Inflasi dan Harga

Inflasi dan Harga



Sekilas Tentang Inflasi

Pengaruh Inflasi ini sangat relevan dengan pertumbuhan ekonomi dan keadaan ekonomi masyarakat. Saat terjadi krisis moneter tahun 1998, inflasi tinggi sekali. Bunga tabungan terpaksa dinaikan sehingga orang dengan tabungan nan banyak, tak merasakan adanya krisis moneter. Masyarakat nan mempunyai produk dengan harga jual tinggi seperti kopi, juga tak mengalami krisis. Mereka tetap dapat belanja dan makan cukup gizi.

Sebaliknya, masyarakat nan tak mempunyai apa-apa termasuk tak mempunyai tabungan dan tak mempunyai barang nan dapat diperdagangkan, mengalami kemerosotan dalam hal daya beli. Bahkan dapat terjadi kelaparan. Kelaparan nan merajarela ini akan sangat berbahaya. Bukan saja terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak-anak, melainkan juga akan mempengaruhi daya pikir dan mengelola perasaan. Orang dapat gelap mata sebab ia lapar. Semua akan diatasnamakan urusan perut.

Kalau taraf kejahatan meningkat, maka nan akan terjadi ialah kegelisahan dan keresahan. Orang miskin akan merasa sangat cemburu dengan orang kaya. Akhirnya penjarahan dan perampokan akan menjadi sesuatu nan lumrah. Orang merasa tak bersalah menyakiti orang lain nan dianggapnya berhak buat disakiti. Padahal nan mereka lakukan tentu saja melanggar hak azazi manusia. Tentu saja bangsa ini tak mau lagi hal seperti itu terjadi.

Ketahanan dan pertahanan pangan diperkuat agar tak terjadi kelaparan. Kalau persediaan dan harga bahan pangan di pasaran menipis dan harganya meninggi, maka pemerintah akan mengadakan operasi pasar secara besar-besaran. Sayangnya, operasi pasar ini terkadang dianggap sebagai sesuatu nan tak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Kualitas beras nan sangat rendah dan bahan lain nan juga mempunyai kualitas dibawah barang lain nan dipasarkan dengan prosedur pasar akhirnya hanya diminati oleh masyarakat dari kalangan nan tak berpunya.

Sedangkan masyarakat dengan daya beli nan baik, tetap mencari beras dengan mutu nan baik. Mereka tentu saja tak mau memakan beras nan penuh dengan ulat dan batu dan rona nan tak layak dimakan manusia. Seharusnya pemerintah menyadari hal itu. Sayangnya, hingga saat ini, hal ini tetap berlangsung seperti itu sehingga terkadang menyakit hati nurani masyarakat.

Secara sederhana, inflasi ialah meningkatnya harga-harga secara generik dan terus-menerus. Salah satu penyebab meningkatnya harga-harga tersebut ialah banyaknya uang nan beredar di masyarakat. Semakin banyaknya uang nan beredar, nilai uang akan menurun. Nilai uang nan menurun ini akan sangat merepotkan. Kalau biasanya uang 1000 dapat membeli sesuatu, kini hanya buat membayar parker sepeda motor. Orang tak memandangnya sebagai satu nilai nan bermanfaat.

Tidak salah aklau pemerintah akan memberlakukan denominasi uang rupiah tanpa mengubah nilainya. Nantinya orang Indonesia dapat mengatakan kalau satu dollar Amerika itu hanya 9 rupiah dan bukannya 9000 rupiah. Dengan demikian diharapkan bahwa ada peningkatan asumsi positif terhadap nilai suatu angka dalam rupiah. Orang Indonesia akan mulai belajar mengatakan bahwa gajinya tak dalam angka nan besar. Hal ini tentu saja membutuhkan pengenalan nan cukup panjang agar masyarakat tak kaget.

Menurunnya nilai mata uang akan mendorong terjadinya konvoi harga. Konvoi harga merupakan penyesuaian terhadap menurunnya nilai mata uang. Oleh sebab itu, buat menyesuaikan pelemahan nilai, para pelaku pasar menaikkan nilai atau harga barang nan mereka jajakan. Hal ini lumrah dan terjadi secara alamiah. Hegemoni perlu dilakukan oleh pemerintah buat menekan terjadinya inflasi. Campur tangan itu dapat dengan berbagai cara. Salah satunya ialah dengan meningkatkan suku kembang kredit.

Peningkatan suku kembang kredit ini tentu saja akan memberatkan orang-orang nan mempunyai utang di bank. Mereka niscaya akan menjerit tetapi tak mampu menolaknya. Kredit ini sendiri mereka ambil demi mendapatkan kehidupan yag lebih baik. Mereka mengambil kredit rumah, perabotan rumah tangga, dan bahkan buat biaya sekolah anak-anaknya. Kalau inflasi terus meningkat, artinya suku kembang juga akan meningkat.

Bila suku kembang meningkat, dikhawatirkan akan terjadi kredit macet. Masyarakat nan mempunyai utang di bank tak mampu lagi melunasi utangnya. Mereka menyerah apapun nan akan dilakukan oleh pihak bank termasuk menyita rumahnya. Bila keadaan ini tak segera ditangani dengan baik, maka keadaan ekonomi nan terjadi di Amerika, mungkin saja akan terjadi di Indonesia. Tentu akan menjadi sesuatu nan sangat menyedihkan kalau krisis ekonomi ini kembali mendera Indonesia.

Inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian makro buat menggambarkan situasi perekonomian agregat suatu negara. Inflasi harus dikendalikan agar fluktuasi harga tak signifikan. Fluktuasi harga nan tinggi tak disukai calon investor. Hal itu akan mempengaruhi perekonomian suatu negara sebab berdampak pada investasi dan konsumsi sehingga mempengaruhi ekuilibrium perekonomian nan terjalin. Bila harga suatu produk terlalu tinggi dan tak sinkron dengan taraf pendapatan masyarakat, maka produk nan mahal itu tak ada nan membelinya.

Padahal investor nan menjual produk tersebut juga berutang kepada bank. Ia tak dapat membayar utangnya, maka barangnya akan disita. Ketika barangnya disita, itu artinya ia menutup usahanya. Usaha nan bangkrut ini artinya akan menambah deret pengangguran. Pengangguran nan meningkat akan membuat angka kejahatan juga meningkat. Orang akan berusaha memenuhi kebutuhannya. Negara mungkin akan lebih banyak lagi berutang hingga suatu saat mungkin harus menjual banyak aset negara.

Aset negara nan dijual itu tentu saja akan menjadika negara ini sebagai bangsa jajahan. Betapa tak menyenangkannya tinggal di negeri sendiri tetapi tak memiliki tanah nan didiami. Artinya negar atelah tergadaikan. Bangsa Spanyol dan Yunani melakuakn hal ini. Mereka terpaksa menjual aset negara nan seharusnya dijaga buat anak cucu nantinya. Apapun memang harus dilakukan demi menyelamatkan perekonomian.

Bayangkan saja akalu harga sebuah rumah mewah tak lebih tinggi dari utang nan harus dibayar. Lalu siapa nan akan membelinya. Kalau dikatakan bahwa properti ialah investasi nan paling aman, maka ketika gejolak ekonimi memburuk, harganya dapat sangat murah. Harga nan sangat murah ini tentu saja akan menyakitkan hati sang pemilik properti. Rasa nan tak nyaman ini akan mendatangkan stress, frustasi, bahkan depresi. Semakin terpuruklah keadaan semuanya.



Jenis Inflasi

Berdasarkan jenisnya, inflasi bisa dibagi 4 kelompok.
1. Inflasi ringan dengan ciri taraf inflasi sebesar kurang dari 10% per tahun.
2. Inflasi sedang dengan taraf inflasi antara 10%-30%.
3. Inflasi berat jika taraf inflasi telah mencapai 30%-100%.
4. Hiperinflasi terjadi ketika taraf inflasi mencapai lebih besar dari 100%. Kelajuan inflasi bisa begitu besar dan tak dapat terbendung oleh kebijakan-kebijakan nan dikeluarkan pemerintah. Zimbabwe merupakan salah satu contoh negara nan sedang mengalami hiperinflasi.

Indikator-indikator nan biasa digunakan buat menggambarkan inflasi, di antaranya Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), dan Deflator Produk Domestik Bruto (PDB). IHK menggabarkan keadaan harga konkret nan dihadapi masyarakat konsumen. Konvoi harga tersebut bisa dilihat dengan melakukan survei biaya hidup.



Inflasi dan Harga

Inflasi nan stabil menjamin keberlangsungan kegiatan perekonomian rakyat. Oleh sebab itu, pemerintah perlu menaruh perhatian tinggi terhadap inflasi. Fluktuasi inflasi, secara langsung, bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Berikut ini beberapa akibat atau pengaruh inflasi terhadap kondisi perekonomian masyarakat.


1. Inflasi nan tinggi akan mempengaruhi nilai real dari pendapatan masyarakat. Pendapatan real masyarakat nan turun akan berakibat pada menurunnya baku hayati masyarakat. Oleh sebab itu, akan mempersulit kehidupan masyarakat.


2. Ketidakstabilan inflasi akan meningkatkan ketidakpastian. Meningkatnya ketidakpastian akan berakibat pada pengambilan keputusan masyarakat terkait faktor-faktor investasi, konsumsi, dan produksi. Hal itu tentu akan berakibat terhadap terganggunya pertumbuhan ekonomi.


3. Taraf inflasi nan lebih tinggi dibanding negara lain akan membuat taraf kembang domestik tak kompetitif bila dibandingkan dengan negara lain. Akhirnya, hal ini akan berakibat pada tertekannya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.