Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) dan Politik Orde Lama

Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) dan Politik Orde Lama

Politik Orde Lama sebagai masa pencarian jati diri bagi bangsa Indonesia telah mengalami suatu proses nan cukup melelahkan. Betapa tidak, semenjak dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tugas demi tugas bangsa ini saling susul buat segera diselesaikan. Dimulai dengan penyusunan badan kelengkapan Negara, menumpas pemberontakan nan datang dari sekutu luar hingga menyelesaikan pemberontakan nan datang dari dalam negeri.

Selain itu, bentuk dari pemerintahan Indonesia pun sempat mengalami beberapa kali perubahan sebelum akhirnya menunjukkan suatu bentuk demokrasi seperti sekarang, di antaranya nan dijelaskan oleh Miriam budiardjo dalam Dasar-dasar ilmu politik ialah bentuk demokrasi konstitusional, bentuk demokrasi terpimpin, bentuk demokrasi pancasila dan bentuk demokrasi reformasi.

Istilah 'Orde Lama' sendiri ialah istilah nan diciptakan kemudian, di awal era Orde Baru. Bung Karno sebagai tokoh sentral kemerdekaan dan kepemimpinan sebenarnya lebih suka orde tersebut disebut Orde Revolusi. Akan tetapi sebab saat itu statusnya ialah sebagai tahanan rumah, ia tak berkutik. Orde Lama berlangsung selama 23 tahun, yakni sejak tahun 1945 sampai tahun 1958. Selama 23 tahun tersebut, banyak peristiwa krusial terjadi; terutama berkaitan dengan politik luar negeri dan kebijakan-kebijakan luar negeri. Gangguan seolah tidak henti merongrong Indonesia, dari dalam dan luar negeri.



Politik Orde Lama: Perjuangan Pasca Kemerdekaan

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, maka sehari setelahnya, yakni pada 18 Agustus 1945 diadakan suatu sidang PPKI nan bertujuan buat merumuskan struktur kenegaraan, perekonomian, pertahanan-keamanan, dan hal-hal pemerintahan lainnya. Dalam sidang tersebut dirumuskan tentang pembentukan kementrian nan terdiri atas 12 Departemen, 4 kementrian negara dan 4 pejabat tinggi negara.

Lalu, Indonesia pun dibagi menjadi 8 provinsi nan terdiri atas, Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan. Setelah itu, baru pada 22 Agustus 1945 diadakan kedap PPKI kembali nan sukses merumuskan Komite Nasional Indonesia sebagai cikal bakal MPR beserta Badan Keamanan Rakyat sebagai cikal bakal TNI.

Pada periode ini, yaitu antara 1945 - 1959 dijalankan Demokrasi Konstitusional nan berasaskan pada Republik Indonesia Perkumpulan dengan konstitusi Parlementer. Namun, Setelah di Jalankan ternyata sistem tersebut terbukti tak sinkron dengan kepribadian dan cita-cita masyarakat Indonesia, walaupun sistem ini cukup sukses dinegara-negara Asia lain.

Maka tak lama setelah itu, munculah masa demokrasi terpimpin di Indonesia nan terjadi antara 1959-1965 dengan diawali tuntutan masyarakat Jawa Barat buat membubarkan Negara Pasundan dan diikuti dengan negara- negara bagian lainnya di Indonesia.

Meskipun dicapai kata sepakat buat menjadikan Indonesia sebagai negara kesatuan, namun ternyata terdapat pihak-pihak nan tak setuju dengan konsep tersebut dan tetap menginginkan Indonesia sebagai negara parlementer sehingga timbulah pemberontakan-pemberontakan, seperti pemberontakan Andi Azis di Makassar nan menyatakan bahwa Negara Indonesia Timur (NIT) harus dipertahankan serta Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) nan didalangi oleh Dr. Soumokil.

Selain itu, masih banyak pula ancaman-ancaman lain nan terjadi ketika itu, mulai dari pemberontakan DI/TII, PRRI, PERMESTA hingga peristiwa G30 S/PKI. Betapa sulitnya keadaan Indonesia di masa Orde Lama kala itu, sebab selain Soekarno sebagai kepala negara harus menjaga segala bentuk ancaman nan terjadi terhadap stabilitas keamanan nan datangnya dari luar negeri, juga harus menjaga dan menumpas segala bentuk pemberontakan nan datangnya dari dalam negeri.

Berkaca dari peristiwa-peristiwa masa Orde Lama tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa ternyata buat mencapai suatu pemerintahan nan baik tidaklah mudah. Ada banyak rintangan nan harus dilalui bangsa ini hingga akhirnya bisa mencapai masa Reformasi seperti sekarang. Semenjak zaman nenek moyang kita dahulu, kita ialah masyarakat nan demokratis nan selalu bermusyawarah buat mencapai kata mufakat. Maka jikalau ada disparitas di antara kita, sebaiknya diselesaikan melalui musyawarah. Ingatlah kata-kata Soekarno tentang "Jas Merah" jangan sekali-kali melupakan sejarah.

Yang artinya bahwa sejarah ada buat kita pelajari agar kehidupan kita di masa depan dapat lebih baik lagi. Maka dari itu mari kita bangun Indonesia nan lebih baik dengan aksi nan berguna bukannya separatisme dan aksi-aksi radikal, dengan tak melupakan jasa-jasa para pahlawan kita di masa lalu, menuju Indonesia hebat di masa depan.



Politik Orde Lama: Kebijakan-Kebijakan Luar Negeri

Pada era Orde Lama, Indonesia dikenal global sebagai negara baru nan aktif bersuara dan terlibat dalam berbagai hubungan-hubungan internasional. Karisma dan ketegasan Soekarno sebagai presiden pun dikenal luas dan dihargai oleh dunia. Ide-ide politik luar negeri di zaman Orde Lama membuat Indonesia semakin dikenal, misalnya ide mengadakan Konferensi Asia Afrika.

Politik Orde Lama terkait kebijakan luar negeri menjadi titik tolak negeri ini buat mulai menyusun berbagai kebijakan dan sikap dalam menghadapi permasalahan luar negeri. Politik luar negeri Indonesia dikenal sebagai politik bebas aktif, yakni sebuah politik nan mengharuskan negara aktif dan eksis di anjung internasional tanpa memihak pihak mana pun (netral).

Saat itu, terdapat perang ideologi di dunia, yakni perang antara ideologi Timur dan Barat. Melihat kondisi tersebut, tercetuslah ide buat tak berpihak. Gagasan tersebut dikenal sebagai politik non-blok. Gagasan brilian dan ideal itu dicetuskan oleh Mohammad Hatta. Gerakan non-blok ialah usaha buat tak memihak tetapi tetap aktif dalam kancah perpolitikan dunia. Indonesia juga saat itu sangat aktif mengampanyekan gerakan ini pada negara-negara lain agar perang ideologi tak semakin meruncing. Idealisme Indonesia sangat terasa kental, bahkan Indonesia berani menyatakan diri keluar dari PBB demi menyuarakan pendapat dan bertahan pada idealismenya.

Meski gagasan politik tersebut terdengar ideal dan patriotik, penerapan di lapangan tak seindah itu. Pada kenyataannya kecondongan pemerintah terhadap satu blok sedikit demi sedikit mulai terlihat; yakni blok Timur. Blok Timur identik dengan paham ideologi sosialis dan komunis. Beberapa anggotanya ialah Cina dan Uni Soviet. Indonesia lebih dekat dengan negara-negara Timur dibandingkan negara Barat. Bahkan Soekarno membuat poros Jakarta - Peking - Phyongyang; nan semakin membuktikan keberpihakannya pada blok Timur. Fenomena tersebut membuat negara-negara blok Barat naik darah. Indonesia nan semula non-blok rupanya terlihat jelas mendukung blok Timur.



Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) dan Politik Orde Lama

Sebagai negara nan baru berdiri, pastilah merupakan tugas dan tanggung jawab nan besar bagi pemerintah Indonesia buat membuat suatu rumusan undang-undang nan akan menjadi akar segala peraturan di negara tersebut. Selain Undang-Undang Dasar 1945, sempat digunakan juga Undang-Undang Dasar Sementara atau UUDS oleh Soekarno.

Mengapa muncul ide buat membuat dan menerapkan UUDS di era politik Orde Lama? Saat itu, UUD 1945 dirasa perlu buat diperbaiki dan dilengkapi. Oleh sebab itu sembari menunggu Konstituante menyusun UUD baru, negara menggunakan UUDS 1950. UUDS diterapkan pada tahun 1950 - 1959. Selama rentang waktu tersebut Konstituante diberi waktu buat menyusun UUD baru, tetapi UUD tersebut tak kunjung selesai. Akhirnya negara ini memutuskan buat kembali ke UUD 1945.