Sejarah Museum Wayang

Sejarah Museum Wayang



Gara-Gara Anas Urbaningrum

Tak dinyana kasus nan menimpa mantan ketua generik Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, mengangkat kisah tentang berwayangan. Berkali Anas mengatakan dan menyebut nama, Sengkuni. Ia pun meminta para sahabat dan pendukung atau loyalisnya buat membaca kisah Sengkuni. Siapa sesungguhnya Sengkuni dalam kisah pewayangan ini? Sengkuni itu ialah paman dari Korawa nan senantiasa mengobarkan sikap bermusuhan terhadap Pandawa, anak Pandu.

Pasti ada sesuatu dibalik kata-kata Anas ini. Akhirnya banyak nan mencari informasi tentang Sengkuni. Anak-anak sekolah pun penasaran siapa gerangan Sengkuni. Setelah tahu pun, mereka mencoba menerka-nerka siapakah nan dimaksud dengan Sengkuni, sang juru hasut tersebut. Wayang ialah sesuatu nan menarik dan dapat memberikan kesadaran kepada nan dapat menikmatinya. Hal ini paling tak diyakini oleh seorang dokter penyakit jiwa, Soedjono Prawirohadikusumo, nan mendirikan sebuah museum wayang di Yogyakarta.

Soedjono Prawirohadikusumo berpendapat bahwa kisah dalam wayang ini dapat dijadikan sebagai panutan dalam membangun karakter bangsa. Di tengah semakin terkikisnya budaya tata krama dan sopan santun antarmanusia, baik nan tua ke nan muda maupun sebaliknya, kisah nan disuguhkan dalam pewayangan dengan ragam tutur nan banyak itu, dapat membuat satu alternatif pengajaran. Memang sine qua non penemuan dan modifikasi nan mampu membuat orang tertarik mendengarkannya.

Wayang itu seperti produk lama nan tetap memberikan sentuhan nan manis terhadap kehidupam modern. Namun, sebab wayang ini identik dengan kebudayaan daerah tertentu, maka tak banyak nan ingin mengetahuinya terutama nan berasal dari daerah luar Jawa. Sebenarnya, wayang ini bukan monopoli budaya Jawa. Orang Sunda juga mempunyai wayang walaupun bentuknya sedikit berbeda. Namun, kebanyakan orang memang berpendapat bahwa wayang itu bagian dari budaya Jawa.

Tidak mengherankan kalau masih sering juga ditemui orang Jawa nan berada di tanah rantauan masih sesekali ‘menanggap’ wayang semalam suntuk. Banyak kisah nan dapat membuat orang begadang demi mendengar kisah nan menarik ini. Tetapi ternyata tak terlalu menarik minat generasi muda. Mereka lebih bahagia bermain game atau menonton televisi daripada mendengarkan pertunjukan wayang. Ada juga nan berpendapat bahwa bahasa nan digunakan dalam pewayangan itu terlalu tinggi dan sulit dimengerti.

Padahal, orang asing banyak juga nan belajar mendalang dan memainkan wayang dengan luwesnya. Jangan-jangan suatu saat bangsa ini akan belajar bermain gamelan dan mendalang dari orang asing. Hal ini telah terjadi pada produk batik. Seorang pembatik dari Jerman memberikan pelajaran kepada para pembatik Indonesia. Hal ini cukup menyedihkan sebab sebenarnya dan seharusnya, warisan nan sangat luhur ini dikuasai oleh bangsa sendiri.

Nanti ketika bangsa lain mengklaim budaya ini, orang Indonesia menjadi sewot. Padahal ketika tak ada nan mengklaimnya, semua orang tampak diam-diam saja dan tak menganggap bahwa suatu budaya itu harus dilestarikan dan dipelajari demi menjaga keasliannya. Inilah lucunya orang Indonesia. Semoga dengan adanya informasi ini, akan semakin banyak orang nan berusaha memahami kisah nan dituturkan dalam Mahabrata nan dibawakan dalam bentuk wayang atau sendratari.



Negara Kaya Budaya

Di balik keragaman budaya, ada satu akibat positif nan justru membuat Indonesia menjadi sangat kaya. Indonesia kemudian terkenal dengan keberagamannya dalam hal apapun. Bahkan, hingga ke mancanegara. Keberagaman tersebut meliputi agama, suku, adat istiadat, dan kebudayaan. Walaupun terkadang sulit buat bersatu, mengingat NKRI ialah harga mati, maka semua orang harus paham dengan slogan Bhennika Tunggal Ika atau bhineka namun satu jua.

Pelestarian terhadap semua kekayaan itu, sudah sepantasnya menjadi tanggung jawab seluruh warga Indonesia. Misalnya, pelestarian terhadap kebudayaan wayang di Indonesia. Masyarakat Indonesia bersama-sama berupaya melestarikan warisan budaya tersebut. Salah satunya, dengan cara mendirikan sebuah museum wayang. Sayang memang museum nan didirikan dengan niat nan baik itu terkadang tak banyak dikunjungi oleh masyarakat walaupun tiket masuknya sangat murah.

Akhirnya buat menambah pemasukan, pihak museum wayang juga menyewakan ruangan aula nan cukup besar sebagai loka penyelenggaraan pernikahan atau acara lainnya. Seperti nan ada di Yogyakarta ini, halaman museum wayang cukup besar. Informasi nan disediakan juga sangat banyak. Mulai dari sejarah manusia nan pernah hayati di Indonesia hingga keberadaan berbagai koleksi wayang nan ada di nusantara hingga nan ada di luar negeri.

Upaya memberikan informasi ini cukup banyak walaupun tak banyak nan mau tahu. Tiket masuknya pun murah hanya 3000 rupiah dan kalau akan mendapatkan buku panduan, hanya menambah uang 2000 rupiah saja. Pemandu akan dengan bahagia hati menerangkan apa-apa nan ada di dalam museum nan cukup luas tersebut. Menjangkau museum wayang nan ada di Yogyakarta ini pun tak sulit. Banyak kendaraan generik nan melalui jalan Yogya-Wonosari ini. Gedung nan khas dengan halaman nan luas juga menjadi satu karakteristik nan tidak akan terlewatkan.



Sejarah Museum Wayang

Tidak hanya di Yogyakarta, museum wayang pun ada di ibukota negara. Jakarta tampaknya masih menjadi "bunker" negara Indonesia. Semuanya ada dan tersedia, termasuk museum wayang. Museum ini beralamat tepat di Jalan Pintu Besar Utara No.27 Jakarta Barat. Museum wayang didirikan sudah sejak zaman penjajahan Belanda. Sebelum menjadi museum wayang seperti sekarang ini, gedung nan bergaya kolonial tersebut mengalami beberapa kali perubahan fungsi.

Pada 1640, bangunan ini ialah sebuah gereja bernama de oude Hollandshe Kerk. Bangunan gereja tua ini banyak digunakan penduduk dan penjajah Belanda buat beribadat. Gereja ini berdiri dengan kokoh. Pada 1733, gedung tersebut mengamali renovasi dan namanya pun berubah menjadi de nieuwe Hollandsche Kerk.

Akhirnya, 1808, gedung gereja tua itu tak lagi digunakan dan beralih fungsi menjadi gudang perusahaan. Perubahan fungsi gereja menjadi sebuah gudang juga dampak gempa nan terjadi di sekitar tahun tersebut. Gedung gereja nan sudah lapuk itu roboh dengan mudah. Kemudian, dibangunlah sebuah gedung baru dengan fungsi nan juga baru.

Perusahaan nan menjadikan bekas gereja tersebut sebagai gudang penyimpanan ialah Geo Wehry & Co. Tidak berlangsung lama, gudang tersebut beralih fungsi lagi menjadi monumen. Monumen tersebut dibeli oleh forum independen Belanda nan banyak meneliti sastra, sejarah, dan arkeolog, nan kemudian menerbitkan hasil penelitiannya.

Museum Jakarta
Setelah mengalami berbagai perubahan fungsi dan hak pemegang kekuasaan, akhirnya pada 1957, gedung tersebut diserahkan kepada pemerintahan Indonesia. Pada awal diserahkan, bangunan ini tak lantas secara langsung dijadikan museum wayang. Pemerintah pada masa itu, menjadikan bangunan ini sebagai museum nan menyimpan berbagai file sejarah, diberi nama museum Jakarta.

Pada 1974, museum wayang akhirnya resmi didirikan menggantikan museum Jakarta atas gagasan Ali Sadikin nan saat itu menjabat sebagai gubernur DKI. Hingga kini, usia museum wayang sudah hampir 40 tahun. Ia hadir menawarkan estetika majemuk wayang nan ada di Indonensia, seperti wayang golek dan wayang kulit.

Selain itu, wayang atau boneka dari luar negeri pun dapat Anda lihat di museum ini. Koleksi nan dimiliki museum wayang hingga saat ini mencapai 4000 buah wayang.

Harga Tiket Masuk
Harga tiket masuk nan dibandrolkan buat tiap-tiap pengunjung terbilang sangat murah. Bahkan, dapat dikatakan tak layak. Hanya dengan lembaran uang Rp2.000,00 buat dewasa, Rp1.000 buat remaja, dan Rp600 buat anak kecil, mereka semua dapat menikmati salah satu kekayaan budaya Indonensia. Ilmu nan dihargai cukup murah ini seharusnya mendapatkan perhatian nan tak murahan.

Harga murah sepertinya bukan jalan satu-satunya buat menumbuhkan minat masyarakat terhadap wayang. Terbukti bahwa sebagian besar dari mereka lebih bahagia berkunjung ke tempat-tempat wisata atau pusat-pusat perbelanjaan meskipun harus mengeluarkan biaya nan niscaya lebih besar. Akan tetapi, hal itu tampaknya dinilai lebih menarik daripada harus berkunjung ke sebuah museum dengan bayaran nan sangat murah dan tak masuk akal.