Hukum Acara Pidana - Disiplin Ilmu Pendukung
Negara Indonesia ialah negara nan berlandaskan hukum. Segala peraturan nan berlaku di negara kita diatur dalam undang-undang. Dan segala kejadian nan diperkarakan ke pengadilan ada anggaran hukumnya. Salah satunya ialah hukum acara pidana .
Menurut S.M Amin, hukum acara pidana merupakan sekumpulan peraturan nan menjadi panduan dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atau pelanggaran terhadap ketentuan hukum pidana material.
Asas-Asas Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana dalam prakteknya memiliki asas atau prinsip nan dijadikan patokan terciptanya keadilan dan kebenaran dalam suatu kasus. Di antara asas-asa nan dianut dalam hukum acara pidana adalah:
1. Asas Oportunitas
Asas oportunitas merupakan asas penuntutan nan sinkron dengan Pasal 14 KUHP dimana penuntut generik berwenang menutup perkara demi Kepentingan Generik bukan hukum. Kesimpulannya, dalam asas ini demi Kepentingan Generik seseorang nan melakukan tindak pidana tak akan dituntut ke pengadilan. Jadi, Penuntut Generik dapat mempetieskan perkara pidana tersebut. Dalam hal ini Jaksa Agung mendapat wewenang dari Pemerintah dan DPR.
2. Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
3. Asas Praduga Tak Bersalah atau Presumption of Innocence
Asas dalam hukum acara pidana ini menitikberatkan pada seseorang nan wajib dianggap tak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan nan menyatakan kesalahannya, dan putusan itu sudah In Kracht atau berkekuatan hukum tetap.
4. Asas Terbuka buat Umum
Maksudnya ialah baik pembacaan putusan maupun inspeksi pengadilan semuanya transparan dan diketahui publik. Namun, buat tindakan pidana eksklusif seperti kasus pemerkosaan, asas ini tak berlaku.
5. Equality Before The Law
Maksudnya ialah semua orang diperlakukan sama di depan hukum. Tak terkecuali seorang tersangka maupun terdakwa itu kaya, miskin, orang terkenal, maupun orang biasa, dalam inspeksi di hadapan penyidik, penuntutan dan inspeksi di pengadilan haruslah sama.
6. Asas legalitas
Sesuai dengan Pasal 137 KUHAP, Penuntut Generik wajib menuntut setiap orang nan melakukan tindak pidana tanpa kecuali.
7. Asas Peradilan Bebas
Dalam memberikan keputusan hakim bebas dari campur tangan dan pengaruh pihak luar atau kekuasaan mana pun.
8. Asas Tiada Sanksi Tanpa Kesalahan
Dalam hukum acara pidana, Pengadilan hanya bisa menghukum tersangka atau terdakwa nan benar-benar memiliki kesalahan dalam perbuatannya. Ia telah melakukan pelanggaran sehingga harus mendapat hukuman hukum.
9. Disampaikan Secara Langsung
Dalam hukum acara pidana, terdakwa tak bisa dikuasakan namun bisa didampingi. Ia juga harus menyampaikan informasi secara lisan menggunakan Bahasa Indonesia. Lain lagi dengan hukum perkara perdata dimana dapat saja terjadi tindakan surat menyurat antara dua orang atau kelompok nan bersengketa.
10. Asas Konservasi Hak Asasi Manusia
Selama pemeriksaan, tersangka atau terdakwa harus mendapat perlakuan nan sinkron dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Begitu pula selama termin penyidikan dan penuntutan di pengadilan. Terdakwa atau tersangka juga berhak buat membela diri sebagai manusia atau aquesator bukan sebagai barang nan diperiksa wujudnya atau inquesator .
Hukum Acara Pidana - Disiplin Ilmu Pendukung
Dalam hukum acara pidana, terdapat beberapa disiplin ilmu nan dipakai buat mendukung berlangsungnya penyelidikan, inspeksi hingga penuntutan di peradilan. Disiplin ilmu tersebut, yaitu:
1. Kriminologi
alam hukum acara pidana, disiplin ilmu ini absolut diperlukan. Kriminologi mempelajari segala sesuatu tentang kejahatan, karena latar belakang dan bentuk kejahatan pidana. Penyelidikan mengenai faktor penyebab dan latar belakang seseorang melakukan tak pidana akan sangat membantu hakim dalam meutuskan perkara seadil-adilnya sinkron hukum.
2. Logika
Ilmu ini sangat diperlukan dalam proses penyelidikan hingga proses verifikasi di pengadilan. Cara berpikir nan logis dan rasional menjadi hal nan dikedepankan dalam sidang.
3. Kriminalistik
Dalam hukum acara pidana, disiplin ilmu ini merupakan wahana nan diperlukan dalam proses verifikasi dan evaluasi fakta-fakta nan terungkap dalam sidang. Rekonstruksi perkara pidana bisa berlangsung sinkron mekanisme setelah melalui uji kriminalistik sebelumnya.yang termasuk di dalam kriminalistik ialah sidik jari ( finger prints ), jejak kaki ( foot prints ), toxicology (ilmu mengenal racun) dan beberapa ilmu pendukung lainnya.
4. Psikologi
Hukum acara pidana absolut perlu dukungan ilmu ini sebab dapat melakukan pendekatan dengan tersangka dari sisi kejiwaan. Ketika melakukan proses interograsi hakim telah mendapatkan catatan kejiwaan atau psikologis si terdakwa sehingga akan memudahkan dalam pemilihan cara bertanya.
5. Penology
Disiplin ilmu ini dibutuhkan dalam penyelidikan hukum acara pidana agar memudahkan hakim dalam proses menentukan alternatif penjatuhan sanksi bagi terdakwa. Selain itu, dengan adanya disiplin ilmu ini sangat membantu petugas LP atau Forum Pemasyarakatan dalam menentukan jenis pembinaan nan tepat bagi narapidana tertentu.
6. Viktimologi
Hukum acara pidana memerlukan penerapan ilmu ini buat mengetahui secara mendalam interaksi antara korban ( victim ) dengan pelaku kejahatan. Tidak hanya itu, viktimologi juga menyelidiki cara berinteraksi korban dengan forum peradilan dan instansi terkait.
7. Psikiatri
Hakim dan jaksa penuntut generik dalam hukum acara pidana memerlukan data valid mengenai istilah-istilah medis nan dipakai dalam suatu kasus nan menyebabkan melayangnya nyawa seseorang. Bahkan secara spesifik psikiatri bersama dengan dokter menangani penyelidikan nan berkaitan dengan tubuh dan nyawa korban.
Catatan Sejarah Hukum Acara Pidana
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHP nan berlaku di Indonesia sesungguhnya mendapat pengaruh nan sangat kuat dari pemerintahan Kolonial Belanda. Sebagian panduan hukum acara pidana nan terdapat dalam HIR atau Herzien Inlandsch Reglement dan Ned Strafvordering nan diberlakukan di Indonesia sejak 1926, seterusnya menjadi bagian dari isi KUHAP. Seperti misalnya BAB 1 dalam KUHAP mengenai asas hukum acara pidana juga terdapat dalam dua kitab undang-undang hukum pidana milik Belanda.
Pada masa pendudukan Jepang, terjadi beberapa perubahan dalam asas hukum acara pidana negara kita. Osamu Serei atau Undang-undang Jepang No. 1 tahun 1942 nan diberlakukan sejak 7 Maret 1942 berisi tentang anggaran peralihanyang berlaku di Jawa dan Madura.
Semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah nan dulu tetap diakui absah buat sementara waktu asal saja tak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer. Ini nan termaktub dalam Pasal 3.
Hukum acara pidana tetap menggunakan metode hukum peninggalan Belanda. Pengadilan Negeri atau Tihoo Hooin , Pengadilan Tinggi atau Kootoo Hooin , dan Pengadilan Agung atau Saiko Hooin tetap memberlakukan hukum warisan Belanda. Masing-masing dari pengadilan tersebut terdapat kejaksaan, diantaranya Tihoo Kensatsu Kyoku buat Pengadilan Negeri, Saiko Kensatsu Kyoku buat Pengadilan Agung dan Kootoo Kensatsu Kyoku buat PengadilanTinggi.
Masa Orde Baru pun berlangsung. Dari sini kemudian pemerintah Indonesia mulai mengadakan perombakan peraturan hukum acara pidana. Ketika itu Menteri Kehakiman, Oemar Seno Adjie membentuk panitia di Departemen Kehakiman nan berfungsi sebagai badan penyusun suatu planning undang-undang Hukum Acara Pidana. Kemudian, menurut PP Nomor 27 tahun 1983, Pemerintah menegaskan bahwa nan menyelidiki rancangan undang-undang pidana khusu ialah :
- Penyidik,
- Jaksa,
- Pejabat penyidik nan berwenang lain berdasarkan peraturan perundang-undangan Pasal 17 PP Nomor 27 tahun 1983.
Selanjutnya, rancangan undang-undang Hukum Acara Pidana disahkan melalui Sidang Sempurna DPR pada 23 September 1981. Tiga bulan kemudian, tepatnya pada 31 Desember 1981, Presiden mengesahkan tersebut dengan nama Kitab Undang-Undang Acara Pidana.
Hukum acara pidana di negara kita memiliki tujuan sebagai berikut:
- Untuk menegakkan hukum pidana bila terjadi pelanggaran sehingga ketentuan hukum-hukum acara pidana kita berlaku.
- Mendapatkan setidaknya kebenaran materiil, yaitu kebenaran nan sedetil-detilnya dari suatu perkara pidana.