Manfaat Belajar Filsafat Pancasila
Kendati judulnya lebih dominan kata filsafat, bahasan kita kali ini ialah filsafat Pancasila . Jadi, kita di sini bukan hendak lagi menggali apa itu filsafat, bagaimana filsafat dalam keseharian, dan tokoh-tokoh pemikir dalam filsafat. Melainkan nan kita bahas ialah filsafat Pancasila dalam pengertian nan sederhana ialah merupakan etos bangsa Indonesia.
Sebagaimana nan tertuang dalam intisari sila-sila pancasila: Ketuhanan nan Maha Esa, humanisme adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kiranya, kelima butir pancasila tersebut menjadi falsafah, fondasi dasar buat landasan berpikir, berbangsa, dan bernegara.
Filsafat Pancasila sekurang-kurangnya perlu kita rumuskan kepada 2 hal, filsafat Pancasila sebagai konsep (paradigma-mazhab-way of life) dan filsafat Pancasila sebagai implementasi (manifestasi kegiatan ideologi negara). Sudah jelaslah, membicarakan filsafat Pancasila niscaya memasukkan unsur pancasila sebagai dasar negara, sedangkan penerapan filsafat Pancasila ini boleh jadi akan berubah-ubah tafsirnya sinkron siapa nan memegang kuasa.
Misalkan, ketika zaman Soekarno. Soekarno-lah nan dianggap paling mengerti soal pancasila. Soekarno juga nan mengatakan bahwa demokrasi Indonesia belum dewasa sehingga lahirlah slogan demokrasi terpimpin.
Sejarah mencatat, Soekarno ialah penemu sekaligus penggali Pancasila. Padahal kalau kita mau lebih jujur dan membaca ulang teks sejarah, Pancasila ialah rumusan bersama termasuk di dalamnya M. Yamin dan M. Soepomo sebagai penggagas ide pancasila. Bahkan menurut literatur lain, pancasila disusun oleh 62 orang pakar dari berbagai kalangan, pakar bahasa, pakar politik, pakar budaya.
Filsafat Pancasila - Pancasila dan Soeharto
Tampaknya ketika zaman Soeharto, Pancasila dijadikan satu-satunya alat pembenaran buat melakukan sejumlah penekanan kepada lawan-lawan politik Soeharto. Masih tertanam di benak kita bagaimana penataran P4 [Pedoman, Penghayatan, Pengalaman, Pancasila] mulai diterapkan sejak taraf sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Di tangan Soeharto, filsafat Pancasila seakan menemukan gaungnya. Soeharto menerapkan Pancasila bukan hanya ke dalam elemen politik melainkan "merembes" kepada semua aspek termasuk agama, budaya, teknologi, dan adat istiadat. Siapa pun nan tak sejalan (tidak pancasialis) dengan pancasila akan "digebug!". Gebug (pukul) ialah istilah Soeharto kala itu.
Kenyataan nan terjadi ketika zaman Orde Lama berlalu, Orde Baru berlalu, orde reformasi nan sedang kita jalani filsafat Pancasila masih tetap dipelajari sebagai kerangka berpikir falsafah bangsa Indonesia. Sedangkan penerapannya belumlah menemukan hasil nan maksimal seperti nan dicita-citakan dalam setiap butir pancasila: ber-Tuhan, beradab, bersatu, bermusyawarah, dan adil.
Jika ditanya, apakah bangsa dan rakyat Indonesia ber-Tuhan? Jawabannya niscaya Ya! Kami ber-Tuhan. Dan kalau sudah mengaku ber-Tuhan, mengapa kita semua masih belum beradab, bersatu, bermusyawarah secara baik-baik, dan tentu saja berbuat adil kepada semua orang (sesama insan).
Karena itu, coba kita baca dan tinjau kembali apakah filsafat Pancasila sudah bisa diterapkan sebagai asas tunggal kebangsaan. Asas tunggal di sini maksudnya sebagai cita-cita besar. Tentulah dalam praktiknya tak ada nan tunggal, melainkan "Bhinneka Tunggal Ika".
Kata Soebandrio, kala itu Waperdam (wakil perdana menteri) paling berpengaruh di era Orde Lama, filsafat Pancasila merupakan sintesa baru dari konsep humanisme, dan universalisme. Ia tak bisa digolongkan ke dalam filsafat timur, tak pula bisa dimasukkan ke dalam filsafat barat. Filsafat Pancasila berdiri sendiri sinkron tafsir dan rumusan nan termaktub pada pasal-pasal UUD 1945.
Kata Soekarno, filsafat Pancasila merupakan filsafat orisinil Indonesia nan disaripatikan dari akulturasi dan sinkretik budaya masa lampau seperti Hindu dan Buddha, dan filsafat barat dan timur. "Ketuhanan" ialah tabiat orisinil bangsa Indonesia. Keadilan sosial dari konsep Ratu Adil. Ratu adil ialah istilah bahwa akan datang seseorang nan bisa menyelamatkan dunia, membereskan ketidakadilan di muka bumi. Ratu adil dalam versi nan generik disebut Imam Mahdi atau sang juru selamat dunia.
Pancasila kala itu menurut Soekarno sebagai berikut.
- Nasionalisme-Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme-Prikemanusiaan
- Mufakat-Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan nan berkebudayaan
Kata Soekarno, 5 Sila tersebut dapat menjadi Trisila.
- Sosio Nasional: Nasionalisme dan Internasionalisme.
- Sosio Demokrasi: Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat.
- Ketuhanan Yang Maha Esa.
Soekarno memberi ide tambahan dengan mengusulkan agar Pancasila dilebur menjadi satusila saja, yakni Gotong Royong.
Menurut M. Yamin pada tahun 1959, tinjauan filsafat pancasila secara serasi menjadi suatu sistem filsafat. Karena itu, filsafat pancasila prinsipnya merupakan buatan pikiran nan berdasarkan falsafah kebangsaan Indonesia nan berperikemanusiaan dan perikeadilan sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Pancasila pada itu menurut M. Yamin terdiri atas:
- Prikebangsaan
- Prikemanusiaan
- Priketuhanan
- Prikerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat
Rumusanpancasila dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945 ialah sebagai berikut.
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
- Kemanusiaan nan adil dan beradab.
- Persatuan Indonesia.
- Kerakyatan nan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Menurut Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam buku "Sekitar Pancasila" uraian mengenai dasar negara diucapkan oleh Mr. Moh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo tanggal 31 Mei 1945, dan Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
- Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945 menegaskan: " Pancasila ialah philosophschegrondslag, pikiran nan sedalam-dalamnya buat di atasnya didirikan gedung "Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi. "
- Prof. Mr. Drs. Notonagoro tanggal 10 November 1955 menegaskan: " Susunan Pancasila suatu kebulatan tekad bersifat hirarkis dan piramidal menjadi sila negara kita ."
- Muhammad Yamin dalam buku "Proklamasi dan Konstitusi" (1951) mengatakan: " Pancasila sebagai benda rohani nan tetap dan tak berubah sejak Piagam Jakarta sampai hari ini. "
Kata Kunci Belajar Filsafat Pancasila
- Sejarah perumusan Pancasila.
- Filsafat Pancasila sebagai etos bangsa.
- Pengertian filsafat Pancasila.
- Kewarnegaraan.
- Siapa penemu Pancasila.
- Ide dasar Pancasila.
- Pancasila masa kini.
- Butir-butir Pancasila.
- Teks lagu Pancasila.
Manfaat Belajar Filsafat Pancasila
Di zaman cerba canggih (internet serba online ), bisa kita simpulkan manfaat belajar filsafat pancasila, yaitu sebagai berikut.
- Memperoleh pengetahuan berupa pemahaman Pancasila melalui filsafat.
- Memperoleh pengetahuan filosofik landasan Pancasila.
- Mengetahui tugas sebagai warga negara seperti apa dan bagaimana dalam negara Pancasila.
- Pembelajaran politik serta kenegaraan bagi setiap warga negara Indonesia. Tidak terkecuali pemerintah dan penyelenggara negara.
- Memberikan cakrawala berpikir nan radiks (mendalam dan mendasar) bagaimana seharusnya kita berbangsa.
Referensi Belajar Filsafat Pancasila
Ada baiknya jika ingin mempelajari lebih lengkap mengenai filsafat Pancasila, lengkapilah dengan berbagai sumber acum buku seperti berikut ini.
- Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia . Jakarta: PT. Gramedia.
- Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila . Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh.
- Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila . Cet. 9. Jakarta: Pantjoran Tujuh.
- Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme . Jakarta: Rineka Cipta.
- Achmad Notosoetarjo 1962, Kepribadian Revolusi Bangsa Indonesia .
- K.Wantjik Saleh 1978, Kitab Kumpulan Peraturan Perundang RI , Jakarta PT. Gramedia.
- Soediman Kartohadiprojo 1970, Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila , Bandung Alumni.
- Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1 & 2 , Jakarta: Panitya Penerbitan, 1963.
- Nasroen, M., Falsafah Indonesia , Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1967.
- Hamka, Perkembangan Kebatinan di Indonesia , Jakarta: Bulan Bintang, 1971.
- Alisjahbana, S. Takdir., Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Ditinjau dari Jurusan Nilai-Nilai, Jakarta: Yayasan Idayu, 1977.
- Parmono, R., Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia , Yogyakarta: Andi Offset, 1985.
- Larope, J., IPS Sejarah , Surabaya: Penerbit Palapa,1986.
- Sunoto, Menuju Filsafat Indonesia , Yogyakarta: Hanindita Offset 1987.
- Suryadinata, Leo., Mencari Bukti diri Nasional: Dari Tjoe Bou San sampai Yap Thiam Hien, Jakarta: LP3ES, 1990.
- BPUPKI, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) & Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) , Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia, 1995.
- Noor, Deliar., Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 , Jakarta: LP3ES, 1996.
- Malaka, Tan., Aksi Massa (Mass Action) , Jakarta: CEDI & Aliansi Press, 2000.
- Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Pengaruh Islam terhadap Budaya Jawa dan Sebaliknya: Seri Kliping Perpustakaan Nasional dalam Warta Vol.II No.1 , Jakarta: Sub Bagian Humas Perpustakaan Nasional RI, 2001.
- Sumardjo, Jakob., Mencari Sukma Indonesia , Yogyakarta: AK Group, 2003.
- Hidayat, Ferry., Sketsa Sejarah Filsafat Indonesia , paper nan tak diterbitkan, 2004.
Kini, dapatlah kita mengetahui dengan akurat bagaimanakah sebenarnya filsafat Pancasila dan Pancasila sebagai penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kita sebagai warga negara Indonesia boleh berbeda tafsir dan memberi makna berlainan terhadap filsafat Pancasila. Satu hal nan pertama dan terutama, kita ialah bangsa nan Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI harus tetap ada buat selama-lamanya.