Produk Jurnalistik
Pada 1920, ketika jurnalisme modern baru saja mengambil bentuk, seorang penulis bernama Walter Lippmann dan seorang filsuf Amerika John Dewey berdebat mengenai peran jurnalisme. Teori jurnalistik mereka berdua masih menjadi poin primer dalam perdebatan tentang peran jurnalisme dalam masyarakat dan negara.
Teori Jurnalistik
1. Teori Lippmann
Lippmann memahami peran jurnalisme pada saat itu ialah buat bertindak sebagai perantara atau penerjemah antara masyarakat dan elit pembuat kebijakan. Wartawan menjadi perantara. Ketika elit berbicara, wartawan mendengarkan dan mencatat informasi, menyaring, dan memberikannya kepada masyarakat buat dikonsumsi.
Alasannya ialah bahwa masyarakat tak dalam posisi buat mendekonstruksi padatnya informasi nan terus tumbuh dan kompleks dalam masyarakat modern, dan sebab itu mediator dibutuhkan buat menyaring warta bagi masyarakat.
Lippmann mengatakanya kira-kira begini, publik tak cukup cerdas buat memahami rumitnya isu-isu politik. Selain itu, masyarakat sudah cukup tersibukkan dengan kehidupan sehari-hari mereka buat peduli pada kebijakan publik nan kompleks.
Karena itu, seseorang nan dibutuhkan masyarakat buat menafsirkan keputusan atau kebijakan para elit menjadi informasi nan jelas dan sederhana. Itulah peran wartawan.
Lippmann percaya bahwa masyarakat akan memengaruhi pengambilan keputusan dari elit dengan suara mereka. Sementara itu, para elit (politisi, yaitu pembuat kebijakan, birokrat, ilmuwan, dll) akan menjaga agar kekuasaan berjalan. Dalam pemikiran Lippmann, peran wartawan ialah buat menginformasikan publik tentang apa nan elit lakukan.
Karena wartawan juga bertindak sebagai pengawas atas elit, ketika masyarakat memilih dengan suara mereka. Inilah membuat masyarakat di rantai kekuasaan paling bawah, bisa menangkap arus informasi nan diturunkan dari para ahli/elit secara efektif.
2. Teori Dewey
Sedangkan Dewey percaya bahwa masyarakat tak hanya mampu memahami masalah-masalah nan dibuat atau ditanggapi oleh elit, keputusan dibuat setelah diskusi dan perdebatan di lembaga publik. Jika suatu masalah telah benar-benar dijabarkan, maka ide-ide terbaik naik ke permukaan.
Dewey percaya, wartawan harus melakukan lebih dari sekadar menyampaikan informasi. Dia percaya bahwa wartawan harus mempertimbangkan konsekuensi dari kebijakan nan berlaku. Seiring waktu, gagasannya telah diimplementasikan di berbagai tingkat, dan lebih dikenal sebagai "jurnalisme komunitas".
Konsep jurnalisme komunitas merupakan perkembangan baru dalam jurnalisme. Dalam kerangka berpikir baru ini, wartawan bisa melibatkan warga dan para ahli/ elit dalam berita. Sangat krusial buat dicatat bahwa meski terlihat ada anggapan kesetaraan, Dewey masih menghargai keahlian.
Dewey percaya bahwa pengetahuan bersama jauh lebih unggul buat pengetahuan individu. Para pakar dan sarjana tetap dipersilahkan dalam kerangka Dewey, tetapi tak dalam struktur hierarki dalam pemahaman Lippmann mengenai jurnalistik dan masyarakat.
Filsafat jurnalistik Lippmann mungkin lebih diterima oleh para pemimpin pemerintahan. Sedang pendekatan Dewey menjadi citra nan lebih baik tentang bagaimana wartawan melihat peran mereka dalam masyarakat, dan, pada gilirannya, masyarakat mengharapkan fungsi jurnalistik bisa berjalan.
Banyak kritik masyarakat terhadap dampak pemberitaan dilakukan oleh wartawan, tetapi mereka tetap mengharapkan wartawan buat menjadi pengawas pemerintah, memungkinkan orang buat mengambil keputusan mengenai isu-isu nan sedang terjadi.
Hukum Jurnalistik
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers lahir atas pertimbangan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur nan sangat krusial buat menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara nan demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin.
Sebagai negara nan menganut paham demokrasi, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sinkron dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia nan sangat hakiki, nan diperlukan buat menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pers nasional sebagai sarana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus bisa melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers nan profesional, sehingga harus mendapat agunan dan konservasi hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari mana pun.
Oleh sebab itu, perlu adanya satu payung hukum nan melindungi para pekerja pers nasional. Pada Bab II tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peranan Pers diatur masalah kemerdekaan pers.
Dijelaskan bahwa kemerdekaan pers ialah salah satu wujud kedaulatan rakyat nan berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (Pasal 2). Sedangkan klarifikasi lebih lanjut mengenai kemerdekaan pers ini dijelaskan dalam Pasal 4 ayat 1.
Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pers harus bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat buat memperoleh informasi terjamin.
Kemerdekaan pers ialah kemerdekaan nan disertai pencerahan akan pentingnya penegakan supremasi hukum nan dilaksanakan oleh pengadilan dan tanggung jawab profesi nan dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sinkron dengan hati nurani insan pers.
Adanya perhatian terhadap para jurnalis nan dituangkan dalam undang-undang dan kode etik jurnalistik menandakan bahwa pers dibutuhkan dan dilindungi kehadirannya sebagai corong informasi bagi masyarakat. Sejak zaman sebelum kemerdekaan, peran pers sangat krusial terhadap usaha-usaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Berbagai upaya diplomatik dan politik melalui perundingan dan sebagainya bisa disuarakan secara internasional melalui media massa. Untuk itu, undang-undang pers ini diharapkan menjadi payung hukum bagi para jurnalis, sehingga lebih fokus dan objektif dalam menyiarkan informasi kepada publik.
Produk Jurnalistik
Hal tersebut membuat seorang jurnalistik dituntut buat memberikan warta atau informasi nan menarik bagi para penikmat media tersebut. Informasi nan diberikan oleh produk-produk jurnalistik tersebut memiliki beberapa hal nan menjadi dasar, yaitu sebagai berikut.
1. Bersifat tentang Norma dan kebutuhan hayati masyarakat sehari-hari.
Sebagai contoh kita dapat melihat, apa nan dibutuhkan masyarakat sekarang, harga handphone, jadwal bioskop, berita-berita bala alam, informasi olahraga, dan lain-lainnya.
2. Informasi nan bersifat memerlukan perhatian dari masyarakat.
Seperti misalnya kondisi ekonomi, politik, sosial nan sedang terjadi. Sebagai contoh, kita tentunya sering kali melihat adanya warta di berbagai media seperti bala alam, warta tentang naiknya harga kebutuhan dan lain-lainnya.
3. Menyampaikan hal-hal baru.
Biasanya ini terkait dengan konten dari masing-masing produk jurnalistik. Contohnya ialah sekarang ini ada beberapa warta nan menampilkan tentang lifestyle, kesehatan, bahkan warta nan mengajak dan memotivasi kita buat mampu mengelola keuangan sendiri.
Informasi dari kegiatan-kegiatan jurnalistik tersebut mempunyai kandungan nan bisa merubah sikap, pendapat serta membujuk masyarakat buat menanggapi informasi tersebut. Dan kategori pemberitaan nan diberikan dari beberapa produk jurnalistik nan tersaji saat ini selain mengambarkan berita, dapat juga menampilkan komentar atau ulasan.
Komentar atau ulasan di media cetak biasanya terjadi pada rubrik-rubrik opini, sementara itu dalam media elektronik, seperti televisi atau radio disampaikan dalam bentuk sesi tanya jawab nan ditampilkan secara visual.
Sementara itu, dalam media internet, melalui sebuah rubrik nan dikenal dengan citizen journalism, di mana masyarakat nan bukan jurnalis atau wartawan pun dapat memberikan warta mereka sendiri.
4. Bersifat advetorial.
Di mana produk jurnalistik ini memberitakan sebuah informasi dari beberapa perusahaan tentang produk-produk mereka, berupa warta atau informasi nan dibutuhkan mereka.
Tetapi, apa nan paling krusial ialah tampilan pemberitaan nan akan dipaparkan dalam produk-produk jurnalistik. Setiap tulisan nan dibuat haruslah selalu mengandung konsep dasar jurnalistik yaitu, 5W+1H, yaitu what, who, where, when, why dan how . Semua terapan tersebut wajib digunakan oleh para wartawan dalam setiap penyajian beritanya. Bahkan masyarakat nan ingin menyampaikannya dalam bentuk citizen journalism.
Dunia jurnalistik membuat global benar-benar di ujung jari. Misalnya, membaca berita-berita di koran akan membuat wawasan bertambah. Pengetahuan tentang banyak hal dapat didapatkan hanya dengan harga Rp2.000,- hingga Rp6.500,-. Tidak harus pergi ke daerah eksklusif secara langsung buat mengetahui apa dan bagaimana bentuk daerah tersebut.
Cukup dengan mencari warta dan berselancar sejenak di internet, semua data dan informasi sudah dapat didapatkan dengan mudah. Keberadaan global jurnalistik ini juga membuat banyak orang mempunyai pekerjaan. Ratusan lowongan pekerjaan bisa disediakan oleh bidang jurnalistik ini.
Misalnya, penulis lepas, wartawan, karesponden, fotografer, editor, hingga janitor dan penjual koran di lampu merah, dapat menghidupi keluarga mereka dengan cara mencemplungkan diri ke global jurnalistik ini. Semoga teori jurnalistik dan klarifikasi lainnya tersebut bermanfaat.