Makna Tiga Unsur Kultum
Kultum atau kuliah tujuh menit ialah seni, yakni seni menyampaikan sesuatu kepada orang banyak dengan durasi waktu nan tak banyak, yakni hanya tujuh menit saja sinkron dengan namanya; kultum. Kultum kemudian disebut orang dengan sebutan ceramah singkat nan hanya membahas sedikit hal dari problematikan agama atau hanya sekadar pengingat saja agar orang tidak lalai pada masalah agama atau masalah-masalah nan bersifat baik.
Pada sebagian masyarakat, Norma kultum biasanya dilakukan setelah setiap kali menyeleasaikan salat lima waktu. Namun ternyata ada beberapa waktu nan juga biasa dipakai buat melakukan kultum, salah satunya ialah pada saat hendak memulai salat tarawih pada bulan Ramadhan dengan maksud sambil menunggu jamaah nan lain datang.
Kapan pun penggunaannya, kultum tetap menjadi sesuatu nan tidak dapat dianggap sepele, sebab kerap kali hanya sebab diminta bicara singkat ini, orang mengalami gangguan psikis mendalam atau dalam bahasa lainnya ialah terkena demam panggung.
Orang tersebut terlihat panas dingin sebelum naik podium dan ini membuat ucapannya tak karuan alias ngelantur ke sana-kemari. Pesan nan ingin disampaikan pada kultum pun menjadi kabur dan waktu nan singkat itu dirasakan pendengar kultum menjadi membosankan sebab terasa lama.
Sekali lagi tak mudah melakukan kultum. Butuh pemaknaan dan taktik nan jitu agar penampilan kita tenang sehingga pesan singkat kultum dapat terpatri lama di benak jamaah. Pasalnya kultum nan pada praktiknya tidak hanya dilakukan selama tujuh menit, melainkan lebih ialah wahana komunikasi satu arah, semua mata dan telinga jamaah/pendengar tertuju pada kita. Alangkah lebih baiknya jika memahami betul seluk beluk dalam melakukan kultum.
Kultum Itu Mengajak Kebaikan
Apa esensi dari keberadaan kultum itu? Menjawab pertanyaan ini, alangkah lebih baiknya jika kemudian kita mengutip satu ayat dalam Al-Quran Surat Al-Imran ayat 110 nan berbunyi: “ Kamu ialah umat nan terbaik nan dilahirkan buat manusia, menyuruh kepada nan baik dan mencegah kepada nan mungkar dan beriman kepada Allah. "
Rasanya, ayat di atas menjadi jawaban kunci keberadaaan kultum hari ini. Pasalnya kultum sekali lagi ialah seni berbicara sesuatu nan sifatnya baik kepada khalayak banyak dengan media lisan. Berbicara, dalam konsep agama, ini disebut dengan dakwah, sebab dakwah ada nan bersifat hal (prilaku), qalam (tulisan) dan lisan (bicara).
Ini sinkron dengan jejak sejarah agama, terutama Islam nan sangat pesat berkembang pada awal kemunculannya nan syahdan mampu menjangkau 2/3 bagian bumi. Media nan dilakukan ialah dakwah dengan lisan nan sangat gencar dilakukan para pendakwah nan tersebar di berbagai daerah.
Mereka melakukan apa nan dahulu Nabi Muhammad lakukan saat ia menerima tugas mengemban agama Islam nan di kalangan masyarakat saat itu, ialah agama baru. Maka Muhammad butuh taktik dan keahlian spesifik sebab segalanya mengandung risiko. Jika salah bicara atau menyinggung perasaan orang lain, nyawa ialah taruhannya.
Kultum Sangat Efektif
Menyampaikan sesuatu atau kultum ialah wahana nan sangat efektif dalam menyebaran kebaikan di muka bumi ini. Karena apa nan ada di dalam ajaran agama langsung disampaikan di depan generik dan seketika mendapatkan responsnya.
Ini sejelan dengan ucapan Syaikh Utsaimin nan mengatakan bahwa cara berdakwah dengan menggunakan lisan dalam hal ini ialah kultum merupakan cara nan paling efektif dalam berdakwah. Dengannya, kita bisa mengetahui secara langsung respon daripada objek dakwah kita sebagaimana tertuang dalam kitab Fatwa-Fatwa karya Syaikh Utsaimin.
Hal ini juga menjadi awal konsep dakwah sebab jauh sebelum para ulama berceramah memakain media tulisan, memperbanyak ceramah dengan lisan ialah hal nan paling primer dilakukan. Ini selaras dengan Al-Quran nan turun kali pertama dengan media suara, sebelum akhirnya dibukukan. Hal serupa juga berlaku pada hadist-hadist dan atsar para sahabat nan semula ialah tradisi lisan lalu kemudian dibukukan.
Selain efektif, tradisi berdakwah dengan kultum atau lisan juga ternyata oleh Rasulallah saw. dijadikan sebagai anjuran dalam rangka menegakkan amar makruf dan nahi munkar . Jelas sekali, dalam hadits nan diriwayatkan Muslim, Rasulullah mengingatkan kita akan pentingnya berdakwah dengan lisan ini.
" Barangsiapa melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangan, jika tak mungkin ubah dengan lisan, jika tak mungkin dengan hati, dan itulah selemah-lemahnya iman. "
Sungguh jelas sekali perintahnya, bukan? Bahwa kultum ialah tradisi nan baik dan memang itu tidak dapat dibantah lagi mengingat sifat manusia nan selalu salah, lupa dan butuh buat selalu diingatkan. Sekali lagi, kultum ialah seni. Sebagai seni komunikasi, kultum selayaknya memiliki tiga unsur krusial nan sine qua non di dalamnya.
Pertama, ialah penyampai atau penceramah, kedua penerima atau objek da'wah, dan ketiga ialah pesan atau nasihat apa nan ingin disampaikan dalam kultum kita. Jika tiga hal itu tak terpenuhi, maka akan heran dan tak dapat disebut dengan kultum.
Apa nan akan dikatakan jika tidak ada penyampainya? Begitu juga buat apa kultum jika tidak ada nan mendengar? Terakhir, ada nan ceramah dan ada nan mendengar namun tidak ada sesuatu nasihat nan disampaikan selain cacian dan umpatan nan tak karuan.
Makna Tiga Unsur Kultum
Tiga hal di atas sejatinya masihlah bersifat generik sebab memang ada beberapa hal nan harus diperhatikan dalam melakukan kultum. Unsur pertama ialah si penceramah. Tidak sembarang orang dapat bicara di hadapan publik.
Seorang pelaku kultum tidak hanya dituntut buat tampil tanpa gugup, ia juga harus memiliki konduite baik dan tak bertentangan dengan dengan apa nan ia sampaikan pada materi kultumnya itu sendiri. Ini juga menandai bahwa Islam sangat tak menyukai konduite munafik di mana seseorang melarang berbuat dosa, namun diam-diam melakukannya.
Salah satu syarat absolut bagi seorang penceramah kultum ialah harus dapat menjaga diri dan agamanya. Setelah itu berhasil, maka biasanya ialah persoalan teknis. Boleh jadi iman si penceramah teguh, namun ternyata teknis penyampaian kultumnya sangatlah jelek dari sisi bahasa sehingga pesannya kemudian mentok tak karuan. Persoalan bahasa pun harus diperhatikan sebab Muhammad sendiri ialah orang nan sangat fasih berbahasa sehingga dalam menyampaikan pesannya, orang selalu jelas dan tak bertanya-tanya kembali.
Selanjutnya ialah unsur pendengar dalam kultum. Sebagai penceramah, kita tak boleh egois dengan seenaknya bicara agama kita lebih baik dan agama orang lain jelek di hadapan para pemeluk agama selain Islam. Pendengar kultum sifatnya hendak menerima nasihat, bukan buat dikompori buat membenci suatu golongan.
Jika ini sudah terjadi, maka sekali lagi sebagai pendengar Anda berhak mengacuhkan pembicaraan si penceramah dengan tetap menjaga kesopanan sebab tidak selamanya si penceramah itu bersifat baik. Butuh syarat-syarat ketat guna menjadi seorang penceramah atau penyampai kultum. Lalu bagaimana dengan anak-anak atau remaja nan melakukan kultum di masjid atau sekolah mereka? Itu tentu lain lagi. Karena kultum di sana, atau kultum nan mereka lakukan ialah sebagai ajang pembelajaran demi kebaikan tradisi kultum itu sendiri.
Dengan kata lain, kultum guna kepentingan pendidikan ialah hal nan sangat diperbolehkan meski terkadang rancu balau. Asalkan ada niatan buat memperbaikinya. Mereka nan belajar, termasuk belajar kultum, akan selalu mendapatkan permakluman dari pihak mana pun, bahkan dari Tuhan sekali pun. Nah, selamat mencoba berkultum.