Posisi Hukum Adat dalam Hukum Negara

Posisi Hukum Adat dalam Hukum Negara

Menurut Prof. H. Hilman Hadikusum, definisi hukum adat ialah segala jenis anggaran Norma sekelompok manusia nan hayati di suatu masyarakat tertentu.

Dari kehidupan kelompok terkecil yaitu keluarga, manusia telah menjalankan tata anggaran nan disepakati bersama buat menjalankan kehidupan secara baik dalam sebuah rumah tangga. Kebiasaan-kebiasaan nan kemudian diakui dan disepakati bersama dalam kelompok lebih besar nan bernama masyarakat itulah nan dinamakan dengan hukum adat.

Hukum adat merupakan hukum nan tak dibukukan. Dengan demikian, dalam penerapannya lebih fleksibel dan tergantung kepada kebijaksanaan pengatur dan pelaksana hukum adat tersebut. James Richardson ialah orang pertama nan memperkenalkan adanya hukum adat di Indonesia melalui bukunya nan berjudul Journal of The Indian Archipelago.

Secara positif, hukum adat nan tumbuh dan berkembang di negara kita nan terdiri dari majemuk suku bangsa dan adat istiadat, dapat dijadikan sumber rujukan, kebijakan, dan pendekatan dalam melaksanakan hukum positif nan sinkron dengan KUHAP.

Hukum adat juga dapat merefleksikan adat-istiadat nan tumbuh dan berkembang di negara kita, walaupun pada perkembangannya harus tetap dikoordinasikan dengan hukum nasional. Sekalipun hukum adat diperlukan, namun dalam praktiknya jangan sampai bertentangan dengan asas-asas hukum nan berlaku dan jangan sampai bertentangan pula dengan ideologi negara.



Jenis Hukum Adat di Indonesia

Beberapa hukum adat nan tumbuh dan berkembang di Indonesia di antaranya ialah hukum adat keagamaan, hukum adat di perantauan, hukum adat teritorial, dan hukum adat genealogis. Masing-masing suku atau daerah tertentu, dapat saja memiliki hukum adat sendiri-sendiri nan disesuaikan dengan adat, karakter, Norma nan tumbuh dan berkembang di masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukum adat ini sifatnya lokal dan sangat khas tergantung di mana adat dan tradisi masyarakat itu berkembang.

Hukum adat Minang tentu akan berbeda dengan hukum adat suku Bugis. Sementara daerah lain nan posisinya sebagai pendapat, harus tunduk pada hukum adat daerah tertentu, jika tak mau dianggap sebagai orang nan tidak tahu adat. Aplikasi hukum adat biasanya dikuasai oleh orang-orang nan sangat berpengaruh atau sebagai sesepuh dalam lingkup masyarakat loka hukum adat itu berlangsung.

Namun demikian, pelaksanaannya dapat saja melibatkan para pejabat resmi pemerintah, baik sebagai pemimpin aplikasi hukum adat maupun sebagai saksi agar aplikasi hukum adat tersebut tak tergelincir pada kepentingan eksklusif dan keinginan pihak tertentu.

Pelaksanaan hukum adat tetap mengacu pada rasa keadilan dalam berbagai versi kebijakannya. Karena sesungguhnya nan menjadi alasan munculnya hukum adat ialah keinginan masyarakat nan disepakati buat merasa aman, nyaman, adil dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Tidak ada hukum adat nan dibuat dan disepakati sebagai sebuah penjara nan membelenggu berbagai keinginan dan kebebasan nan tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tersebut.
Indonesia sebagai negara kepualauan nan memiliki majemuk adat istiadat nan tetap tumbuh dan berkembang, dalam penerapan hukumnya menganut sistem hukum campuran. Sebagai landasan utamanya ialah mengacu pada sistem hukum eropa kontinental.

Namun demikian, dalam rangka menegakkan tata anggaran hayati bermasyarakat seluruh suku nan ada di Indonesia, selain menggunakan sistem hukum eropa kontinental, berlaku juga sistem hukum adat dan hukum agama, khususnya sistem hukum syariat Islam.



Polemik Definisi Hukum Adat

Adanya berbagai ilmu pengetahuan di global menyebabkan terjadinya disparitas anggapan dalam mendefinisikan sesuatu, termasuk dalam mendefinisikan hukum adat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum adat merupakan anggaran nan lazim dilakukan sejak zaman dahulu; atau cara nan sudah menjadi kebiasaan. Artinya, adat sama saja dengan sebuah kebiasaan.

Namun, salah satu ahli linguistik dari Belanda, yakni Van Dijk berpendapat bahwa definisi tersebut kurang tepat sebab adat tak dapat disamakan dengan kebiasaan. Hukum adat merupakan sesuatu nan lebih tinggi daripada hanya sekadar Norma nan lambat laun diterima oleh masyarakat sebagai hukum nan berlaku di wilayah tersebut.

Sementara itu, Soekanto berpendapat bahwa Norma dalam istilah hukum adat berbeda dengan definisi Norma nan kita pahami dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan di sini merupakan hal nan dilakukan berulang-ulang dalam hal penempatan hukum.

Lantas menurut Ter Haar, hukum adat hanya dapat diputuskan apabila telah dilakukan musyawarah dalam lingkungan kelompok masyarakat eksklusif dengan dipimpin oleh seseorang nan dianggap mampu mengambil keputusan nan bijak mengenai suatu hal.

Menurutnya, hukum adat lahir dan dipelihara oleh masyarakat nan telah melakukan musyawarah tersebut. Dengan kata lain, hukum adat sangat bersifat konvensional sebab tumbuh dan berkembang sinkron dengan kesepakatan nan berlaku di daerah kelompok masyarakat tersebut.

Sementara itu, ada juga nan dimaksud dengan penegak hukum adat, yakni pemimpin nan sangat dihormati dan dihargai oleh masyarakatnya sehingga pengaruhnya sangat besar terhadap perubahan sosial dalam kehidupan kelompok masyarakat nan dibawahkannya.

Terlepas dari polemik nan terjadi mengenai hukum adat, namun hampir semua orang berasumsi bahwa hukum adat merupakan hukum nan tak tertulis nan berlaku atas kesepakatan nan dihasilkan dari pembicaraan dan perlakukan antara masyarakat dengan pemimpin dari kelompok masyarakat tersebut.

Di mana pun sebuah suku berada, maka akan ada sebuah peraturan nan dihargai dan dilakukan dengan penuh pencerahan oleh masyarakat nan tinggal di dalamnya.



Posisi Hukum Adat dalam Hukum Negara

Di Indonesia, suku adat sangat dihargai oleh masyarakatnya sehingga hukum adat pun sangat berpengaruh besar terhadap perubahan nan terjadi dalam kondisi sosial masyarakatnya.
Dengan adanya hukum adat, maka itu berarti bahwa masih terdapat tatanan sosial nan bersifat adiluhung di negara ini sehingga adat tersebut dapat juga berpotensi buat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Namun, dalam situasi hukum dan politik negara, hukum adat pun perlu mendapat perhatian lebih dari para penegak hukum. Misalnya saja, ada hukum adat nan mengandung hal-hal nan tak sinkron dengan hukum negara.

Sebagai contoh, suku adat nan memiliki Norma kanibalisme akan mendapatkan hukuman dari negara sebab telah melanggar hukum negara buat tak menyakiti atau membunuh orang lain.
Namun, dalam hal ini juga terdapat hukum adat nan berlaku bagi pelaku kanibalisme tersebut sehingga hakim dalam pengadilan harus mempertimbangkan keputusannya dengan baik sebab menyangkut benturan antara hukum adat dengan hukum negara.

Hukum adat memang terkadang lebih brutal daripada hukum negara. Namun, nan dapat dijadikan teladan dari pelaku hukum adat ialah bagiamana masyarakat memosisikan hukum di loka nan tinggi sehingga pelanggaran sekecil apapun akan mendapatkan sanksi nan sinkron dengan hukum nan berlaku.

Berbeda dengan kondisi hukum negara nan mudah sekali dimanipulasi sehingga penegakkan hukum sangat sulit buat dilakukan. Berbagai usaha politis digencarkan buat dapat terbebas dari jeratan hukum negara nan berlaku.

Jika sudah begini, maka orang-orang nan mengharapkan tegaknya keadilan tentu akan lebih memilih hukum adat dibandingkan dengan hukum negara. Oleh karena itu, negara perlu meningkatkan kualitas penegakan hukum nan berlaku di Indonesia agar masyarakat dapat menyerahkan semua kejadian hukum kepada para pelaku hukum nan berlaku di Indonesia.

Dari gambaran di atas, bisa disimpulkan bahwa hukum adat merupakan hukum nan berlaku secara konvensional, konservatif, dan penuh dengan tanggung jawab spiritual sehingga siapa pun nan melanggar hukum tersebut akan terkena jeratan hukum nan berlaku.