Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan Pendidikan Agama Islam

Sebelum menyoal hakikat pengertian pendidikan Agama Islam , nan harus dipahami terlebih dahulu ialah definisi Islam. Islam berasal dari kata salama nan berarti damai dan selamat. Sedangkan menurut Istilah, Islam berarti tunduk dan patuh terhadap segala apa nan dtetapkan Allah, baik nan dimuat di dalam al-Qur’an maupun hadis Rasullullah saw buat mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup, baik di global maupun di akhirat.

Berdasarkan definisi Islam tersebut, bisa dipahami bahwa pendidikan agama Islam akan bermuara pada penanaman moral atau akhlak. Sebab, pada titik ini nantinya akan tercipta proses pemeliharaan dan penguatan potensi insani buat menumbuhkan pencerahan dalam menemukan kebenaran.



Dasar Pendidikan Agama Islam

Hal tersebut bisa dipahami dari proses penciptaan Adam as saat malaikat mengajukan pertanyaan kepada Allah Swt ihwal penciptaan Adam as. Allah langsung memaparkan bahwa tujuan penciptaan Adam ialah buat menjadi khalifah di muka bumi ini dengan diberikan ilmu.

Ilmu tersebut nan dibahasakan dengan bahasa kekinian sebagai pendidikan nan diaplikasikan dalam bentuk wujud konsekuensi dan tanggung jawab intelektual Adam dan keturunannya buat menegakkan kebenaran.

Karena itu, pendidikan agama Islam dilestarikan sebagai metode dakwah buat membina fitrah keturunan Adam as agar tetap beragama. Apabila fitrah tersebut tak dilestarikan dalam pendidikan, dapat diperkirakan akan luntur menjadi atheis atau menjadi penganut agama selain Islam.

Hal ini sebagaimana diterangkan Allah di dalam al-Qur’an, bahwa ”Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (Islam), (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia nan telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu.Tidak ada perubahan pada kreasi Allah. (itulah) agama nan lurus, tetapi kebanyakan manusia tak mengetauhinya.” (QS. Ar-Rum [30]: 30)



Akhlak nan Diajarkan Rasulullah

Rasulullah saw ialah sosok lelaki agung. Akhlaknya luhur, perangainya lembut, hatinya amat penuh kasih sayang. Allah Swt. menggambarkan semua itu dalam al Quran, “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti nan agung.” ( TQS. Al Qalam:4). Setiap langkah Rasulullah saw ialah teladan nan dapat dijadikan panutan oleh umat.

Akhlaqnya tergambar jelas dalam setiap perbuatan di kehidupan keluarganya dan masyarakat, baik kepada orang tua, anak-anak, laki-laki maupun perempuan. Allah Swt. berfirman sebagai berikut.

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (TQS. At Taubah:128). Di antara akhlaq Rasulullah nan dapat kita teladani ialah sebagai berikut.



1. Menyayangi Orangtua

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya di antara cara memuliakan Allah ialah dengan menghormati orang Muslim nan sudah tua, dengan menghormati pakar Al-Quran tanpa hiperbola dan tanpa menghinanya, serta dengan menghormati penguasa nan adil.” (HR. Abu Dawud).



2. Menyayangi Kaum Fakir

Rasulullah saw bersabda, “Aku tak suka mempunyai emas sebesar gunung Uhud. Cukuplah saya punya satu dinar dalam sehari atau tiga hari, kecuali jika buat keperluan membayar utang. (Dan) jika saya gunakan uang itu buat menyantuni hamba Allah nan ini sekian dan nan itu sekian (beliau menunjuk sebelah kanan, kiti, dan sebelah depannya).” (HR. Bukhari dan Muslim).



3. Membantu Orang nan Kesusahan

Abu Said Al-Khudry berkata, “Ada seorang laki-laki pada masa Rasulullah nan menderita kerugian dalam jual beli buah-buahan. Utangnya pun menumpuk. Rasulullah bersabda, ‘Bersedekahlah kalian padanya.’ Orang-orang pun bersedekah kepadanya. Namun, sedekah itu belum cukup buat membayar utangnya. Rasulullah saw bersabda kepada orang nan berpiutang kepadanya, ‘Ambillah apa nan kalian dapatkan darinya. Tidak ada lagi nan lain selain itu.” (HR. Muslim).

Rasulullah saw berusaha membantu laki-laki itu buat melunasi utangnya. Kemudian, beliau meminta orang nan berpiutang kepadanya buat menerima sejumlah uang nan terkumpul. Rasulullah tak menggugurkan utang laki-laki tersebut.

Beliau bersikap secara proporsional antara dia dan orang nan berpiutang buat membayar secara berangsur dan menunda pembayaran sisanya. Inilah di antara salah satu afeksi Rasulullah saw bagi orang nan berutang-piutang.

Bersedekah, memberi dan berbagi kepada sesama memiliki loka tersendiri dalam hati insan mulia ini. Beliau pernah menegaskan dalam hadits tentang akhlak nan disampaikannya bahwa, " Kunci kesuksesan seorang Muslim ialah kegemarannya dalam memberi dan kemampuannya dalam berempati terutama kepada mereka nan kekurangan ". (HR Thabrani)

Tinta sejarah telah menuliskan betapa Nabi Muhammad SAW merupakan seorang pendakwah nan pandai mengajak orang pada kebaikan. Beliau banyak menasbihkan hadits tentang akhlak, salah satunya akhlak dalam menyantuni anak yatim. Pada saat bersamaan, beliau pun merupakan seorang praktisi sejati.

Artinya, apa nan beliau perintahkan buat dilakukan umatnya, pasti akan beliau amalkan terlebih dahulu sebelum orang lain mengamalkannya, termasuk dalam hal kedermawanan. Beliau selalu memberi contoh dari hadits tentang akhlak nan diucapkannya.

Ketika wafat, Nabi Muhammad SAW tak meninggalkan warisan apa-apa buat keluarganya, selain beberapa pangkas baju usang dan sebuah pakaian besi nan dijaminkan kepada seorang Yahudi.

Pada masa hidupnya beliau seringkali kelaparan. Andai pun makan, apa nan dimakannya itu hanya sedikit sebab sebagiannya lagi beliau sedekahkan. Beliau benar-benar menjalankan hadits tentang akhlak nan beliau ucapkan, bahkan hingga tutup usia.

Aisyah pernah berucap, “Rasulullah tak pernah kenyang sepanjang tiga hari berturut-turut. Kalau seandainya kami mau niscaya kami kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain daripada dirinya (sendiri).” (HR Baihaqi)

Nabi Muhammad SAW tak berpakaian mewah, kecuali baju dari bahan kasar. Nabi Muhammad SAW pun tak tidur, kecuali dialasi pelepah daun kurma nan telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi kasur. Itulah mengapa, sebab kasar, “kasur” tersebut selalu meninggalkan bekas di pipi Nabi ketika beliau bangun dari tidur.

Beliau sangat takut jika di rumahnya tersisa sedikit saja harta nan belum dibagikan. Tentang hal ini, Abu Dzar bertutur. “Suatu hari saya berjalan bersama Rasulullah SAW di sebuah tanah lapang di Madinah, hingga di hadapan kami terlihat Jabal Uhud.”

Nabi menyapaku dan menyampaikan sesuatu, sesuatu nan kemudian menjadi hadits tentang akhlak bersedekah nan diamini, "Tidak akan pernah membuat bahagia memiliki emas seperti Jabal Uhud ini, jika sampai melewati tiga hari dan saya masih memiliki satu dinar, kecuali nan saya gunakan buat melunasi utang. Jika saya memilikinya, niscaya akan saya bagi-bagikan semuanya tanpa residu dan saya katakan kepada hamba-hamba Allah begini, begini, begini (beliau mengisyaratkan arah kanan, kiri dan belakangnya)’.” (HR Bukhari Muslim).

Dari rangkaian kisah ini, dari rangkaian hadits tentang akhlak bersedekah dan kedermawanan ini, kita mungkin bertanya-tanya, kedermawanan macam apakah ini? Sebersih apakah hati orang nan mau menjalaninya? Siapa pula pemimpin nan mau hayati bersahaja sebagaimana nan dilakukan Nabi Muhammad SAW?

Oleh sebab itu, tak hiperbola jika Abdullah bin Abbas menyebut Rasulullah SAW sebagai manusia paling dermawan di antara manusia nan paling dermawan. “ Kedermawanan beliau mencapai puncaknya pada bulan Ramadhan. Bagaikan angin berhembus; saking mudahnya .” (HR Bukhari).

Mengapa Rasulullah SAW demikian mudah dalam memberi? Satu dari sekian banyak jawaban ialah sebab besarnya kecintaan beliau kepada Allah dan kepada umatnya. Nah, berdasarkan hadits tentang akhlak nan beliau ucapkan, kedermawanan ialah wahana nan paling pas buat mendekatkan diri kepada-Nya dan kepada semua hamba-Nya.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kepemurahan dan kedermawanan akan mendekatkan diri kepada Allah Swt, kepada sesama manusia, dan kepada surga−Nya, serta akan menjauhkan dari siksa neraka.” (HR Tirmidzi).

Sebaliknya, beliau pun sangat membenci sifat kikir. Berikut ini ialah sabda Rasul nan kemudian diamini sebagai hadits tentang akhlak nan berkenaan dengan sifat kikir.

"Hati-hatilah (hindarkanlah dirimu) dari sikap kikir, sesungguhnya umat sebelum kamu itu rusak disebabkan sikap kikir. Sungguh kikir itu telah menyuruh mereka memutuskan interaksi maka mereka memutuskan, memerintahkan mereka buat serakah, maka mereka serakah, dan menyuruh mereka buat berbuat fujur (penyelewengan), maka mereka pun menyeleweng.” (HR Abu Dawud dan Hakim).



Tujuan Pendidikan Agama Islam

Menurut Ibnu Katsir, pendidikan ialah metode dakwah nan tepat. Dengan menanamkan pendidikan agama Islam kepada anak sejak dini akan menciptakan mereka menjadi anak-anak nan tetap kokoh berpegang pada agama Islam. Agama nan tak diragukan lagi kebenarannya.

Dengan mengajarkan pendidikan agama Islam, maka si anak akan menjadi paham tentang agama nan dianutnya. Paham bahwa sumber pegangannya di dalam hayati ini hanya dua, yaitu Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah.

Kedua pegangan tersebut pula nan niscaya akan membimbingnya senang di global dan di akhirat sebab di dalamnya mengajarkan tentang aturan-aturan hayati dan pola hubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia. Intinya, pengertian pendidikan agama Islam mengajarkan tentang akhlak, baik terhadap Tuhan nan menciptakan maupun sesama manusia.