Thales
Apakah Anda mengenal banyak filsuf dari Yunani? Mungkin iya. Adakah nan tahu tentang siapa saja nan masuk dalam ketegori filsuf Milesian? Mungkin tak banyak nan tahu dengan golongan filsuf satu ini. Kalau disebutkan salah satu filsuf terkenal seperti Aristoteles mungkin kenal. Filsuf-filsuf nan masuk dalam kategori filsuf Milesian mungkin tak banyak dikenal walaupun mereka juga berasal dari Yunani. Artikel ini akan mengajak berbagi biografi filsuf Milesian .
Kejayaan Yunani
Saat ini Yunani boleh saja sedang terpuruk ke dalam masalah keuangan nan sangat parah hingga membuat taraf pengangguran nan begitu tinggi. Namun, pada zaman kejayaannya, Yunani ini begitu terkenal. Semua mungkin sudah mengetahui kalau Yunani ialah bangsa nan terkenal sebab dua hal. Pertama, sebab mitos dewa-dewa nan berkembang di sana. Kedua, sebab loka itu merupakan penyuplai filsuf-filsuf sepanjang sejarah.
Mengenai dewa-dewi nan berasal dari Yunani sudah sangat terkenal hingga ke sudut seluruh dunia. Begitu banyak film terutama produksi Hollywood nan terinspirasi dari cerita tentang para dewa dan para dewi itu. Bahkan banyak juga penulis novel nan mengangkat cerita novelnya berdasarkan modifikasi dari kisah nan ada pada diri masing-masing dewa nan ada di Yunani. Saking terkenalnya dengan berabgai macam dewa itu, Yunani bahkan seperti sebuah negara nan penuh dengan loka pemujaan bagi para dewa nan diyakini oleh para penduduknya.
Kalau menyangkut filsafat, negara satu ini seolah menjadi loka lahirnya begitu banyak orang cerdas nan mempunyai otak encer nan mampu memikirkan detail permasalahan dalam kehidupan. Orang-orang nan telah jauh lebih maju dibandingkan orang-orang pada zamannya. Ketika itu mungkin saja mereka malah dibenci dan malah mungkin juga dibunuh. Namun, setelah kematiannya, baru orang menyadari betapa hebatnya pemikiran mereka. Mungkin pada saat itu orang-orang terutama para penguasa belum dapat menerima pemikiran mereka. Seiring bergulirnya waktu, baru mereka dapat menerima pemikiran tersebut dan bahkan menggunakannya dalam kehidupan sehari-ahri sebagai surat keterangan dan acuan dalam menjalankan hidupnya.
Pemikiran para filsuf nan berasal dari Yunani ini tak hanya dimanfaatkan oleh orang Yunani. Masyarakat global juga mempelajarinya dan bahkan mengembangkannya menjadi satu ilmu nan digunakan buat lebih mencerdaskan manusia. Logika nan banyak dipakai dalam membandingkan banyak hal serta mempelajari hal baru, telah membuat orang-orang cerdas tak pernah berhenti memikirkan apa, siapa, mengapa, dan bagaimana global ini tercipta.
Pemikiran itu malah semakin mengerucut hingga mereka memahami kekuatan zat nan maha dahsyat nan lebih segalanya dibandingkan manusia. Mulailah pemikiran tentang adanya sang pencipta. Mengingat keterbatasan manusia, mereka mungkin malah mengira bahwa Tuhan itu mempunyai kehidupan seperti manusia. Tuhan nan mempunyai anak dan bisa berbuat salah. Namun, sebab mempunyai kekuatan nan luar biasa, sang zat nan dianggap Tuhan itu masih tetap disembah.
Kategori Filsuf Yunani
Salah satu golongan filsuf nan mungkin agak sporadis dibahas, ialah filsuf Yunani nan tergolong dalam mazhab atau filsuf Milesian. Menurut Bertrand Russell, filsafat di Yunani muncul dalam tiga gelombang kemunculan bangsa di Yunani. Yang pertama ialah bangsa Ionia, kemudian bangsa Achaea, dan terakhir bangsa Doria. Filsuf Milesian terdiri dari tiga nama besar, antara lain Thales, Anaximander, dan Anaximenes. Mereka tergolong sebagai filsuf pra-Socrates.
Nama Socrates dijadikan sebagai perubahan waktu dan sejarah filsafat sebab ada disparitas antara filsuf sebelum dan sesudah Socrates. Mereka nan hayati di zaman pra-Socrates lebih berfilsafat atau mencurahkan perhatiannya pada persoalan arche (asal mula sesuatu). Begitupun, trio filsuf Milesian. Mereka tak mau ketinggalan buat memikirkan tentang arche. Hal ini mungkin sebab rasa penasaran nan ada di pikiran mereka bagaimana segala sesuatunya dapat ada di global ini. Berbagai teori dilahirkan hingga membuat orang awam merasa sangat pusing.
Thales
Ia ialah warga orisinil Miletus. Sangat sulit buat mencari informasi seputar Thales sebab masa sekarang dengan masa ia hayati sangat jauh. Ia hayati sekitar 580an SM. Kalangan filsafat atau orang-orang nan belajar filsafat lebih tahu tentang gagasannya mengenai arche. Itu pun sebagas informasi minim dari filsuf-filsuf sebelumnya.
Gagasan primer Thales ialah bahwa segala sesuatu terbuat atau berasal dari air. Menurut Aristoteles, Thales berpendapat bahwa air ialah substansi dasar nan membentuk segala hal lainnya dan ia mengatakan bahwa bumi terapung di atas air. Berdasarkan penuturan Aristoteles, Thales juga mengatakan bahwa magnet memiliki jiwa sebab dapat menggerakan besi. Pendapat ini dapat dipahami sebab memang manusia terdiri dari 70% air dan manusia tak dapat hayati tanpa air. Kalaupun harus bertahan hayati selama tiga hari tanpa makanan, mungkin masih sanggup. Namun kalau tiga hari tak minum? Darah sendiri pun akhirnya dapat diminum demi mempertahankan kehidupan.
Selain itu, segala sesuatu sesungguhnya penuh dengan dewa-dewa. Cerita mengenai ini dapat Anda buka di buku Sejarah Filsafat Barat . Thales pun terkenal sebab kemampuannya dalam meramalkan terjadinya gerhana matahari. Dapat Anda bayangkan seberapa cerdasnya Thales. Dengan ketiadaan teknologi saat itu dan keterbatasan akses terhadap informasi, ia bisa melakukan sesuatu nan melampaui zamannya.
Tentu saja orang-orang pada zaman itu menjadi sangat menghargai Thales dan mungkin saja menganggapnya sebagai seorang dewa dengan kemampuan meramalnya itu. Padahal mungkin saja ia telah pandai menghitung mobilitas matahari, bulan, dan bumi sehingga ia tahu kapan ketiga benda langit ini akan berada pada satu sisi dalam waktu nan sama sehingga terjadilah gerhana.
Anaximander
Ia menolak gagasan Thales mengenai sesuatu nan segalanya dari air. Menurut Anaximander, segala sesuatu itu berasal dari nan asali. Jika ia merupakan substansi pertama, tak akan ada nan dapat mengalahkannya. Pandangan mengenai nan asali ini tak ada kaitannya dengan dewa atau pandangan metafisika nan berkaitan dengan ketuhanan. Bagi Anaximander, sangat krusial mengetahui akar dari segala sesuatunya agar diketahui dari mana ia berasal. Mungkin akan sangat sulit memahami pendapat seperti ini. Tetapi nyatanya, banyak juga nan mempercayai apa nan dikatakan filsuf satu ini.
Bagi Anaximader, alam raya ini berjalan sinkron dengan hukumnya. Barah terasa panas, air dapat menguap dan membeku, atau nan beku dapat menjadi cair. Semua itu berjalan sebab nan asali itu nan mengatur. Ia pun berpandangan bahwa bumi lahir bukan sebagai suatu kreasi Tuhan. Bumi maupun makhluk hayati muncul dari proses evolusi panjang. Barangkali, inilah nan menjadi cikal bakal teori evolusi nan dikembangkan kemudian hari. Melihat perubahan nan terjadi pada manusia dan hewan termasuk juga tumbuhan, secar alogika mungkin saja orang akan terus mempercayai pikiran tentang evolusi ini.
Namun, menginggat apa nan ada di al-Quran bahwa manusia itu ialah mahluk dengan penciptaan nan seindah-indahnya, maka tak ada kemungkinan adanya teori evolusi ini. Mungkin saja semua mahluk itu berubah sebab turunan dan DNA nan berubah seiring dengan makanan, minuman, dan aktivitasnya. Tetap saja hal ini bukan sesuatu nan membuktikan adanya teori evolusi.
Bahkan, menurut Russell, Anaximander ialah orang nan pertama kali membuat peta. Namun, ia tak menjelaskan lebih jauh peta apa nan dibuat filsuf itu. Apakah peta global atau hanya sebatas peta Yunani. Kecerdasan filsuf satu ini memang luar biasa. Ia nan mungkin saja belum melakukan perjalanan nan cukup luas, telah dapat membaut satu peta. Atau mungkin saja ia telah melakukan perjalanan panjang sebelum akhirnya mengabadikan perjalanan itu dalam sebuah peta. Peta itu nantinya akan dapat dimanfaatkan oleh orang lain nan akan melakukan perjalanan ke arah nan sama.
Anaximenes
Filsuf nan hayati sekitar 494 SM ini menyatakan gagasannya bahwa substansi paling dasar ialah udara. Segala sesuatu nan ada bukan berasal dari air, api, atau tanah, melainkan dari udara. Gagasan lain dari filsuf ini ialah bahwa bumi berbentuk seperti meja bundar. Gagasan ini muncul sebab melihat permukaan bumi nan tampak berdiri tegak dan rata, tentu ditopang oleh kekuatan seperti kaki meja.
Yang jelas, gagasan salah ini muncul sebab keterbatasan teknologi pada saat itu. Pandangan tentang bumi nan datar ini masih bertahan hingga di zaman Aristoteles.
Itulah biografi filsuf Milesian secara singkat.