semakin terbakar buat segera menjadikan Indonesia sebagai negara nan memang benar-benar merdeka.

Terlebih dengan adanya kata merdeka di dalam lagu ini nan terus diulang-ulang. Maka, semakin inginlah buat mewujudkan apa nan ada di dalam lagu ini agar benar-benar menjadi kenyataan. Tidak hanya ada di dalam lirik lagu ini.

Begitulah betapa sangat berpengaruhnya setiap dengungan lagu ini akan saangat berarti bagi nan mendengrakannya. Namun sungguh ironis fakta nan ada di jaman sekarang ini.

Banyak sekali orang Indonesia nan tidak begitu meresapi makna apa nan ada di balik lagu kebangsaan negara kita ini. Bahkan buat mengingat atau menghafal liriknya saja, tidak sedikit orang nan laupa atau tidak ingat.

Lagu kebangsaan negara kita ini hanyalah dianggap sebagai sebuah simbol saja. Tak memiliki arti nan sakral lagi. Tak dianggap sebagai semangat perjuangan buat meraih kemerdekaan lagi.

Terutama ara remaja kita yangs ejatinya menjadi generasi penerus bangsa. Banyak dari mereka nan memang tidak hafal lirik dari lagu ini. Hal ini tentunya menjadi sebuah hal nan sangat ironis.

Namun jika memang bisa dibilang bahwa makna kemerdekaan pun telah bergeser dari makna harfiah nan telah ada. Jika dulu para pejuang kemerdekaan negara ini berusaha mati-matian berkorban harta, jiwa dan tenaga buat meraih kemerdekaan agar terlepasnya Indonesia dari belenggu para penjajah maka saat ini makna itu telah banyak bergeser.

Memang sahih saat ini Indonesia telah terbebas dari belenggu penjajahan secara kasat mata namun sejatinya banyak sekali fakta nan membuktikan bahwa bangsa Indonesia masih belum meraih kemerdekaan secara utuh.

Hal ini bisa terlihat dari masih banyaknya keterbelakangan nan dialami oleh sebagian rakyat Indonesia. Dapat dibilang bahwa angka banyaknya rakyat nan kaya atau punya uang memang sangat banyak. Namun, angka orang nan hayati di bawah garis kemiskinan pun juga tidak sedikit. Bahkan jumlahnya semakin bertambah dari hari ke hari.

Banyak sekali rakyat Indonesia nan belum bisa menikmati sekolah dengan nyaman tanpa memikirkan biaya. Justru pada saat ini, biaya pendidikan nan dikeluarkan sangatlah banyak. Maka sangatlah wajar jika memang saat ini dikatakan bahwa pendidikan hanyalah buat orang nan punya uang saja. Dengan ini, semakin sedikitlah orang Indonesia nan bisa merasakan pendidikan sampai ke taraf nan tinggi.

Selain di bidang pendidikan, bukti lain nan bisa menyatakan bahwa tak semua rakyat Indonesia merasakan kemerdekaan ialah dalam hal kesehatan. Layaknya biaya pendidikan, biaya kesehatan pun juga amatlah mahal dan bisa dibilangsemakin tidak terjangkau oleh banyak kalangan terutama kalangan rakyat menengah ke bawah.

Banyak dari mereka nan tidak mampu buat mengusahakan biaya jika memang mereka sedang dalam keadaan sakit. Karena memang biaya nan akan mereka keluarkan sangatlah banyak. Usaha pemerintah dalam mengetasi mahalnya biaya kesehatan ini pun juga masih belum menunjukkan hasil nan maksimal.

Sebut saja program agunan kesehatan nan telah dicanangkan pemerintah masih belum bisa menyentuh semua level masyarakat. Agunan kesehatan ini hanya diberikan kepada masyarakat eksklusif saja dan itu pun dengan disertai birokrasi nan panjang dan jlimet.

Itulah fakta kemerdekaan nan ada di negara tercinta kita ini. Walau pun tentunya masih banyak fakta lain nan tertutupi. Memang bangsa kita sudah merdeka dari jajahan penjajah namun apakah memang sudah benar-benar telah merdeka seperti nan ada di dalam lirik Lagu Indonesia Raya ini, tentunya masih harus banyak dikaji lagi.