Demo, Aksi Kekecewaan Masyarakat
Dulu, Indonesia memiliki julukan negara kepulauan, negara nan kaya budaya, hingga negara nan memiliki estetika alam nan makmur. Namun, rupanya julukan tersebut sedikit bergeser ke arah negatif. Hal ini bukan tanpa alasan, banyaknya kasus korupsi nan tidak kunjung usai membuat negara Indonesia juga dijuluki sebagai sarang koruptor. Tak tanggung-tanggung, julukan ini diperkuat dengan angka kasus korupsi Indonesia nan melesat sangat cepat.
Kasus korupsi ini menjadi kasus nan tidak kunjung usai. Meski ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), koruptor tak juga jera. Aplikasi sanksi nan tak membuat koruptor jera juga menjadi salah satu pemicu kasus korupsi semakin banyak. Bahkan, di penjara saja koruptor dengan bebas melakukan transaksi seperti di rumah sendiri. Salah satu kasus korupsi nan membuat masyarakat geram ialah kasus Bank Century.
Sudah sejak lama kasus bail out Bank Century menggelinding didepan mata kita. Sudah banyak pula upaya normatif nan dilakukan, baik oleh KPK maupun DPR RI. Namun, mudah ditebak, jalan menuju titik terang semakin jauh dari kenyataan. Semakin ditelusuri, jalanan menuju kebenaran dan fenomena semakin buram dan semakin gelap.
Perjalanan kasus ini seakan mencapai titik anti titik puncak manakala KPK dan Kepolisian RI sepakat menilai bahwa dalam kasus bail out Bank Century tak ditemukan unsur pidana. Kalau pihak nan berwenang dalam penegakan hukum sudah berpendapat seperti itu, tindakan hukum seperti apalagi nan dapat diharapkan buat mengungkap kasus tersebut. Tidak ada lagi.
Robert Tantular Dijatuhi Sanksi
Kesalahan dalam kasus penggelapan uang ini sudah ditimpakan kepada Robert Tantular selaku direktur Bank Century. Saat ini, Robert sedang menjalani sanksi sebab terbukti melakukan kesalahan dalam mengurus Bank Century.Robert dituduh telah melakukan kejahatan perbankan nan merugikan nasabahnya hingga trilyunan rupiah. Banyak pihak meyakini bahwa kasus kejahatan perbankan nan terjadi di Bank Century ialah satu kasus terpisah nan sudah terselesaikan secara hukum.
Kenyataan bahwa hilangnya uang negara dalam jumlah trilyunan nan digunakan buat bail out Bank Century dipandang sebagai kasus tersendiri. Kebijakan penggelontorannya pun lantas ditelisik. Boediono dan Sri Mulyani, orang nan paling memiliki otoritas buat mengeluarkan kebijakan dalam kasus penggelontoran ini, terlihat gagap ketika menjawab pertanyaan Pansus Bank Century. Bahkan, sempat beredar risalah gelap nan menjelaskan kemana saja uang haram itu mengalir.
Pada Oktober 2012 ini, polri menyatakan akan membawa paksa Robert Tantular kepada jaksa penuntun umum. Robert Tntular dinyatakan terjerat dalam dua perkara besar. Perkara pertama ialah dugaan penipuan dalam pembuatan letter of credit. Sedangkan nan kedua ialah dugaan melakukan tindak pidana perbankan.
Politik Abu-Abu
Realitas politik di Indonesia tak mengenal istilah hitam atau putih. Semuanya serba samar-samar. Karena samar-samar, segala sesuatunya jadi susah ditebak. Seakan-akan jadi tak terlihat nan sahih dan nan salah. Apalagi keadaan ini diperparah dengan penegakan hukum nan juga samar-samar.
Misalnya, boleh saja PDI Perjuangan mengambil sikap oposisi terhadap kekuasaan SBY, namun pada saat nan sama kita juga dapat melihat betapa akrabnya Ketua MPR RI, Taufiq Kiemas dengan SBY. Kita juga tahu bahwa Taufiq Kiemas ialah suami dari Megawati, Ketua Generik PDI Perjuangan, nan dikenal sebagai salah satu tokoh politik nan paling kritis kepada SBY.
Seperti itulah empiris politik Indonesia. Paralel dengan kaidah sosiologi politik: There are no permanent friends, there are no permanent enemies, only permanent interest . Tidak ada mitra atau versus abadi dalam politik, nan ada hanyalah kecenderungan atau disparitas kepentingan.
Ketika kasus Bank Century dibawa ke ranah politik, nan ditandai dengan dibentuknya Pansus Century oleh DPR RI, secara kritis dapat dipertanyakan tentang muatan kepentingan apa. Masyarakat nan paham betul akan empiris ini dapat jadi akan geleng-geleng kepala sebab sudah dapat menebak sandiwara macam apa nan akan dipentaskan oleh Pansus ini. Namun, sebagian nan lain sangat menaruh harap kepada Pansus Bank Century buat mengungkap skandal ini secara tuntas.
Hasil dari pentas sandiwara tonil Pansus Bank Century ini sudah kita ketahui bersama bagaimana ending nya. Walhasil, penonton pun kecewa dan bersungut-sungut. Betapa tidak, hasil perdebatan panjang Pansus Bank Century nan disiarkan langsung oleh stasiun TV itu berakhir dengan rekomendasi. Pihak kepolisian dan KPK diminta buat menindaklanjuti kembali kasus skandal Bank Century ini.
Lalu, apa makna Pansus Bank Century? Bukankah sejak awal kepolisian dan KPK sudah mencoba mengusut kasus ini tanpa hasil nan memuaskan? Simpulan dari hasil pengusutan itupun tetap tak berubah, baik sebelum adanya pansus maupun setelah adanya pansus. Tidak ditemukan unsur pidana. Closed case !!! Masyarakat luas boleh tak puas. Namun, inilah realitas. Di Indonesia, segala sesuatu dapat ditransaksikan.
Demo, Aksi Kekecewaan Masyarakat
Pemberitaan mengenai kasus Bail Out Bank Century nan tidak kunjung usai membuat sebagian masyarakat merasa geram. Masyarakat lain nan tak mau ambil pusing menganggapnya sebagai warta nan merupakan makanan sehari-hari. Meski demikian, pastilah masyarakat kecewa dengan sikap para koruptor nan hanya memikirkan perutnya sendiri ini. Kekecewaan nan tidak dapat dipendam lagi mereka tunjukkan dengan cara demo.
Demo merupakan salah satu media penyampai aspirasi rakyat secara langsung. Setelah meletusnya kasus Century, berbagai kalangan langsung menggelar demo. Kekecewaan dituangkan dalam bentuk penyampaian aspirasi secara langsung, melalui poster, tulisan, aksi teaterikal, hingga kerusuhan. Sebagai negara demokrasi, masyarakat Indonesia memang berhak menyampaikan aspirasinya melalui demo.
Demo menuntun penyelesaian kasus Century salah satunya terjadi di Solo. Puluhan mahasiswa nan menamakan dirinya sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Solo ini beraksi di Budaran Gladak, Solo. Aksi merupakan bentuk kekecewaan mereka terhadap kerja Pansus nan belum juga menuntaskan kasus Century. Padahal, masa kerja Pansus hampir berakhir.
Selain berorasi, mahasiswa ini juga menggelar aksi teaterikal nan menggambarkan bobroknya penegakan hukum di Indonesia. selain itu, mereka juga membawa poster dengan peraga aksi nan intinya mendorong Pansus DPR buat segera menuntaskan kasus Century.
Demo nan dilakukan oleh sekelompok mahasiswa juga beraksi di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka nan tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia Berdikari (AMUNISI) membawa spanduk raksasa nan memuat gambar Sri Mulyani, Boediono, dan Ani Yudhoyono. Spanduk-spanduk tersebut juga berisi kekecewaan mereka.
Lima puluh masa di NTT juga melakukan hal serupa. Masa nan menamakan dirinya sebagai Lembaga Pemuda Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar aksi demo di depan KPK. Demo juga dilakukan oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Aksi ini menuntut pemerintah agar segera menuntaskan kasus-kasus korupsi besar, termasuk kasus Century. Mereka juga mengkritisi pidato presiden terkait pemberantasan korupsi.
Banyaknya aksi demo ini sebenarnya merupakan bentuk dukungan rakyat terhadap pemerintah dan penegak hukum buat segera menyelesaikan kasus korpusi. Mendapat dukungan nan begitu besar, harusnya pihak nan berwajib baik Pansus, KPK, maupun pemerintah segera melakukan tindakan nan konkret buat menindaklanjuti persoalan Century dan kasus korupsi lain.